Saturday 31 December 2011

~. NABI AYUB ADALAH ORANG YANG PALING SABAR (al-Shabir).~

Nabi Ayub diuji oleh Allah SWT dengan penyakit aneh. Sekujur tubuhnya membusuk. Bukan hanya itu, luka di sekujur tubuhnya dikerumuni belatung. Akibatnya, ia dikucilkan oleh oleh masyarakat, termasuk oleh istri yang selama ini mendampinginya. Ia dibuang jauh diluar perkampungan, disebuah pegunungan. Ia hidup dalam sebuah gua yang gelap dan sepi. Didalam gua, Nabi Ayub menghabiskan waktunya seorang diri. Didalam kesendiriannya inilah, Nabi Ayub pernah bersumpah di dalam dirinya, 'seandainya Allah memberikan kesembuhan niscaya akan aku cambuk istriku karena sikapnya yang tega membuang dirinya ditempat yang sepi..

Suatu ketika ia termenung dan memandangi belatung yang sedang menggerogoti tubuhnya. Ia tiba-tiba berubah pandangan terhadap belatung-belatung yang menggerogoti tubuhnya. Ia menjadikan belatung-belatung tersebut sebagai temannya dan mengatakan, " Wahai para belatung sahabatku, makanlah sepuas-puasnya dagingku karena kalian semua sudah menjadi sahabatku.. Kalau hari-hari yang lampau kalian kuanggap musuhku, kemana-mana aku mencari tabib untuk memusnahkan kalian, maka sekarang satu-satunya yang bersedia menemaniku dikegelapan malam didalam gua ini hanyalah kalian. Semua orang, termasuk anggota keluargaku, membuang aku di tempat yang jauh ini.."

Konon belatung yang terjatuh pada saat ia beribadah diangkat lagi naik ke badannya. Begitu sayangnya Nabi Ayub terhadap belatung itu. Belatung-belatung itu seperti menjadi binatang kesayangannya.. Kalau dahulu gigitan belatung itu menyakitkan, kini ia menyukai dan menyayangi belatung itu.. Ini menjadi pelajaran bahwa perubahan paradigma dan persepsi ternyata bisa mempengaruhi perasaan seseorang.. Dari rasa yang amat sakit menjadi berkurang rasa sakitnya, bahkan mungkin menjadi kenikmatan tersendiri..

Setelah sekian lama Allah SWT menguji Nabi Ayub, suatu ketika ia diperintahkan oleh Allah untuk melakukan sesuatu : " Hantamkanlah kakimu,, inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.''
(QS. Shad [38] :42).
Setelah Nabi Ayub memukulkan kakinya ketanah, tiba-tiba memancarkan aliran air yang jernih dan sejuk dari bekas tumit Nabi Ayub.
Nabi Ayub pun minum dan mandi dari air itu, dan tiba-tiba ia merasakan perubahan yang amat besar didalam dirinya. Ia tidak menyaksikan lagi luka didalam dirinya dan sahabat-sahabat belatungnya tiba-tiba menghilang entah kemana.. Bahkan, bekas-bekas luka pun tidak tampak pada diri Nabi Ayub. Ia lalu sembah sujud kepada Allah SWT dan bersyukur atas diakhirinya seluruh cobaan pada dirinya..

Peristiwa memancarkan air dari pukulan kaki Nabi Ayub mengingatkan kita pada Nabi Ismail yang juga melakukan hal yang sama, tiba-tiba keluar mata air yang kini menjadi sumur ZamZam. Hanya bedanya sumur ZamZam dirawat dengan baik, sedangkan sumur Nabi Ayub yang terletak sekitardua jam dari Kota Damaskus, dekat dari makam Imam al-Nawawi, pengarang kitab Riyadh al-Shalihin, tidak terurus dengan baik.. Kini sumur itu baru dipugar oleh seorang Kanada yang mengaku kakinya yang dulu korengan dan sulit sembuh, tiba-tiba sembuh setelah dicuci dengan air itu. Ia kembali ke Kota kecil ini untuk membangun tembok dan pagar di sekeliling sumur Nabi Ayub..

Ketika Nabi Ayub masuk kembali ke perkampungan di dalam kota dengan wajah tampan seperti semula, semua orang memujanya, termasuk istrinya. Nmun, karena sudah terlanjur bersumpah akan mencambuk istrinya kalau ia kembali sembuh. Ia diminta Allah SWT untuk menunaikan sumpahnya tanpa menimbulkan rasa sakit pada istrinya. ” Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Nabi Ayub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya) (QS. Shad [38] : 44).

Yang menarik untuk diperhatikan dari kisah ini ialah Allah SWT menyebut Nabi Ayub sebagai orang yang shabir, bukan mashabir atau shabur. Didalam Alquran ada tiga istilah yang sering digunakan Allah SWT, yaitu Shabir, Mashabir, dan Shabur.
Meskipun ketiga kata tersebut berasal dari akar kata yang sama (shabara), ketiga membentuk makna berbeda satu sama lain. Kata shabir menunjukkan kepada orang yang sabar, tetapi kesabarannya masih temporer, sewaktu-waktu masih bisa lepas kontrol sehingga kesabaran menjadi lenyap. Sedangkan kata mashabir berarti orang yangnsabar dan kesabarannya bersifat permanen. Kalau ada orang yang membatasi kesabaran dalam kurun waktu tertentu, seperti ungkapan '' Kesabaran kan punya batas.'' maka orang itu belum masuk kategori 'mashabir' sedangkan shabur hanya berlaku untuk Allah SWT. Karena itu, salah satu sifat Allah yang ditempatkan dalam asma yang terakhir ialah al-Shabur...

1 comment: