Showing posts with label KHALIFAH. Show all posts
Showing posts with label KHALIFAH. Show all posts

Sunday, 20 January 2013

Kesabaran Yang Luar Biasa


Bismillaahirrahmaanirrahiim..

Ibnu Hibban meriwayatkan di dalam kitab “Ats-Tsiqat” kisah ini. Dia adalah imam besar, Abu Qilabah Al-Jurmy Abdullah bin Yazid dan termasuk dari perawi-perawi yang meriwayatkan dari Anas bin malik. Dan yang meriwayatkan kisah ini adalah Abdullah bin Muhammad. Berikut kisahnya :

Saya keluar untuk menjaga perbatasan di Uraisy Mesir. Ketika aku berjalan, aku melewati sebuah perkemahan dan aku mendengar seseorang berdoa,

“Ya Allah, anugerahkan aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmatMu yang telah engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orangtuaku dan agar aku mengerjakan kebajikan yang Engkau ridloi. Dan masukkanlah aku dalam rahmatMu ke dalam golongan hamba-hambaMu yang shalih.” (QS. An-Naml: 19).

Aku melihat orang yang berdoa tersebut, ternyata ia sedang tertimpa musibah. Dia telah kehilangan kedua tangan dan kedua kakinya, matanya buta dan kurang pendengarannya. Beliau kehilangan anaknya, yang biasa membantunya berwudhu dan memberi makan…

Lalu aku mendatanginya dan berkata kepadanya, “Wahai hamba Allah, sungguh aku telah mendengar doamu tadi, ada apa gerangan?”

Kemudian orang tersebut berkata, “Wahai hamba Allah. Demi Allah, seandainya Allah mengirim gunung-gunung dan membinasakanku dan laut-laut menenggelamkanku, tidak ada yang melebihi nikmat Tuhanku daripada lisan yang berdzikir ini.” Kemudian dia berkata, “Sungguh, sudah tiga hari ini aku kehilangan anakku. Apakah engkau bersedia mencarinya untukku? (Anaknya inilah yang biasa membantunya berwudhu dan memberi makan)

Maka aku berkata kepadanya, “Demi Allah, tidaklah ada yang lebih utama bagi seseorang yang berusaha memenuhi kebutuhan orang lain, kecuali memenuhi kebutuhanmu.” Kemudian, aku meninggalkannya untuk mencari anaknya. Tidak jauh setelah berjalan, aku melihat tulang-tulang berserakan di antara bukit pasir. Dan ternyata anaknya telah dimangsa binatang buas. Lalu aku berhenti dan berkata dalam hati, “Bagaimana caraku kembali kepada temanku, dan apa yang akan aku katakan padanya dengan kejadian ini? Aku mulai berpikir. Maka, aku teringat kisah Nabi Ayyub ‘alaihis salam.

Setelah aku kembali, aku memberi salam kepadanya.

Dia berkata, “Bukankah engkau temanku?”

Aku katakan, “Benar.”

Dia bertanya lagi, “Apa yang selama ini dikerjakan anakku?”

Aku berkata, “Apakah engkau ingat kisah Nabi Ayyub?”

Dia menjawab, “Ya.”

Aku berkata, “Apa yang Allah perbuat dengannya?”

Dia berkata, “Allah menguji dirinya dan hartanya.”

Aku katakan, ”Bagaimana dia menyikapinya?”

Dia berkata, “Ayyub bersabar.”

Aku katakan, “Apakah Allah mengujinya cukup dengan itu?”

Dia menjawab, “Bahkan kerabat yang dekat dan yang jauh menolak dan meninggalkannya.”

Lalu aku berkata, “Bagaimana dia menyikapinya?”

Dia berkata, “Dia tetap sabar. Wahai hamba Allah, sebenarnya apa yang engkau inginkan?”

Lalu aku berkata, “Anakmu telah meninggal, aku mendapatkannya telah dimangsa binatang buas di antara bukit pasir.”

Dia berkata, “Segala puji bagi Allah yang tidak menciptakan dariku keturunan yang dapat menjerumuskan ke neraka.”

Lalu dia menarik nafas sekali dan ruhnya keluar.

Aku duduk dalam keadaan bingung apa yang kulakukan, jika aku tinggalkan, dia akan dimangsa binatang buas. Jika aku tetap berada disampingnya, aku tidak dapat berbuat apa-apa. Ketika dalam keadaan tersebut, tiba-tiba ada segerombolan perampok mendatangiku.

Para perampok itu berkata, “Apa yang terjadi?” Maka aku ceritakan apa yang telah terjadi. Mereka berkata, “Bukakan wajahnya kepada kami!” Maka aku membuka wajahnya, lalu mereka memiringkannya dan mendekatinya seraya berkata, “Demi Allah, Ayahku sebagai tebusannya, aku menahan mataku dari yang diharamkan Allah dan demi Allah, ayahku sebagai tebusannya, tubuh orang ini menunjukkan bahwa dia adalah orang yang sabar dalam menghadapi musibah.”

Lalu kami memandikannya, mengafaninya dan menguburnya. Kemudian, aku kembali ke perbatasan. Lalu, aku tidur dan aku melihatnya dalam mimpi, beliau kondisinya sehat. Aku berkata kepadanya, “Bukankah engkau sahabatku?” Dia berkata,” Benar.” Aku berkata, “Apa yang Allah lakukan terhadapmu?” Dia berkata, “Allah telah memasukkanku ke dalam surga dan berkata kepadaku, ‘Keselamatan atasmu berkat kesabaranmu.’” (QS. Ar-Ra’d: 24). “Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28).

Dari ceramah Syaikh Abu Ishaq Al-Huwainy yang berjudul Jannatu Ridha fit Taslim Lima Qadarallah wa Qadha
Sumber Artikel.KisahMuslim

Sunday, 29 January 2012

Khaulah Binti Tsa’labah (Wanita Yang Aduannya Didengar Allah Dari Langit Ketujuh)


Beliau adalah Khaulah binti Tsa`labah bin Ashram bin Fahar bin Tsa`labah Ghanam bin ‘Auf. Beliau tumbuh sebagai wanita yang fasih dan pandai. Beliau dinikahi oleh Aus bin Shamit bin Qais, saudara dari Ubadah bin Shamit r.a yang beliau menyertai perang Badar dan perang Uhud dan mengikuti seluruh perperangan yang disertai Rasulullah saw. Dengan Aus inilah beliau melahirkan anak laki-laki yang bernama Rabi`.

Khaulah binti Tsa`labah mendapati suaminya Aus bin Shamit dalam masalah yang membuat Aus marah, dia berkata, “Bagiku engkau ini seperti punggung ibuku.”

Kemudian Aus keluar setelah mengatakan kalimat tersebut dan duduk bersama orang-orang beberapa lama lalu dia masuk dan menginginkan Khaulah. Akan tetapi kesadaran hati dan kehalusan perasaan Khaulah membuatnya menolak hingga jelas hukum Allah terhadap kejadian yang baru pertama kali terjadi dalam sejarah Islam. Khaulah berkata, “Tidak…jangan! Demi yang jiwa Khaulah berada di tangan-Nya, engkau tidak boleh menjamahku karena engkau telah mengatakan sesuatu yang telah engkau ucapkankan terhadapku sehingga Allah dan Rasul-Nya lah yang memutuskan hukum tentang peristiwa yang menimpa kita."

Kemudian Khaulah keluar menemui Rasulullah saw, lalu dia duduk di hadapan beliau dan menceritakan peristiwa yang menimpa dirinya dengan suaminya. Keperluannya adalah untuk meminta fatwa dan berdialog dengan nabi tentang urusan tersebut. Rasulullah saw bersabda, “Kami belum pernah mendapatkan perintah berkenaan urusanmu tersebut… aku tidak melihat melainkan engkau sudah haram baginya.”

Wanita mukminah ini mengulangi perkatannya dan menjelaskan kepada Rasulullah saw apa yang menimpa dirinya dan anaknya jika dia harus cerai dengan suaminya, namun rasulullah saw tetap menjawab, “Aku tidak melihat melainkan engkau telah haram baginya”.

Sesudah itu wanita mukminah ini senantiasa mengangkat kedua tangannya ke langit sedangkan di hatinya tersimpan kesedihan dan kesusahan. Pada kedua matanya nampak meneteskan air mata dan semacam ada penyesalan, maka beliau menghadap kepada Yang tiada akan rugi siapapun yang berdoa kepada-Nya. Beliau berdo’a, “Ya Allah sesungguhnya aku mengadu kepada-Mu tentang peristiwa yang menimpa diriku”.
Alangkah bagusnya seorang wanita mukminah semacam Khaulah, beliau berdiri di hadapan Rasulullah saw dan berdialog untuk meminta fatwa, adapun istighatsah dan mengadu tidak ditujukan melainkan untuk Allah Ta`ala. Ini adalah bukti kejernihan iman dan tauhidnya yang telah dipelajari oleh para sahabat kepada Rasulullah saw.

Tiada henti-hentinya wanita ini berdo`a sehingga suatu ketika Rasulullah saw pingsan sebagaimana biasanya beliau pingsan tatkala menerima wahyu. Kemudian setelah Rasulullah saw sadar kembali, beliau bersabda, “Wahai Khaulah, sungguh Allah telah menurunkan al-Qur`an tentang ditimu dan suamimu kemudian beliau membaca firman-Nya (artinya), “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkatan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan [halnya] kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat,…sampai firman Allah: “dan bagi oranr-orang kafir ada siksaan yang pedih.”(Al Mujadalah:1-4)

Kemudian Rasulullah saw menjelaskan kepada Khaulah tentang kafarat (tebusan) Zhihar:

Nabi : Perintahkan kepadanya (suami Khansa`) untuk memerdekan seorang budak

Khaulah : Ya Rasulullah dia tidak memiliki seorang budak yang bisa dia merdekakan.

Nabi : Jika demikian perintahkan kepadanya untuk shaum dua bulan berturut-turut

Khaulah : Demi Allah dia adalah laki-laki yang tidak kuat melakukan shaum.

Nabi : Perintahkan kepadanya memberi makan dari kurma sebanyak 60 orang miskin

Khaulah : Demi Allah ya Rasulullah dia tidak memilikinya.

Nabi : Aku bantu dengan separuhnya

Khaulah : Aku bantu separuhnya yang lain wahai Rasulullah.

Nabi : Engkau benar dan baik maka pergilah dan sedekahkanlah kurma itu sebagai kafarat baginya, kemudian bergaulah dengan anak pamanmu itu secara baik.” Maka Khaulah pun melaksanakannya.


Inilah kisah seorang wanita yang mengajukan gugatan kepada pemimpin anak Adam a.s yang mengandung banyak pelajaran di dalamnya dan banyak hal yang menjadikan seorang wanita yang mengangkat kepalanya tinggi-tinggi dengan bangga dan perasaan mulia dan besar perhatian Islam terhadapnya.

Ummul mukminin Aisyah ra berkata tentang hal ini, “Segala puji bagi Allah yang Maha luas pendengaran-Nya terhadap semua suara, telah datang seorang wanita yang mengajukan gugatan kepada Rasulullah saw, dia berbincang-bincang dengan Rasulullah saw sementara aku berada di samping rumah dan tidak mendengar apa yang dia katakan, maka kemudian Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat, “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkatan wanita yang memajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya dan mengadukan (halnya) kepada Allah…” (Al-Mujadalah: 1)

Inilah wanita mukminah yang dididik oleh Islam yang menghentikan Khalifah Umar bin Khaththab r.a saat berjalan untuk memberikan wejangan dan nasehat kepadanya. Beliau berkata, “Wahai Umar aku telah mengenalmu sejak namamu dahulu masih Umair (Umar kecil) tatkala engkau berada di pasar Ukazh engkau mengembala kambing dengan tongkatmu, kemudian berlalulah hari demi hari sehingga memiliki nama Amirul Mukminin, maka bertakwalah kepada Allah perihal rakyatmu, ketahuilah barangsiapa yang takut akan siksa Allah maka yang jauh akan menjadi dekat dengannya dan barangsiapa yang takut mati maka dia kan takut kehilangan dan barangsiapa yang yakin akan adanya hisab maka dia takut terhadap Adzab Allah.” Beliau katakan hal itu sementara Umar Amirul Mukminin berdiri sambil menundukkan kepalanya dan mendengar perkataannya.

Akan tetapi al-Jarud al-Abdi yang menyertai Umar bin Khaththab tidak tahan mengatakan kepada Khaulah, “Engkau telah berbicara banyak kepada Amirul Mukminin wahai wanita.!” Umar kemudian menegurnya, “Biarkan dia…tahukah kamu siapakah dia? Beliau adalah Khaulah yang Allah mendengarkan perkataannya dari langit yang ketujuh, maka Umar lebih berhak untuk mendengarkan perkataannya. “

Dalam riwayat lain Umar bin Khaththab berkata, “Demi Allah seandainya beliau tidak menyudahi nasehatnya kepadaku hingga malam hari maka aku tidak akan menyudahinya sehingga beliau selesaikan apa yang dia kehendaki, kecuali jika telah datang waktu shalat maka aku akan mengerjakan shalat kemudian kembali mendengarkannya sehingga selesai keperluannya.”


(SUMBER: buku Mengenal Shahabiah Nabi SAW., karya Mahmud Mahdi al-Istanbuly dan Musthafa Abu an-Nashar asy-Syalaby, h.242-246, penerbit AT-TIBYAN)

Read more: http://arrahmah.com/read/2009/06/18/4670-khaulah-binti-tsa.html#ixzz1kjWK2Qc1

Monday, 2 January 2012

Umar Mereformasi Kebijakan Bani Umayyah



Oleh : Hafidz AbdurrahmanUmar bin Abdul Aziz memang mempunyai pandangan yang berbeda dengan kebanyakan penguasa Bani Umayyah dalam meluruskan kebengkokan, baik dalam politik domestik maupun luar negeri. Bahkan, dalam kehidupan pribadinya ketika menjadi khalifah.Ketika penguasa Bani Umayyah sebelumnya mengambil sikap bermusuhan dengan lawan politiknya, maka Khalifah Umar bin Abdul Aziz justru membuka diri dan merangkul lawan-lawan politik Bani Umayyah, seperti kelompok Syiah dan Khawarij. Semuanya itu tak lain untuk menurunkan ketegangan politik yang diwariskan secara turun temurun oleh Bani Umayyah.Khalifah Umar, misalnya, menghentikan kebiasaan Bani Umayyah menyerang Sayyidina Ali di mimbar-mimbar masjid, sebagaimana kebiasaan penguasa Bani Umayyah. Dengan kebijakannya itu, para pendukung Sayyidina Ali, Yang menamakan dirinya Syiah, merasa tidak terusik. Sedangkan terhadap kaum Khawarij, Khalifah Umar banyak melakukan rekonsiliasi dengan membuka pintu dialog dan argumentasi, sebagaimana yang dilakukannya dengan Syaudzab bin al-Hakam,  tokoh Khawarij.


Selain itu, ia membangun toleransi antar umat beragama dan tanpa menghilangkan peranan negara dalam mengimplementasikan Islam dengan sempurna, termasuk kepada mereka, sebagai metode praktis untuk mengajak mereka memeluk Islam.Di antara kebijakannya, Umar banyak memberikan bantuan keuangan kepada orang-orang Kristen, sebagaimana yang dilakukannya terhadap seorang pastor, yang diberinya 1000 Dinar. Ia juga menginstruksikan kepada para walinya untuk mengajak ahli dzimmah yang di wilayahnya untuk memeluk Islam. Khalifah agung ini pun pernah menulis Surat kepada Raja Bizantium, Luis III, untuk mengajaknya masuk Islam. Hasil dari kebijakannya itu, banyak penduduk yang tinggal di wilayah Wara Nahar yang memeluk Islam, termasuk banyak penguasa Sind dan Punjab di India yang memenuhi seruannya. 


Di Maroko, Khalifah Umar mengirim para fuqaha untuk mengajarkan Islam kepada kaum Barbar, sehingga bangsa Barbar itu pun mayoritas memeluk Islam.Selain kebijakan yang radikal ini, Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga memulai reformasi birokrasi, yang sangat dipengaruhi oleh pemikiran reformatifnya. Yang paling menonjol adalah kecepatan birokrasinya dalam melayani urusan publik, sehingga tidak ada satu urusan yang ditangguhkan untuk diselesaikan hari berikutnya.Tidak hanya itu, ia pun memilih orang yang terbaik dan layak untuk mengurus urusan administrasi dan birokrasi. 


Tidak hanya itu, ia juga terus-menerus mengontrol dan mengevaluasi mereka. Antara lain, Khalifah Umar memberhentikan murid dan pengikut al-Hajjaj bin Yusuf, Yang dikenal kejam, dari seluruh urusan birokrasi dan administrasi.Khalifah Umar bin Abdul Aziz telah berhasil membuktikan bahwa cara satu-satunya untuk menyelesaikan berbagai persoalan, termasuk konflik horizontal, adalah dengan kembali kepada akidah Islam, kemudian meleburkan masyarakat dalam masyarakat Islam Yang dibangun berdasarkan akidah ini. 
Tanpa ada diskriminasi hak dan kewajiban di antara mereka. Ini dirasakan oleh kaum Kristen, Yahudi maupun Majusi yang baru masuk Islam. Mereka terbebas dari jizyah, maupun kharaj, serta mendapatkan hak dan kewajiban yang sama, sebagaimana kaum Muslim yang lain.

Sahabat yang Mengubah Batu Menjadi Emas


Siapa tak mengenal Abdurrahman bin Auf? Salah satu dari 10 sahabat yang dijamin mendapatkan surga. Bahkan semua Muslim pada masa sulit seperti sekarang tentu lebih menginginkan menjadi sepertinya dan berusaha mengikuti jejaknya sebagai kontribusi dalam Islam. Beliau pernah menyumbangkan separuh hartanya ditambah 40.000 dinar, 500 kuda dan 500 unta dalam satu waktu, dan menyumbangkan 50.000 dinar fii sabilillah ketika meninggal, dan lebih banyak lagi yang beliau sumbangkan tatkala masih hidup.Abdurrahman bin Auf adalah ikon Muslim salih dan kaya. Kombinasi yang tampaknya sulit kita temukan pada abad-abad terakhir. Tapi sulit bukan berarti mustahil. Kita hanya perlu sedikit demi sedikit mempelajari kisahnya dan berharap bisa lebih ‘salih dan kaya’ setiap harinya.Ketika Rasulullah memerintahkan hijrah menuju Madinah, Abdurrahman bin Auf adalah salah satu shahabat yang berhijrah tanpa harta, karena beliau lebih memilih Allah serta Rasul-Nya dibanding harta melimpah yang selama ini dia usahakan di Makkah.Begitu sampai di Madinah, Rasulullah saw mempersaudarakan Abdurrahman bin Auf dengan saudagar paling kaya di kota itu, Sa’ad bin Rabi’. Saking bahagianya, Sa’ad bin Rabi’ yang telah mendengar kehebatan Abdurrahman dalam berdagang langsung memperlihatkan semua tokonya pada Abdurrahman, lalu meminta Abdurrahman memilih separuhnya. Tidak hanya itu, Abdurrahman bahkan diminta memilih salah satu dari istri sahabatnya Sa’ad bin Rabi’ yang paling disukainya. Subhanallah, inilah persahabatan dalam Islam.Namun Abdurrahman menjawabnya “Semoga Allah memberkahi hartamu dan keluargamu, aku tidak memerlukan semua itu. Akan tetapi, tunjukkanlah aku dimana pasar supaya aku dapat berdagang disitu”Sa’ad bin Rabi’ pun menunjukannya letak pasar. Dan dalam waktu dekat perniagaannya berkembang dan menikahi seorang Muslimah dengan mahar emas seberat biji kurma. Tidak hanya itu, dia menjadi orang yang paling kaya di Madinah setelahnya.Dari sini ada beberapa pelajaran yang bisa kita tarik.1. Abdurrahman bin Auf menunjukkan kepada kita bahwa modal harta itu penting, tapi modal mental lebih penting. Mental kaya lebih penting daripada kaya. Abdurrahman memulai dari nol dan mampu mengumpulkan kekayaan lebih banyak karena dia memiliki mental kaya. Mental kaya ini misalnya selalu mau memberi bukan menerima, siap dengan kerasnya usaha, tangguh, bersungguh-sungguh dalam usaha dan meyakini keberhasilan usahanya. Ini tergambar dari perkataannya “Seandainya aku membalik sebuah batu, maka aku akan menemukan emas atau perak”2. Selain mental kaya, Abdurrahman juga memahami secara mendalam seluk beluk perdagangan secara teknis. Abdurrahman tidak hanya memiliki mental saja, tapi dia juga menguasai pasar. Sesampainya di Madinah, Abdurrahman dikisahkan mendatangkan minyak samin dan keju dari wilayah lain untuk dijual di Madinah. Artinya beliau paham betul masalah supplier dan jalur distribusi, networking, marketing, dan tentunya selling.3. Belajar dari Abdurrahman bin Auf yang lain, beliau meniatkan semua hartanya untuk diinfakkan di jalan Allah semaksimal mungkin. Pada saat perang Tabuk beliau menginfakkan 200 uqiyah emas dari hartanya ( 1 uqiyah emas = 29,75 gram emas), sehingga Umar mengkhawatirkan apakah Abdurrahman menyisakan untuk keluarganya. Saat ditanya Rasulullah perkara uang yang dia tinggalkan untuk keluarganya, beliau menjawab “Mereka kutinggalkan lebih banyak dan lebih baik daripada yang kusumbangkan.” Rasul melanjutkan pertanyaannya “Berapa?” Maka Abdurrahman menjawab: “Sebanyak rezeki, kebaikan, dan pahala yang dijanjikan Allah.”Siapa yang membantu agama Allah, Allah akan membantunya. Siapa yang memberi pinjaman kepada Allah, akan dilipatgandakan. Begitulah Abdurrahman yang bertambah kaya karena menginfakkan hartanya fii sabilillah. Simak perkayaan Allah dalam hal ini:مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَSiapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan (TQS Al-Baqarah [2]: 245)4. Yang terakhir, Abdurrahman adalah ksatria Islam yang istimewa, dan termasuk diantara sahabat yang mampu secara maksimal berjuang dengan harta dan jiwanya. Mungkin kita mengetahui beliau senang menginfakkan hartanya di jalan Allah. Tapi sedikit yang mengetahui bahwa Abdurrahman juga maju ke medan perang. Dia tidak menganggap bahwa harta adalah pengganti dirinya untuk maju ke medan perang. Dia memperjuangkan surga Allah dengan harta dan jiwa. Dan Allah menggantinya lebih banyak lagi. Sederhananya, dia menjadikan hartanya sebagai wasilah (perantara) ibadah, bukannya sebagai tujuanWalhasil, beginilah profil pengusaha Muslim yang layak dinanti. Yang siap mengorbankan seluruh harta dan jiwanya di jalan Allah. Mungkin sulit, tapi bukan berarti mustahil. Yang ada saat ini, orang yang memiliki harta merasa bisa mengganti maksiat mereka dengan infak harta. Atau sebaliknya, merasa perjuangannya cukup dengan jiwa saja tapi pelit mengeluarkan harta. Semoga Allah segera mengenalkan kita profil-profil Abdurrahman bin Auf pada zaman kita, sehingga kebangkitan Islam semakin dekat. Semoga.Ditulis oleh @felixsiauw dalam rangka menyambut Muslim Entrepreneur Forum 2012, yang rencananya akan diselenggarakan pada 26 Januari 2012 yang akan datang di Gedung Smesco, Jakarta

Abu Bakar Ash-Shiddiq (632-634 M) Sang Pembela Rasulullah



Abu Bakar termasuk pelopor kaum Muslimin pertama, As-Sabiqunal Awwalun, para pendahulu. Ia adalah orang yang memercayai Rasulullah di saat banyak orang menganggap beliau gila. Abu Bakar termasuk orang yang siap mengorbankan nyawanya, di saat banyak orang hendak membunuh Rasulullah.Nama awal Abu Bakar adalah Abdullah bin Abu Quhafah. Dalam lembaran sejarah disebutkan nama ayahnya adalah Abu Quhafah. Ini pun bukan nama sebenarnya. Utsman bin Amir demikian nama lain dari Abu Quhafah. Abu Bakar lahir pada 573 Masehi, lebih muda sekitar tiga tahun dari Nabi Muhammad.Sebelum masuk Islam, ia dipanggil dengan sebutan Abdul Ka’bah. Ada cerita menarik tentang nama ini. Ummul Khair, ibunda Abu Bakar sebelumnya beberapa kali melahirkan anak laki-laki. Namun setiap kali melahirkan anak laki-laki, setiap kali pula mereka meninggal. Sampai kemudian ia bernazar akan memberikan anak laki-lakinya yang hidup untuk mengabdi pad Ka’bah. Dan lahirlah Abu Bakar.Setelah Abu Bakar lahir dan besar ia diberi nama lain; Atiq. Nama ini diambil dari nama lain Ka’bah, Baitul Atiq yang berarti rumah purba. Setelah masuk Islam, Rasulullah memanggilnya dengan sebutan Abdullah. Nama Abu Bakar sendiri konon berasal dari predikat pelopor dalam Islam. Bakar berarti dini atau awal.Suatu hari Abu Bakar ingin berangkat berdagang ke wilayah Thaif bersama rekan bisnisnya, Hakim bin Hizam—keponakan Khadijah. Tiba-tiba sesorang datang menemuinya. Orang itu berkata kepada Hakim, “Bibimu Khadijah mengaku suaminya menjadi nabi sebagaimana Musa. Ia sungguh telah mengabaikan tuhan-tuhan.”Selanjutnya Abu Bakar berpikir. Ia orang yang paling mengerti tentang Muhammad Saw. Sebelum sesuatu terjadi, ia harus menemui beliau untuk memastikan berita tersebut. Setelah itu barulah ia akan menentukan sikap.Abu Bakar mendatangi Rasulullah Saw. Ia berusaha mengingat kembali semua kisah tentang sahabatnya itu. Ia yakin, sahabatnya tidaklah seperti orang-orang Quraisy kebanyakan. Sahabatnya bukanlah orang yang mengagungkan berhala-berhala yang disembah oleh orang-orang Quraisy. Di masa mudanya tidak ada sifat kekanak-kanakan seperti halnya pemuda-pemuda Quraisy dan ia mempunyai kebiasaan yang sangat berbeda dengan kaumnya. Setiap tahun, ia menyendiri di Gua Hira selama sebulan penuh.Semua gambaran dan bayangan itu bergelayut dalam ingatan Abu Bakar. Ia mempercepat langkah untuk segera mengetahui kebenaran dari mulut sahabatnya langsung. Lalu muncul dalam ingatan Abu Bakar tentang keberkahan yang dialami kaum Bani Sa’ad saat Halimah As-Sa’diyah mengambil beliau dalam susuannya menuju kampungnya. Abu Bakar juga mengingat ulang pembicaraan Bukhaira, seorang pendeta yang mengingatkan paman beliau Abu Thalib dari tipu daya Yahudi apabila mereka mengetahui tentang anak kecil yang dibawanya.Akhirnya Abu Bakar sampai juga di rumah Muhammad Saw. Ia masuk menemui sahabatnya dan langsung bertanya, “Apa yang sebenarnya terjadi dengan berita yang telah aku dengar tentangmu? Apakah engkau mengira kaummu mengakui kebenaran yang engkau katakan?”“Wahai Abu Bakar, maukah engkau kuceritakan sesuatu, apabila engkau rela aku akan terima, namun jika tidak suka maka aku akan menyimpannya,” jawab Muhammad.Abu Bakar menjawab, “Ini telingaku, silakan katakan.”Nabi Saw membacakan beberapa ayat Al-Qur’an kepada Abu Bakar. Beliau juga menceritakan kepadanya tentang wahyu yang turun dan peristiwa di Gua Hira yang beliau alami. Jiwa Abu Bakar telah siap memercayainya, karena kemudahan yang Allah berikan kepadanya dengan pertemanan dan ketulusan pengenalan.Tanpa ragu, belum sampai Rasulullah Saw menyelesaikan ceritanya, Abu Bakar berbisik lirih, “Aku bersaksi bahwa engkau orang yang jujur. Apa yang engkau serukan adalah kebenaran. Sesungguhnya ini adalah kalam Allah.”Setelah itu, ia menemui Hakim bin Hizam dan berkata, “Wahai Abu Khalid, kembalikanlah uangku, aku telah menemukan bersama Muhammad bin Abdullah sesuatu yang lebih menguntungkan daripada perniagaan bersamamu.” Abu Bakar mengambil hartanya dan berlalu.Rasulullah bukan tanpa alasan memilih Abu Bakar menjadi orang kedua setelah dirinya. Suatu hari Rasulullah pernah mengabarkan tentang keutamaan sahabat sekaligus mertua beliau ini. “Tak seorang pun yang pernah kuajak masuk Islam yang tidak tersendat-sendat dengan begitu ragu dan berhati-hati kecuali Abu Bakar. Ia tidak menunggu-nunggu atau ragu-ragu ketika kusampaikan hal ini,” sabda Rasulullah Saw.Hal ini pula yang menyebabkan ia dilantik dengan gelar Ash-Shiddiq di belakang namanya. Abu Bakar memang selalu membenarkan Rasulullah tanpa sedikit pun keraguan. Pada peristiwa Isra’ Mikraj, Abu Bakar adalah orang pertama yang percaya saat Rasulullah menyampaikan hal itu. Tanpa setitik pun ada kebimbangan di benaknya.Abu Bakar memulai misi mulia dalam menyerukan agama Allah, sehingga berkat tangannya, Allah memberikan hidayah-Nya kepada generasi pertama Islam (As-Sabiqunal Awwalun), di mana dengan kesabaran dan kesungguhan mereka membangun Islam.Ia mulai menyebarkan Islam kepada orang-orang di kaumnya yang ia percayai, orang yang berteman dan duduk bersamanya. Sehingga banyak sekali yang masuk Islam karenanya seperti Zubair bin Awwam, Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Sa’ad bin Abi Waqqash dan Abdurrahman bin Auf. Mereka ini berangkat menemui Rasulullah ditemani Abu Bakar. Lalu beliau menawarkan Islam kepada mereka, membacakan Al-Qur'an, menjelaskan kebenaran Islam, hingga mereka beriman.Betapa mulianya Abu Bakar Ash-Shiddiq yang telah mengislamkan lima dari sepuluh sahabat Nabi yang dijamin masuk surga. Umar berkata, “Abu Bakar adalah junjungan kami dan telah memerdekakan junjungan kami, yakni Bilal.”Ibnu Umar berkata, “Dahulu kami melakukan pemilihan kepada orang-orang pada zaman Nabi Saw masih hidup siapakah yang terbaik, maka kami memilih Abu Bakar dan kemudian Umar bin Khatab dan kemudian Utsman bin Affan.” (HR Bukhari)Abu Bakar hanya sebentar memegang kendali pemerintahan Islam setelah Rasulullah. Hari itu ia berniat untuk mandi. Udara amat dingin mencekam. Suhu tubuhnya tiba-tiba memanas. Karena merasa janjinya dengan Allah sudah dekat, Abu Bakar ingin menetapkan pengganti setelahnya.Ia meminta Abdurrahman bin Auf untuk datang. Ketika ditanyakan tentang pribadi Umar bin Khatab, Abdurrahman menjawab, “Ya, Umar lebih tepat, tetapi ia terlalu keras.”“Ia keras karena melihatku lunak. Kalau urusan ini sudah berada di tangannya, ia akan lunak,” kata Abu Bakar.Setelah itu, Abu Bakar memanggil beberapa sahabat lainnya, baik dari kaum Anshar maupun Muhajirin. Semua setuju untuk mengangkat Umar sebagai pengganti Abu Bakar. Setelah semuanya bubar, Abu Bakar meminta Utsman bin Affan untuk menulis apa yang didiktekannya. Abu Bakar berkata, “TuliskanBismillahirrahmanirrahim. Inilah janji yang diminta Abu Bakar kepada umat Islam...” tiba-tiba Abu Bakar pingsan.Namun Utsman meneruskan tulisannya: “Sesungguhnya aku mengangkat Umar bin Khatab sebagai penggantiku atas kalian dan aku tidak mengabaikan kebaikan untuk kalian...”Abu Bakar sadar kembali, lalu meminta Ustman membacakan apa yang dia tulis. Mendengar apa yang dibaca Utsman, Abu Bakar bertakbir. “Engkau menghawatirkan tadi aku akan meninggal sehingga engkau khawatir umat akan berselisih (kalau tidak ada nama yang tertulis)?” tanya Abu Bakar.Utsman mengiyakan. Panas Abu Bakar kian meningkat. Pada Senin 22 Jumadil Akhir 13 Hijriyah Abu Bakar wafat. Pada detik-detik terakhir hidupnya, Abu Bakar sempat menuliskan menuliskan sebuah wasiat yang diabadikan sejarah.Demikian isinya: “Bismillahirrahmanirrahim. Inilah pesan Abu Bakar bin Abu Quhafah pada akhir hayatnya dengan keluarnya dari dunia ini, untuk memasuki akhirat dan tinggal di sana. Di tempat ini orang kafir akan percaya, orang durjana akan yakin, dan orang yang berdusta akan membenarkan. Aku menunjuk penggantiku yang akan memimpin kalian adalah Umar bin Khatab.Patuhi dan taati dia. Aku tidak mengabaikan segala yang baik sebagai kewajibanku kepada Allah, kepada Rasulullah, kepada agama, kepada diriku, dan kepada kamu sekalian. Kalau dia berlaku adil, itulah harapanku, dan itu pula yang kuketahui tentang dia. Tetapi kalau dia berubah, maka setiap orang akan memetik hasil dari perbuatannya sendiri. Yang kuhendaki ialah setiap yang terbaik dan aku tidak mengetahui segala yang gaib. Dan orang yang zalim akan mengetahui perubahan yang mereka alami.”Semoga Allah menempatkannya pada sisi yang terbaik. Amin.