Showing posts with label CINTA. Show all posts
Showing posts with label CINTA. Show all posts

Monday 18 February 2013

Pacaran Sudah Jelas Sekali Haramnya!

1. Orang yang sedang pacaran gak mungkin menundukan pandangannya terhadap pacarnya
(Awal munculnya rasa suka maupun cinta  itu  adalah karena dari seringnya mata memandang kepadanya)
2. Orang yang sedang pacaran tidak akan bisa menjaga hijab (pembatas). 3. orang yang sedang pacaran biasanya sering berdua-duaan dengan pacarnya (berkhalwat), baik di dalam rumah atau di luar rumah 4. Wanita akan bersikap manja dan mendayukan suaranya saat bersama pacarnya. 5. Pacaran identik dengan saling menyentuh antara laki-laki dengan wanita, meskipun itu hanya jabat tangan. 6. Orang yang sedang pacaran, bisa dipastikan selalu membayangkan orang yang dicintainya.
Harap dipikirkan dan direnungkan kembali etika pergaulan dengan lawan jenis dalam Islam. Berapa point kah pelanggaran yang dilakukan oleh orang pacaran? 

Dalam kamus pacaran, hal-hal tersebut adalah lumrah dilakukan, padahal satu hal saja cukup untuk mengharamkan pacaran, lalu bagaimana kalau semuanya?
1. Pacaran itu ga jelas hubungannya [suami istri bukan, sodara bukan, tetangga juga bukan (lho)] tapi bermesra-mesraan seakan2 itu suami istri padahal bukan
2. Laki2 yg pacaran tidak Jentel!! hanya berani main-main aja. tidak serius untuk mencintainya. tidak berani langsung khitbah dirinya.. berjuta alasan muncul untuk menunda pernikah dan membenarkan pacaran.Dengan alasan untuk mengenal si calon pasangan. tapi kalau pacaran kelamaan, kapan coba nikahnya? Kalau pacaran kelamaan.. Berapa banyak coba dosanya?

3. Perempuan yang pacaran itu murahan, Masa mau banget berdua-duaan? Mau banget dipegang-pegang? Mau banget dikasih kata-kaa rayuan serta gombalan yang sebenarnya dusta! perempuan itu mudah sekali melepas kehormatan dan wibawa dia kepada seorang lelaki tanpa ada ikatan yg sah. mudah putus dan cari pacar lagi. Bener-bener murahan!

4. Ketika pacaran, mungkin berharap bahwa dialah manusia terakhir yang akan mencampinginya untuk mengarungi bahtera rumah tangga.. betul ga..? tapi, tahukah kamu, sahabat?.. dibalik itu ternyata sipasangan (si pacar) memperhatikan, meneliti dan menilai kamu.. didalam hatinya adalah, “apakan dia pantas menjadi pendampingku, sedangkan tingkah lakunya seperti itu, dan aku sudah tau kebiasaan buruknya?”. Dia pun bertanya-tanya.

5. Pacaran itu isinya Bohong semua..!! Percaya ga? di depan pasangan pura-pura sok romantis, kata-katanya disaring betul-betul sehingga yang terlontar hanya kata-kata yang baik-baik aja. ketika mau ketemuan pura-pura Mandi dan make minyak wangi. Pura-pura menjaga perasaaannya. Pura-pura perhatian, sms rayuan gombal. Terkadang memberi nasihat yang islami seolah-olah mereka pacaran islami.  Padahal, sifat sebenarnya mereka belum tentu begitu!. Terus Sorry-Sorry Jack ya di Islam ga ada Pacaran Islami.

Dan kalaupun pasangan ini menikah makan yg terjadi adalah kericuhan, karna setiap pihak merasa dibohongi ketika pacaran..!
Mana tutur kata manismu ketika pacaran dulu?
Mana sms gombalan dan nasehat ketika pacaran dulu?
Mana tubuh wangimu ketika ingin menjumpaiku dulu?
Mana? mana? mana?? “Ke LAUT AJA Loe! Hehe..


 


Orang yang mencintaimu.. Gak akan mungkin mengajakmu pacaran, gak mungkin ngajak kamu sms yang sekedar nanya “udah makan belum?, udah sholat belum?, udah sarapan belum?, udah belajar belum?, udah tidur belum?, udah mandi belum? lagi ngapain sekarang?” Emang kamu anak bayi? ditanya-tanya ga penting begitu.

Orang yang mencintaimu.. Gak akan mungkin mengajakmu jalan berdua.. Gak akan mungkin mengajakmu berzina, gak akan mungkin mau menambah dosa kamu, Gak mungkin akan merayu dan mendayu-dayu kepadamu.
Orang yang mencintaimu.. Akan mencintaimu dari kejauhan.. Karena ia ingin menjaga kesucian dirimu. Ia akan senang jika lihat dirimu senang walaupun dari kejauhan. Dan dirinnya akan sedih jika melihat dirimu sedih walaupun dari kejauhan.
Salam Hangat




Kalau Cinta, Jangan Maksiat

Cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Ia mempersilakan.

Atau mengambil kesempatan.

Yang pertama adalah pengorbanan.

Yang kedua adalah keberanian.

(Jalan Cinta Para Pejuang_ Salim A Fillah)

 


Jamaah ini bukan jamaah malaikat tanpa hasrat. Meski tiap pertemuan ada sekat dan hijab, tetap saja fitnah bersiap siaga menjerat. Suatu fitrah nan indah dari Sang Pencipta. Tentu saja tak layak diumbar tanpa ikatan yang sah.
“Nantikan ku di batas waktu, ya ukhti” jelas bukanlah risalah yang dibenarkan syariat, yaa Akhi…
Belajarlah dari kisah romansa ‘Ali dan Fatimah. Yang sebenarnya saling memendam rasa begitu lama. Namun tak jua Sang Pria memberanikan diri memulainya walau lamaran Abu Bakar dan Umar al Khattab telah bermula. Apalah aku ini, pikir sang pemuda, hanya seorang pemuda yang tak berpunya bahkan sekadar mahar seadanya.
Tapi lihatlah ketika Allah berkehendak.
“Aku hendak menikahkan engkau hanya atas dasar mas kawin sebuah baju besi saja. Aku puas menerima barang itu dari tanganmu. Hai Ali engkau wajib bergembira sebab Allah ‘Azza wa jalla sebenarnya sudah lebih dahulu menikahkan engkau di langit sebelum aku menikahkan engkau di bumi!” Demikian perkataan Sang Rasul dalam riwayat yang diceritakan Ummu Salmah RA.
Sungguh, sebuah Romansa cinta penuh gairah ketaatan pada Robb nya yang syetan pun tak mereka kabari gejolaknya. Dan cinta pun bersemi indah hingga ke surga.
Maka mencinta lah sejantan ‘Ali. Menyimpan rapat di hati atau persilakan sang pujaan meniti mencari ridha Illaahi tanpa engkau temani. Materi bukan halangan berarti, ya Akhi. Cukuplah janji Allah engkau yakini. Maka Bismillaah…mantapkan hati.
***
“Nikahkan aku dengan nya, Yaa Abi…” atau “Ta’aruf-kan Ana dengan si ikhwan, Wahai Murabbi…” begitu syariat mengajarkan kita, Yaa Ukhti…
“Tapi kan, kita ini akhwat. Masa iya kita yang memulai?”
Ohoho terlupakah kita kekasih sang Rasulullah, Bunda Khadijah?
Dengan selisih umur yang tak sedikit, dengan status janda dan bujang, dengan strata social yang tak sepadan, cinta mereka pun menjadi kisah cinta mengagumkan. Cinta yang tetap abadi walaupun Khadijah tak lagi di sisi. Bahkan Sang Rasul menangis ketika ditanya kesediaannya untuk kembali menikah sembari berkata, “Masih adakah orang lain setelah Khadijah?”
Sejarah telah mencatat, tak berkurang izzahnya sang muslimah ketika mengutarakan isi hatinya agar bisa terjaga dalam bingkai yang sah. Lantas, apa yang engkau khawatirkan, wahai Muslimah? Tak khawatirkah dirimu syetan merajai benak mu hingga berzina-lah hati mu sepanjang masa menunggu pangeran impian mu itu?
Di Jalan Cinta Para pejuang, kita belajar untuk bertanggung jawab atas perasaan kita
Maka bertanggung jawablah atas apa yang engkau rasa. Mengutarakannya dengan cara syariat jelas bukanlah dosa. Bermain-main dengan gejolak hati justru memancing datangnya syetan penggoda. Tanyakan hati mu seberapa kuat diri mu menahannya. Ingat juga syetan tak kenal putus asa. Dan kita bukanlah pribadi terjaga bak ‘Ali dan Fatimah.
Tak selalu cinta bersemi di taman cinta hingga abadi. Penerimaannya memekarkan benih di hati. Tentu penolakan bukanlah tanda berakhirnya hari-hari. Ia adalah jalan yang dipilih Tuhan mu dan Tuhan nya. Mungkin juga pertanda belum siapnya melangkah. Hingga perlu berbenah hingga yang terbaik menurutNYA menyapa. Yakinlah IA Maha Tahu yang terbaik untuk kita.
Kau dan aku telah memilih langkah. Dan di jalan juang lah kita berada. Sebuah jalan yang tak ada pertolongan selain kekuatan NYA. Dan pertolongan kan sirna ketika kita hiasi jalan juang ini dengan maksiat atas sucinya fitrah.

Wednesday 12 September 2012

Surat Buat Akhi Yang Sombong

Untuk Akhifillah
Dimanapun kau berada 


Kutulis surat ini samata-mata atas dasar cinta karena Allah…
Mohon maaf atas kelancanganku telah berani menuliskan ini untukmu.
Namun aku ingin kau mengetahui, bahwa ada beberapa dari sifatmu yang tidak kami (para akhwat) sukai. Berbesar hatilah untuk mengetahuinya. Kami ingin kau terlihat baik dimata kami dan tentunya di mata Allah juga.
Akhi fillah…

Setiap kaum wanita merindukan sorang ikhwan yang mempunyai visi hidup yang jelas. Bahwa hidup ini diciptakan bukan semata untuk hidup. Melainkan ada tujuan mulia. Jangan kau sia−siakan waktu hidupmu dengan tujuan yang tidak jelas, tidak ada pegangan dan berlalu begitu saja dengan percuma. Ingatlah, bahwa laki−laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan. Berprinsiplah! Komitmenmu pada islam teguhkanlah. Bukankah kau telah mngkajinya tentang ini dalam majlis−majlis kajian Al−Qur’an yang biasa kau ikuti setiap bulannya. Di mana pengamalannya selama ini.
Akhi fillah…
Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Oleh karenanya berlaku lembutlah terhadap perempuan. Ingatlkah engaku, dalam sebuah hadits, rasulullah memberitahukan bahwa sebaik−baik manusia adalah yang berlaku lembut terhadap wanita. Ini menunjukkan bahwa tabiat wanita tidak sama dengan tabiat laki-laki, wanita mempunyai sifat ingin selalui dilindungi. Bukan diperlakukan secara kasar. Sudahkah selama ini kau berlaku lembut terhadap perempuan. Adakah kau pernah menyakiti hati seorang perempuan..
Akhi fillah…
Hal selanjutnya yang tidak para akhwat sukai adalah kesombonganmu. Sombong adalah sifat setan laknat. Tidak ada seorang mahlukpun yang berhak sombong, karena kesombongan hanyalah hak priogatif Allah. Perempuan adalah mahluk yang lembut. Kesombongan sangat bertentangan dengan kelembutan yang dimiliki perempuan. Jangan kira kekuasaanmu sebagai seorang laki−laki membuat dirimu menjadi sombong. Dengan sifat mengaturmu yang berlebihan, dan sifat tidak ingin di kalahkan oleh perempuan dalam hal apapun. Kami tau, bahwa ada batasan hak−hak antara perempuan dan laki−laki yang telah Allah tetapkan. Kami tidak menuntut emansipasi, tapi sadarlah wahai akhi, bahwa kau sering kali berlaku sombong di mata kami.
Akhi fillah…
Setiap akhwat sangat mendambakan seorang ikhwan yang mempunyai pendirian. Bukan ikhwan yang plinplan. Tetapi bukan diktator. Tegas dalam arti punya sikap dan alasan yang jelas dalam mengambil keputusan. Tetapi di saat yang sama dapat bermusyawarah, lalu menentukan tindakan yang harus dilakukan dengan penuh keyakinan. Inilah salah satu makna qawwam dalam firman Allah: arrijaalu qawwamuun alan nisaa’ (An Nisa’:34).
Akhifillah…
Kau adalah penopang kami. Dikala kami membutuhkan penguat dalam situasi kekufuran yang sedang menerjang ini tak pantas bila kau malah ikut gentar atau juga lemah. Akhwat ingin ikhwan yang tegar, bukan ikhwan yang cengeng. Dalam hal ini bukan cengeng menangis ketika mendengar ayat−ayat Allah dilantunkan. Itu adalah kelembutan hati. Tetapi cengeng yang gentar menghadapi tantangan yang ada di depan. Bagaimana kau akan memimpin kami bila kau sendiri bersifat lemah. Ikhwan yang cengeng cendrung nampak serba tidak meyakinkan.
Akhi…
Kututup surat ini sampai disini. Semoga kau bisa mengambil maksud dari kami menuliskan ini untukmu. Salam sejahtera untukmu selalu. Semoga Allah selalu memberi cahaya ilmu−Nya kepada kita semua. Dan semoga Allah selalu menangi kita dalam rahman dan rahim−Nya. Amin.


Saudarimu.

Wednesday 1 August 2012

INILAH CINTA DAN KESETIAAN

Burung betina ini terkapar tak berdaya karena ditabrak oleh sebuah mobil di salah satu jalan raya di Perancis karena terbang tealu rendah. Dia meminta pertolongan dan berharap sang jantan kekasihnya datang menolongnya.

Sang jantan berusaha menolong, tetapi dia tidak mampu berbuat apa-apa. Pertolongan yang  mampu diberikan hanyalah memberikan makanan dan minuman. Beberapa kali dengan penuh rasa cinta, sang jantan membawakan kekasihnya makanan dan minuman dari mulutnya.

Kemudian, dia membawakan lagi makanan tetapi sang betina sudah tidak memberi respon, kepalanya sudah terkulai lemas dan matanya terpejam. Burung jantan itu mencoba untuk menggerakkan tubuh pasangannya untuk memastikan apa yang terjadi…. dan ”Innaalillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun” burung jantan berasa sangat sedih karena kekasihnya sudah tidak bernyawa.

Sadar bahwa kekasih hatinya telah tiada dan tidak akan kembali, ia berkicau keras meratapi kepergian pasangannya dan tidak percaya akan apa yang telah terjadi dan menyesali dirinya yang tidak dapat berbuat apa-apa utk menolong kekasih hatinya.

Setelah kekasih hatinya tiada, dia terdiam tidak dapat berbuat apa-apa, dan tidak dapat menguburkan kekasih hatinya, sang jantan dengan penuh KESETIAAN hanya menunggu jasad kekasih hatinya dalam waktu yang lama.
Saudaraku! Cintailah kekasihmu karena iman, amal sholeh serta akhlaqnya, agar cintamu abadi.
Tidakkah anda mendambakan cinta yang senantiasa menghiasi dirimu walaupun anda telah masuk ke dalam alam kubur dan kelak dibangkitkan di hari kiamat? Tidakkah anda mengharapkan agar kekasihmu senantiasa setia dan mencintaimu walaupun engkau telah tua renta dan bahkan telah menghuni liang lahat?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِى الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ. متفق عليه
“Tiga hal, bila ketiganya ada pada diri seseorang, niscaya ia merasakan betapa manisnya iman: Bila Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dibanding selain dari keduanya, ia mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya kecuali karena Allah, dan ia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkan dirinya, bagaikan kebenciannya bila hendak diceburkan ke dalam kobaran api.” (Muttafaqun ‘alaih)

Saudaraku! hanya cinta yang bersemi karena iman dan akhlaq yang mulialah yang suci dan sejati. Cinta ini akan abadi, tak lekang diterpa angin atau sinar matahari, dan tidak pula luntur karena guyuran air hujan.
Yahya bin Mu’az berkata: “Cinta karena Allah tidak akan bertambah hanya karena orang yang engkau cintai berbuat baik kepadamu, dan tidak akan berkurang karena ia berlaku kasar kepadamu.” Yang demikian itu karena cinta anda tumbuh bersemi karena adanya iman, amal sholeh dan akhlaq mulia, sehingga bila iman orang yang anda cintai tidak bertambah, maka cinta andapun tidak akan bertambah. Dan sebaliknya, bila iman orang yang anda cintai berkurang, maka cinta andapun turut berkurang. Anda cinta kepadanya bukan karena materi, pangkat kedudukan atau wajah yang rupawan, akan tetapi karena ia beriman dan berakhlaq mulia. Inilah cinta suci yang abadi saudaraku.

Saudaraku! setelah anda membaca tulisan sederhana ini, perkenankan saya bertanya: Benarkah cinta anda suci? Benarkah cinta anda adalah cinta sejati? Buktikan saudaraku…

Oleh Abu Fahd Negara Tauhid.

SINGKONG + KOPI PAHIT

Sahabat, apa yang terfikir dalam benak kita ketika saat kita menjadi Pengantin Baru, tidak sedikit diantara kita yang mempersiapkan segala hal yang indah-indah dan romantis, mulai dari merancang busana pengantin, mengecat rumah, menghias kamar tidur hingga rencana bulan madu. Yah sekali dalam hidup gitu lho…!, namun tidak semua kita bisa melakukan seperti itu…

Ini sebuah kisah nyata dari seorang Sahabat saya di sebuah Pesantren Besar yang sudah menusantara, ketika saat-saat indah penganten baru.


Di rumah dinasnya yang sangat-sangat sederhana, beliau menghidangkan kepada sang istri beberapa potong Singkong Rebus dan segelas Kopi Pahit (kopi tanpa gula), tak ada makanan lain selain itu.


“ Bang, gak ada makanan lainkah ? “. Tanya lembut sang istri

“ ya… di hari yang indah ini kita hanya punya Singkong Rebus dan Kopi Pahit, makanlah….” Jawab sang suami apa adanya. Hati kecil sang istri berprasangka baik kepada sang Saumi, barangkali saja sang suami sedang bercanda, maka dimakanlah singkong rebus itu dan dimunum juga kopinya dan ternyata kopinya benar-benar pahit, sang istri hanya tersenyum agak sinis sambil menyimpan pertanyaan besar dalam hatinya namun sepatah katapun dia gak berani mengungkapkan, “ apa artinya ini ya ? “.

tiba-tiba sang suami dengan serius memberikan sebuah statmen kehidupan yang akan dilalui bersama istrinya, “ Sayang… hidup kita saat ini, besok, lusa dan mungkin seterusnya adalah seperti Kopi Pahit ini, kita harus bisa dan terbiasa menelannya karena bisa jadi banyak kepahitan-kepahitan yang akan kita alami dan lebih pahit dari kopi ini, jangan pernah merasa iri dan tergiur dengan kopi manis yang diminum orang lain karena kita hanya punya Kopi Pahit, dan Singkong rebus ini adalah sesungguhnya makanan rakyat yang tangguh menghadapi sulit dan pahitnya kehidupan di negeri ini, dan itu bisa kita dapatkan dengan cara mudah dan halal, maka biasakanlah makan singkong rebus “.


Sahabat, ternyata sahabat saya ini bukan sedang bercanda, beberapa hari yang lalu saya bersama teman bersilaturrahim ke rumahnya dan ternyata sudah dikaruniai 3 orang anak, duduk di saung depan rumahnya telah tersedia makan khas beliau Singkong Rebus + Kopi, “ jangan-jangan kopinya masih pahit, nih “, bisik saya dalam hati, sayapun mencicipi, alhamdulillah ternyata manis, ha ha ha….


Sahabat, bersyukurlah jika hari-hari kita ketika kita lapar ada menu makanan yang bisa kita makan sesuai selera kita, ketika kita haus ada minuman kesukaan kita yang bisa kita beli, diperjalanan ada tukang jualan beraneka jajanan bisa kita dapatkan dengan mudah, karena dikesempatan yang sama banyak sekali saudara-saudara kita yang sehari-harinya untuk mendapatkan sesuap nasi saja harus bekerja keras peras keringat dulu bahkan tidak sedikit harus hutang dulu untuk makan. Maka sangat tidak etis kalo di meja makan kita tersedia menu lengkap dan ketika kita akan menyantapnya LUPA tidak menyebut NAMA ALLAH SWT.


Sekali waktu sempatkanlah berwisata di sebuah desa miskin atau Panti Asuhan dan Pesantren di Pelosok, betapa hebat dan tegarnya mereka mengarungi kehidupan yang serba terbatas, sehari ketemu nasi sekali saja bagi mereka sudah cukup, tidak pernah terfikir bagi mereka ingin makan pizza, hamberger, Es Teller atau menu makanan lain yang lagi ngetrend saat ini


Monday 2 January 2012

Keikhlasan Seorang Suami






Hari pernikahanku. Hari yang paling bersejarah dalam hidup. Seharusnya saat itu aku menjadi makhluk yang paling berbahagia. Tapi yang aku rasakan justru rasa haru biru. Betapa tidak. Di hari bersejarah ini tak ada satupun sanak saudara yang menemaniku ke tempat mempelai wanita. Apalagi ibu. Beliau yang paling keras menentang perkawinanku.
Masih kuingat betul perkataan ibu tempo hari, "Jadi juga kau nikah sama 'buntelan karung hitam' itu ....?!?"
Duh......, hatiku sempat kebat-kebit mendengar ucapan itu. Masa calon istriku disebut 'buntelan karung hitam'.
"Kamu sudah kena pelet barangkali Yanto. Masa suka sih sama gadis hitam, gendut dengan wajah yang sama sekali tak menarik dan cacat kakinya. Lebih tua beberapa tahun lagi dibanding kamu !!" sambung ibu lagi.
"Cukup Bu! Cukup! Tak usah ibu menghina sekasar itu. Dia kan ciptaan Allah. Bagaimana jika pencipta-Nya marah sama ibu...?" Kali ini aku terpaksa menimpali ucapan ibu dengan sedikit emosi. Rupanya ibu amat tersinggung mendengar ucapanku.
"Oh.... rupanya kau lebih memillih perempuan itu ketimbang keluargamu. baiklah Yanto. Silahkan kau menikah tapi jangan harap kau akan dapatkan seorang dari kami ada di tempatmu saat itu. Dan jangan kau bawa perempuan itu ke rumah ini !!" DEGG !!!!
"Yanto.... jangan bengong terus. Sebentar lagi penghulu tiba," teguran Ismail membuyarkan lamunanku. Segera kuucapkan istighfar dalam hati.
"Alhamdulillah penghulu sudah tiba. Bersiaplah ...akhi," sekali lagi Ismail memberi semangat padaku.
"Aku terima nikahnya, kawinnya Shalihah binti Mahmud almarhum dengan mas kawin seperangkat alat sholat tunai !" Alhamdulillah lancar juga aku mengucapkan aqad nikah.
"Ya Allah hari ini telah Engkau izinkan aku untuk meraih setengah dien. Mudahkanlah aku untuk meraih sebagian yang lain."
Dikamar yang amat sederhana. Di atas dipan kayu ini aku tertegun lama. Memandangi istriku yang tengah tertunduk larut dalam dan diam. Setelah sekian lama kami saling diam, akhirnya dengan membaca basmalah dalam hati kuberanikan diri untuk menyapanya.
"Assalamu'alaikum .... permintaan hafalan Qur'annya mau di cek kapan De'...?" tanyaku sambil memandangi wajahnya yang sejak tadi disembunyikan dalam tunduknya. Sebelum menikah, istriku memang pernah meminta malam pertama hingga ke sepuluh agar aku membacakan hafalan Qur'an tiap malam satu juz. Dan permintaan itu telah aku setujui. "Nanti saja dalam qiyamullail," jawab istriku, masih dalam tunduknya. Wajahnya yang
berbalut kerudung putih, ia sembunyikan dalam-dalam. Saat kuangkat dagunya, ia seperti ingin menolak. Namun ketika aku beri isyarat bahwa aku suaminya dan berhak untuk melakukan itu , ia menyerah. Kini aku tertegun lama. Benar kata ibu ..bahwa wajah istriku 'tidak menarik'. Sekelebat pikiran itu muncul ....dan segera aku mengusirnya.
Matanya berkaca-kaca menatap lekat pada bola mataku.
"Bang, sudah saya katakan sejak awal ta'aruf, bahwa fisik saya seperti ini. Kalau Abang kecewa, saya siap dan ikhlas. Namun bila Abang tidak menyesal beristrikan saya, mudah-mudahan Allah memberikan keberkahan yang banyak untuk Abang. Seperti keberkahan yang Allah limpahkan kepada Ayahnya Imam malik yang ikhlas menerima sesuatu yang tidak ia sukai pada istrinya.
Saya ingin mengingatkan Abang akan firman Allah yang dibacakan ibunya Imam Malik pada suaminya pada malam pertama pernikahan mereka," ...
Dan bergaullah dengan mereka (istrimu) dengat patut (ahsan). Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjanjikan padanya kebaikan yang banyak." (QS An-Nisa:19)
Mendengar tutur istriku, kupandangi wajahnya yang penuh dengan air mata itu lekat-lekat. Aku teringat kisah suami yang rela menikahi seorang wanita yang memiliki cacat itu. Dari rahim wanita itulah lahir Imam Malik, ulama besar ummat Islam yang namanya abadi dalam sejarah. "Ya Rabbi aku menikahinya karena Mu. Maka turunkanlah rasa cinta dan
kasih sayang milikMu pada hatiku untuknya. Agar aku dapat mencintai dan
menyayanginya dengan segenap hati yang ikhlas."
Pelan kudekati istriku. Lalu dengan bergetar, kurengkuh tubuhya dalam dekapku. Sementara, istriku menangis tergugu dalam wajah yang masih menyisakan segumpal ragu.
"Jangan memaksakan diri untuk ikhlas menerima saya, Bang. Sungguh... saya siap menerima keputusan apapun yang terburuk," ucapnya lagi. "Tidak...De'.
Sungguh sejak awal niat Abang menikahimu karena Allah. Sudah teramat bulat niat itu. Hingga Abang tidak menghiraukan ketika seluruh keluarga memboikot untuk tak datang tadi pagi," paparku sambil menggenggam erat tangannya.
Malam telah naik ke puncaknya pelan-pelan. Dalam lengangnya bait-bait do'a kubentangkan pada Nya.
"Robbi, tak dapat kupungkiri bahwa kecantikan wanita dapat mendatangkan cinta buat laki-laki. Namun telah kutepis memilih istri karena rupa yang cantik karena aku ingin mendapatkan cinta-Mu. Robbi saksikanlah malam ini akan kubuktikan bahwa cinta sejatiku hanya akan kupasrahkan pada-Mu. Karera itu, pertemukanlah aku dengan-Mu dalam Jannah-Mu !"
Aku beringsut menuju pembaringan yang amat sederhana itu. Lalu kutatap raut wajah istriku denan segenap hati yang ikhlas. Ah, .. sekarang aku benar-benar mencintainya. Kenapa tidak? Bukankah ia wanita sholihah sejati. Ia senantiasa menegakkan malam-malamnya dengan munajat panjang pada-Nya. Ia senantiasa menjaga hafalan KitabNya. Dan senantiasa melaksanakan shoum sunnah Rasul Nya. "...dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah. Mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya pada Allah ..." (QS. al-Baqarah:165)
=========================================
Ya Allah sesungguhnya aku ini lemah , maka kuatkanlah aku dan aku ini hina maka muliakanlah aku dan aku fakir maka kayakanlah aku wahai Dzat yang maha Pengasih.

Meminang Bidadari



“Menikah ?”
“Ya..”
“Tentu”, jawab Ayesha tanpa ragu.
“Pertimbangkan dulu. Jangan cepat ambil keputusan.”
Bibinya berkata benar. Ayesha sedikit tersipu, tangannya membenahi abaya yang dipakainya dengan rikuh.

“Dengan siapa, Ammah ?”
Wajah lembut itu tiba-tiba mengeras. Kedua matanya mendadak meyembung.
Mungkin karena air mata yang siap turun, entah kenapa. Luapan bahagiakah,karena keponakannya yang diurus sejak kecil ini akhirnya ada yang meminang ?
Ayesha menunggu jawaban dari ammahnya. Tapi beberapa kejap hanya dilalui gelombang senyap.

“Ammah….dengan siapa ?”
Pandangan tajam wanita berumur itu menembus bola mata Ayesha. Seperti menimbang-nimbang kesiapan keponakan yang dicintainya itu, menikah.
Ayesha membalas pandang, lebih karena ia tak mengerti kenapa pernikahan, kalau memang itu yang akan terjadi padanya, tak disambut ammah dengan riang, seperti pernikahan pada umumnya.
“Dengan Ayyash !”

Ayyash ?
Ammah mengangguk. Wajahnya pucat, namun terkesan lega.
Biarlah…..biarlah Ayesha yang memutuskan….ini hidupnya.
Suara hati wanita itu bicara.

Di depannya tubuh Ayesha seperti kaku. Seolah tak percaya. Senang, tapi …juga tahu apa yang akan dihadapinya. Berita itu mungkin benar. Yang jadi pertanyaan, siapakah dia ?
“Kau pikirkan dulu, ya ? Ia memberi waktu sampai tiga hari. Katanya lebih cepat lebih baik.”
Ayesha masih tak bergerak. Pandangannya menembus jendela, meyisiri rumah-rumah di lingkungannya, dan debu tebal yang terembus di jalan.

Pernikahan….sungguh penantian semua gadis. Dengan Ayyash pula, siapa yang keberatan ? Tapi semua pun tahu, apa arti sebuah pernikahan di Palestina.
Tantangan, perjuangan lain yang membutuhkan kesiapan lebih besar. Terutama bagi setiap gadis, yang menikahi pemuda pejuang macam Ayyash!

***
Dulu sekali, sewaktu kecil, ia tak memungkiri, kerap memperhatikan Ayyash dan teman-temannya dari balik kerudung yang biasa ditutupkan ke wajah, jika mereka kebetulan berpapasan. Mereka bertetangga. Begitulah Ayesha mengenal Ayyash, dan melihat bocah lelaki yang usianya lebih tua lima tahun darinya, tumbuh dewasa.

Ayah Ayyash salah satu pemegang pimpinan tertinggi di Hamas, sebelum tewas dalam aksi penyerangan markas tentara Israel. Ibunya, memimpin para wanita Palestina dalam berbagai kesempatan, mencegat, dan mengacaukan barisan tentara Yahudi, yang sedang melakukan pengejaran atas pejuang intifadah. Mereka biasa muncul tiba-tiba dari balik tikungan yang sepi, atau memadat di pasar-pasar, dan menyulitkan pasukan Israel yang mencari penyusup.

Bukan tanpa resiko, karena semua pun tahu, para tentara itu tak menaruh kasihan pada perempuan, atau anak-anak. Para perempuan yang bergabung, menyadari betul apa yang mereka hadapi. terkena tamparan atau tendangan, bahkan popor senapan, hingga tubuh mengucurkan darah, bahkan terlepas nyawa, adalah taruhannya.

Ayesha sejak lima tahun yang lalu, tak pernah meninggalkan satu kalipun aksi yang diadakan. Ia iri dengan para lelaki yang mendapat kesempatan lebih memegang senjata. Itu sebabnya gadis berkulit putih kemerahan itu, tak ingin kehilangan kesempatan jihadnya, sejak usia belia.
Tiga tahun lalu, ketika ibunda Ayyash syahid, dalam satu aksinya, setelah sebuah peluru mendarat di dahinya, mereka semua datang, juga Ayesha, untuk menyalatkan wanita pejuang itu.

Pedihnya kehilangan ummi, Ayesha menyadari perasaan berduka yang
bagaimanapun memang manusiawi. Begitu kagumnya ia melihat ketegaran Ayyash, mengatur semua prosesi, hingga tanah menutup dan memisahkannya dari ibunda tercinta. Tak ada sedu sedan, tak ada air mata. Hanya doa yang terucap tak putus. begitulah Ayyash menghadapi kehilangan abi, saudara-saudara lelakinya, adik perempuannya yang paling kecil, lalu terakhir ummi yang dikasihi. Begitu pula yang dipahami Ayesha, cara pejuang menghadapi kematian keluarga yang mereka cintai.

Dan kini, Ayesha dua puluh dua tahun. masih menyimpan pendar kekaguman dan simpati yang sama bagi Ayyash. Bocah lelaki bermata besar itu sudah menjelma menjadi lelaki gagah, dengan kulit merah kecoklatan, hidung bangir, dan mata setajam elang. Semangat perjuangan dan ketabahan lelaki itu sungguh luar biasa. Sewaktu kedua abangnya melakukan aksi bom syahid, meledakkan gudang logistik Israel, ia hanya mengucapkan innalillahi, sebelum bangkit dan menggemakan Allahu Akbar, saat memasuki rumah dan mengabarkan berita itu pada umminya.
Lalu ketika Fatimah, adiknya yang berpapasan dengan tentara, diperkosa, dan dibunuh sebelum dilemparkan ke jalan dengan tubuh tercabik-cabik.

Ayyash masih setabah sebelumnya. Padahal siapapun tahu, cintanya pada Fatimah, bungsu di keluarga mereka.

Ayesha tak mengerti terbuat dari apa hati lelaki itu. Setelah semua kehilangan, tak ada dendam yang lalu membuatnya membabi buta atau meluapkan amarah dengan makian kotor. Ayyash menerima semua itu dengan keikhlasan luar biasa. Hanya matanya yang sesekali masih berkilat, saat ada yang menyebut nama adiknya. Di luar itu, hanya keshalihan, dan ketaatannya pada koordinasi gerak Hamas, yang kian bertambah. Begitu, dari hari ke hari.

****

Mereka berhadapan. Pertama kali dalam hidupnya ia bisa bebas menatap wajah lelaki itu dari jarak dekat. Ayyash yang tenang. Hanya bibirnya yang menyunggingkan senyum lebih sering, sejak ijab kabul diucapkan, meresmikan keberadaan keduanya.
Ayyash yang tenang dan hati Ayesha yang bergemuruh. Bukan saja karena kebahagiaan yang meluap-luap, tapi oleh sesuatu yang lain. Sebetulnya hal itu ingin disampaikannya pada lelaki yang kini telah menjadi suaminya.

Namun saat terbayang apa yang telah dihadapi Ayyash, dan senyum yang dilihatnya pertama kali begitu cerah. Batin Ayesha urung. Biarlah….nanti-nanti saja, atau tidak sama sekali, pikirnya. Ia tak mau ada yang merisaukan hati lelaki itu, terlebih karena waktu yang mereka miliki tak banyak. Bahkan sebentar sekali.

Dua hari lalu, Ayyash sendiri yang meyampaikan kebenaran berita itu, niatan lelaki berusia dua puluh tujuh tahun, yang sudah selama dua pekan ini dibicarakan dari mulut ke mulut.

“Ayyash mencari istri ?”
“Ia akan menikah secepatnya, akhirnya ”
“Tapi siapa yang akan menerima pernikahan berusia sehari semalam ?”
Percakapan gadis-gadis di lingkungan mereka. Awalnya Ayesha tak mengerti.
“Kenapa sehari semalam ?”, tanyanya pada ammahnya.
“Sebab, lelaki itu sudah menentukan hari kematiannya, Ayesha. Kini tinggal sepekan lagi. Waktunya hampir habis.”

Ayesha ingat ia tiba-tiba menggigit bibir menahan sesak yang tiba-tiba melanda. Ayyash pasti sudah menyanggupi melakukan aksi bom bunuh diri,seperti dua saudaranya dahulu. Cuma itu alasan yang bisa diterima, kenapa pejuang yang selama ini terkesan tak peduli dan tak pernah memikirkan untuk menikah, tiba-tiba seolah tak sabar untuk segera menikah.

“Saya ingin menghadap Allah, yang telah memberi begitu banyak kemuliaan pada diri dan keluarga saya, dalam keadaan sudah menyempurnakan separuh agama.

Kalimat panjang lelaki itu, wajahnya yang menunduk, dan rahangnya yang terkatup rapat. Menunggu jawaban darinya.

Ayesha merekam semua itu dalam ingatannya. Dua hari lalu, saat khitbah dilangsungkan.
“Ya….”jawabannya memecah kesunyian. Ammah serta merta memeluknya dengan wajah berurai air mata. Bahagia berbaur kesedihan atas keputusan Ayesha.

Membayangkan keponakannya yang selalu dibanggakan karena semangatnya yang tak pernah turun, akan menjalani pernikahan. Yang malangnya, bahkan lebih pendek dari umur jagung.
Berganti-ganti Ayesha melihat wajah ammah yang basah air mata, lalu senyum dari bibir Ayyash yang tak henti melantunkan hamdalah.

Di depan Ayesha, Ayyash tampak begitu bahagia, karena tiga hari, sebelum tugas itu dilaksanakan, ia berhasil menemukan pengantinnya. Seorang bidadari dalam perjuangan yang ia hormati, dan kagumi kekuatan mental maupun fisiknya. Ya, Ayesha.

Mereka masih bertatapan. Saling menyunggingkan senyum. Ayesha yang
Wajahnya masih sering bersemu dadu, tampak sangat cantik di mata Ayyash.

Pengantinnya, bidadarinya…..kata-kata itu diulangnya berkali-kali dalam hati. Namun betapapun cantiknya Ayesha, Ayyash tak hendak melanggar janji yang ditekadkan jauh dalam sanubarinya.
“Ayesha…..saya tak menginginkanmu, bukan karena saya tak menghormatimu.”

Senyum Ayesha surut. Matanya yang gemintang menatap Ayyas tak berkedip, menunggu kelanjutan kalimat lelaki itu. Ini malam pertama mereka, dan setelah ini, tak akan ada malam-malam lain. Besok selepas waktu dhuha,lelaki itu akan menemukan penggal akhir hidupnya, menemui kekasih sejati.

Allah Rabbul Izzati. Tak layakkah Ayesha memberikan yang terbaik baginya ?
Bagi ia yang akan menjelang syahid ?

Pendar di mata Ayesha luluh. Ayyash mendongakkan dagunya, tangannya yang lain menggenggam jari-jari panjang Ayesha, seakan mengerti isi hati istrinya.

“Saya mencintaimu, Ayesha. Dan saya meridhai semua yang telah dan akan Ayesha lakukan selama kebersamaan ini dan setelah saya pergi. Saya percaya dan berdoa, Allah akan memberimu seorang suami yang lebih baik, selepas kepergian saya.”

Ayesha tersenyum. Menyembunyikan hatinya yang masih gemuruh. Seandainya ia bisa menceritakannya pada Ayyash. Tapi ia tak sanggup. “Tak apa. Saya mengerti.” Cuma itu yang bisa dikatakannya pada Ayyash.

Suasana sekitar hening. Langit tanpa bulan tak mempengaruhi kebahagiaan di hati Ayyash. Bulan, baginya, malam ini telah menjelma pada kerelaan dan keikhlasan istrinya.

“Saya ingin, Ayesha bisa mendapatkan yang terbaik.” Lelaki itu melanjutkan kalimatnya. “Dan karenanya saya merasa wajib menjaga kehormatanmu. Kita bicara saja, ya ? Ceritakan sesuatu yang saya tak tahu, Ayesha.”

Ayesha menatap mata Ayyash, lagi. Disana ia bisa melihat kegarangan dan keteduhan melebur satu. Sambil ia berpikir keras apa yang bisa ia ceritakan pada lelaki itu ? Tak lama dari bibir wanita itu meluncur cerita-cerita lucu tentang masa kecil mereka. Canda teman-teman mainnya, dan kegugupannya saat pertama berhadapan dengan Ayyash. Juga jari-jari tangannya yang berkeringat saat ia mencium tangan Ayyash pertama kali.

Betapa ia hampir terjatuh karena kram, akibat duduk terlalu lama, ketika mencoba bangun menyambut orang-orang yang datang menyalami mereka tadi pagi.

Di antara senyum dan derai tawa suaminya, Ayesha masih berpikir tentang lelaki yang duduk di hadapannya. Sungguh, ia ingin membahagiakan Ayyash,dengan cara apapun. Melihat kebahagiaan yang terpancar di wajah Ayyash,membuat Ayesha tak habis pikir. Kenapa kebahagiaan orang lain, bisa membuatnya begitu bahagia ? Tapi inilah kebahagiaan itu, bisiknya sesaat setelah mereka menyelesaikan sholat malam dan tilawah bersama. Kali pertama dan terakhir. Kebahagiaan bukan pada umurnya, tapi pada esensi kata bahagia. Dan Ayesha belum pernah sebahagia itu sebelumnya.

Mereka masih belum bosan menatap satu sama lain, dan berpegangan tangan.
Saat ia merebahkan diri di dada Ayyash setelah sholat subuh, lelaki itu tak menolak.
“Biarkan saya berbakti padamu, Ayyash”

Ia ingat Ayyash menundukkan wajah dalam, seperti berpikir keras, sebelum kemudian mengangguk dan menerimanya.

Beberapa jam lagi, Ayesha menghitung dalam hati. Kedua matanya memandangi wajah Ayyash yang pulas di depannya. Tinggal beberapa jam lagi, dan mereka akan tinggal kenangan. Dirinya dalam kenangan Ayyash, Ayyash dalam kenangan orang-orang sekitarnya.
Ketika fajar mulai menampakkan diri, Ayesha yang telah rapi, kembali menatap Ayyash yang tertidur pulas, mencium kening dan tangan lelaki itu, sebelum meninggalkan rumah dengan langkah pelan.

***

Ayyash terbangun oleh gedoran di pintu. Pukul setengah tujuh pagi. Kerumunan di depan rumahnya. pagi pertama pernikahan mereka. Ada apa ?

“Ayyash….istrimu, Ayesha.”
Ada titik air meruah di wajah ammah Ayesha. Lalu suara-suara gemang berdengung. Saling meningkahi, semua seperti tak sabar menyampaikan berita itu padanya.
“Setengah jam yang lalu, Ayyash. Ledakan…Ayesha yang melakukannya…”
“Gudang peluru itu. Bunyi…bagaimana kau bisa tak mendengar ?”
Ayyash merasa tubuhnya mengejang. Istrinya…..Ayesha mendahuluinya ?
Kepalan tangannya mengeras. Mengenang semua keceriaan dan kejenakaannya,serta upaya Ayesha membahagiakannya semalam. Jadi….Masya Allah !

Istrinya kini….benar-benar bidadari.
Pikiran itu menghapuskan rasa sedih yang sesaat tadi mencoba menguasai hatinya. meski senyum kehilangan belum lepas dari wajah lelaki itu, sewaktu ia undur diri, dari kerumunan di depan rumah.

Keramaian yang sama masih menantinya dengan sabar, ketika tak lama kemudian lelaki itu berkemas, lalu dengan ketenangan yang tak terusik, melangkahkan kakinya meninggalkan rumah.
Waktunya tinggal sebentar. Tentara Israel pasti akan melakukan patroli kemari, sesegera mungkin, setelah apa yang dilakukan Ayesha. Ia harus segera pergi. Ayyash mempercepat langkahnya. teman-temannya sudah menunggu di dalam jip terbuka yang membawa mereka berempat.

Sepanjang jalan, tak ada kata-kata. semua melarutkan diri dalam zikir dan memutihkan niatan. Opearsi hari ini rencananya akan menghancurkan salah satu pusat militer Israel di daerah perbatasan. Memimpin paling depan, langkah Ayyash sedikitpun tak digelayuti keraguan, saat diam-diam mereka menyusup. Allah memberinya bidadari, dan tak lama lagi, ia akan menyusulnya.
Pikiran bahagianya bicara. Ayyash tersenyum, mengaktifkan alat peledak yang meliliti badannya. Ini, untuk perjuangan…

Dan bumi yang terharu atas perjuangan anak-anaknya, pun meneteskan air mata.
Hujan pertama pagi itu, untuk Ayyash dan Ayesha.