Tuesday 5 July 2011

SUAMI ITU PAKAIAN TUK ISTRINYA DAN ISTRI ITU PAKAIAN TUK SUAMI NYA BGITU JUGA DGN PASANGAN KITA

Istri merupakan pakaian untuk suaminya. Suami merupakan pakaian untuk istrinya. Begitukah? Ya, begitulah adanya! Allah menciptakan manusia dari seorang laki-laki dan perempuan (Q.S. 49: 13) agar saling mengenal dan akhirnya saling membantu serta saling melengkapi. Mari kita simak firman Allah berikut ini!
“… Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka…”(Q.S. Al-Baqarah [2]: 187) 
Mengapa Suami Istri dikatakan sebagai pakaian? Apa rahasia di balik itu? Apa fungsi pakaian dalam ajaran Islam?
Pakaian (sandang) merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia di samping makanan (pangan) dan tempat tinggal (papan). Selain berfungsi menutup tubuh, pakaian juga dapat merupakan pernyataan lambang status seseorang dalam masyarakat. Sebab berpakaian ternyata merupakan perwujudan dari sifat dasar manusia yang mempunyai rasa malu sehingga berusaha selalu menutupi tubuhnya.
Dalam ajaran Islam, pakaian bukan semata-mata masalah budaya dan mode. Islam menetapkan batasan-batasan tertentu untuklaki-laki maupun perempuan. Adapun berdasarkan firman llah di dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl [16]: 81 dan Surat Al-A’raf [7]: 26-, pakaian itu mempunyai tiga fungsi utama yaitu:
  1. Sebagai penutup aurat.
  2. Sebagai perhiasan. Maksudnya adalah sebagai perhiasan untuk memperindah penampilan di hadapan Allah dan sesama manusia. Sebagai perhiasan, seseorang bebas merancang dan membuat bentuk atau mode serta warna pakaian yang dianggap indah, menarik, serta menyenangkan, selama tidak melanggar batas-batas yang telah ditentukan.
  3. Sebagai pelindung tubuh dari hal-hal yang merusak, seperti panas, dingin, angin kencang, sengatan matahari dan sebagainya.


Jika demikian, ketika seorang istri dikatakan sebagai pakaian untuk suaminya, dan seorang suami merupakan pakaian untuk istrinya, maka:
  1. Sorang istri harus mampu menjaga kehormatan suaminya, menutupi aibnya, merahasiakan kelemahannya agar dihormati oleh orang lain. Cukuplah ia yang mengetahui kekurangan apa pun yang ada pada diri suaminya. Begitupun seorang suami terhadap istrinya harus mampu melakukan hal yang sama. Mengapa harus demikian? Ada peribahasa mengatakan “Bagai menepuk air di dulang, menciprat ke wajah pula”. Menjelek-jelekkan suami atau istri di hadapan orang lain, akibatnya akan mengenai diri sendiri pula. Ia sendiri yang akan merasakan malunya. Menghinakan suami atau istri di hadapan orang lain, maka diri sendirilah yang akan dipandang sebelah mata (hina) di hadapan orang-orang itu.
  2. Seorang istri harus menjadi pelengkap untuk suaminya, menjadikannya tampak memesona, indah, sempurna. Begitupun seorang suami harus menjadi pelengkap untuk istrinya, menjadikannya tampak memesona, indah, sempurna. Istri harus tampak menawan di mata suaminya. Suami harus menawan bagi istrinya. Kehidupan suami-istri harus menjadi pemandangan indah buat orang-orang sekitarnya, mampu menjadi motivasi untuk membangun keluarga sakinah yang penuh mawaddah dan rahmah.
  3. Seorang suami harus menjadi benteng untuk istrinya, sebesar apa pun ancaman yang datang dari luar yang akan membahayakan istrinya, maka suami harus menjadi pelindungnya. Tidak boleh ada seorang pun yang mengganggu istrinya. Begitupun seorang istri harus menjadi benteng buat suaminya. Jangan sampai suaminya terserang penyakit manusiawi yang menggerogoti kehidupannya. Sumai dan istri harus saling menjaga, baik lahir maupun batin.
Itulah salah satu tujuan dua insan melakukan pernikahan, untuk menciptakan ketenangan, keamanan, dan kedamaian lahir maupun batin.

No comments:

Post a Comment