Thursday 8 October 2020

Tidak ada Sakit yang tiada Obatnya Kecuali...

 Bismillahirrohmaanirrohiim...

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sejumlah hadits memastikan bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya. Jika pun ada penyakit yang tak terobati sampai sekarang, bisa jadi lantaran belum ada ahli yang bisa menemukan obatnya.

Diriwayatkan dalam Hadits Muslim, Rasulullah SAW bersabda:

لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ، فَإِذَا أُصِيْبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللهِ

“Semua penyakit ada obatnya. Apabila sesuai antara obat dan penyakitnya, maka (penyakit) akan sembuh dengan izin Allah SWT.”

Disebutkan dalam hadits shahih riwayat Imam Bukhari, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَا أَنْزَلَ اللهُ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً

Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia juga menurunkan penawarnya.” (HR Bukhari).

 

Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan,

ﻭﺍﺳﺘﺜﻨﺎﺀ ﺍﻟﻤﻮﺕ ﻓﻲ ﺣﺪﻳﺚ ﺃﺳﺎﻣﺔ ﺑﻦ ﺷﺮﻳﻚ ﻭﺍﺿﺢ، ﻭﻟﻌﻞ ﺍﻟﺘﻘﺪﻳﺮ ﺇﻻ ﺩﺍﺀ ﺍﻟﻤﻮﺕ، ﺃﻱ ﺍﻟﻤﺮﺽ ﺍﻟﺬﻱ ﻗﺪﺭ ﻋﻠﻰ ﺻﺎﺣﺒﻪ ﺍﻟﻤﻮﺕ

“Pengecualian dengan kematian (pada riwayat lainnya) hadits Usamah bin Syuraik adalah sudah jelas maksudnya. Dikecualikan dengan kematian yaitu penyakit yang Allah Ta’ala takdirkan baginya yang mengantarkan pada kematian.” [Fathul Bari Hal. 57, Kitabut Thibb]



Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/45309-setiap-penyakit-ada-obat-bagaimana-dengan-aids-hiv.html

Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan,

ﻭﺍﺳﺘﺜﻨﺎﺀ ﺍﻟﻤﻮﺕ ﻓﻲ ﺣﺪﻳﺚ ﺃﺳﺎﻣﺔ ﺑﻦ ﺷﺮﻳﻚ ﻭﺍﺿﺢ، ﻭﻟﻌﻞ ﺍﻟﺘﻘﺪﻳﺮ ﺇﻻ ﺩﺍﺀ ﺍﻟﻤﻮﺕ، ﺃﻱ ﺍﻟﻤﺮﺽ ﺍﻟﺬﻱ ﻗﺪﺭ ﻋﻠﻰ ﺻﺎﺣﺒﻪ ﺍﻟﻤﻮﺕ

“Pengecualian dengan kematian (pada riwayat lainnya) hadits Usamah bin Syuraik adalah sudah jelas maksudnya. Dikecualikan dengan kematian yaitu penyakit yang Allah Ta’ala



Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/45309-setiap-penyakit-ada-obat-bagaimana-dengan-aids-hiv.html

 

Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan,

ﻭﺍﺳﺘﺜﻨﺎﺀ ﺍﻟﻤﻮﺕ ﻓﻲ ﺣﺪﻳﺚ ﺃﺳﺎﻣﺔ ﺑﻦ ﺷﺮﻳﻚ ﻭﺍﺿﺢ، ﻭﻟﻌﻞ ﺍﻟﺘﻘﺪﻳﺮ ﺇﻻ ﺩﺍﺀ ﺍﻟﻤﻮﺕ، ﺃﻱ ﺍﻟﻤﺮﺽ ﺍﻟﺬﻱ ﻗﺪﺭ ﻋﻠﻰ ﺻﺎﺣﺒﻪ ﺍﻟﻤﻮﺕ

“Pengecualian dengan kematian (pada riwayat lainnya) hadits Usamah bin Syuraik adalah sudah jelas maksudnya. Dikecualikan dengan kematian yaitu penyakit yang Allah Ta’ala takdirkan baginya yang mengantarkan pada kematian.” [Fathul Bari Hal. 57, Kitabut Thibb]



Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/45309-setiap-penyakit-ada-obat-bagaimana-dengan-aids-hiv.html

 

Wednesday 23 May 2018

LARANGAN MENEBANG POHON BIDARA

Diriwayatkan dari Aisyah r.a, ia berkata, "Rasulullah saw. pernah bersabda,  "Sesunggunnya orang yang menebang pohon bidara akan dituang api neraka di kepalanya'," (Shahih, HR al-Baihaqi [IV/117]).

Diriwayatkan dari Muawiyah bin Haidah r.a, ia berkata, "Rasulullah saw. pernah bersabda,  "'Allah akan menuangkan (air panas) ke atas kepala penebang pohon bidara di dalam neraka'," (HR al-Baihaqi [VI/141]).

Kandungan Bab:

Haram hukumnya menebang pohon bidara. Para ulama berselisih pendapat tentang larangan menebang pohon bidara kepada beberapa pendapat: Abu Dawud berkata, "Hadits ini cukup ringkas. Artinya barangsiapa menebang pohon bidara yang tumbuh di padang pasir tempat berteduh para musafir dan hewan ternak, tanpa ada kemaslahatan sedikitpun maka Allah akan menuangkan air panas ke atas kepalanya di neraka nanti."Ath-Thahawi berpendapat, "Bahwa hadits ini mansukh, sebab Urwah bin az-Zubair salah seorang perawi hadits ini pernah menebang pohon bidara untuk diolah menjadi beberapa pintu," (lihat Musykilul Aatsaar [VII/427]).

Diriwayatkan dari Hasan bin Ibrahim, ia berkata, 'Aku pernah bertanya kepada Hisyam bin Urwah tentang hukum menebang pohon bidara. Pada saati itu ia sedang bersandar pada kayu milik Urwah dan berakta, 'Tidakkah engkau perhatikan pintu-pintu dan kusen-kusen ini?' Pintu dan kusen ini terbuat dari pohon bidara milik Urwah. Dahulu Urwah menebang pohon tersebut yang tumbuh di tanahnya dan berkata, 'Tidak mengapa menebang pohon bidara'," (HR Abu Dawud [5241]).

Ath-Thahawi berkata, "urwah seorang yang jujur dan memiliki ilmu yang dalam tidak mungkin meninggalkan hadits yang ia ketahui shahih dari Nabi saw, kemudian mengamalkan sesuatu yang bertentangan dengan hadits tersebut, kecuali jika memang demikian hukumnya. Jadi jelaslah apa yang kita sebutkan tadi bahwa hadits ini sudah dimansukhkan." 

Maka larangan tersebut adalah pohon bidara yang tumbuh di tanah haram. Pendapat ini dipegang oleh as-Suyuti dalam kitab Raf'ul Khudr'an Qat'is Sidr (II/57). Ia berkata, "Menurutku makna yang terkuat adalah larangan menebang pohon sidr yang ada di tanah haram sebagaimana yang tercantum dalam riwayat ath-Thabrani."

Syaikh kami menyetujui pendapat as-Suyuthi tersebut di dalam kitabnya Silsilah al-Ahaadits ash-Shahiihah (II/177).

Saya katakan, "Dalam riwayat ath-Thabrani di dalam al-Ausath (2441) pada hadits Abdullah bin Hubasyi, 'Yakni pohon bidara yang tumbuh di tanah haram.' Tambahan ini dishahihkan oleh syaikh kami dalam Silsilah al-Ahaadits ash-Shahiihah (614). Oleh karena itu mengartikan hadits seperti yang tercantum dalam riwayat tambahan tersebut lebih dikedepankan. Adapun pernyataan mansukh adalah pernyataan yang keliru.
Sebab yang dijadikan hujjah adalah hadits yang diriwayatkan Urwah bukan pendapat atau hasil ijtihadnya. Kemudian dianalogikan dengan pohon bidara yang tumbuh di padang pasir tempat berteduhnya para musafir dan binatang ternak, Allahu A'lam."

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi'i, 2006), hlm. 3/308-309.

Suami Mudah Tersinggung dan Suka Marah

Pertanyaan:

Saya seorang muslimah. Saya dan suami sudah 3 tahun lebih membina rumah tangga, tetapi entah mengapa dalam keluarga kami hampir tiap hari ada pertengkaran. Hanya dengan persoalan kecil suami saya marah. Suami saya tidak punya pekerjaan dan selama ini saya yang menghadapi keluarga saya. Suami saya suka marah, bila dinasihati sering tersinggung. Kadang kalau marah dia memukul. Dia juga benci dengan saudara-saudara dan keluarga saya. Saya dilarang bergaul dengan kemenakan saya yang laki-laki yang baru kelas 1 SMP. Kadang saya berpikir mau minta diceraikan olehnya, tetapi saya malu kepada teman-teman juga anak saya yang masih kecil. Namun, kadang saya tidak sanggup lagi harus mengeluarkan air mata tiap hari. Apa yang mesti saya dan suami saya lakukan?

Jawaban:

Saudariku harus menyadari bahwa hidup ini penuh dengan cobaan, ada kalanya istri dimusuhi oleh suami, dan begitu pula sebaiknya, ada kalanya suami dimusuhi istri. Kita harus bersabar dan saling menasihati, karena Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوّاً لَّكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِن تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka. Dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (merek) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. At-Taghabun: 14)

Inilah kehidupan pasutri di dunia, bahkan seseorang yang tidak menikah sekalipun pasti mendapat ujian (dari Allah Subhanahu wa Ta’ala) di dunia ini.

Hendaklah Saudari mencari penyebab kemarahan suami Saudari. Boleh jadi istri yang salah. Kalau demikian, usahakan bisa menghindari penyebabnya. Jika memang watak suami pemarah, nasihati dia bila memungkinkan. Jika tidak, maka mintalah bantuan mertua atau orangtuanya, barangkali dia mau sadar.

Mohonlah kepada Allah agar keluarga diberi hidayah, karena waktu itu waktu mustajabahnya  (terkabulnya doa), bacalah doa yang tercantum di dalam surat al-Furqan: 74 dan doa lainnya.

Jika suami tidak bekerja, carilah penyebabnya. Boleh jadi dia sakit atau tidak bisa bekerja, tentu tidak sama keadaannya bila dia mampu tetapi malas bekerja. Ajalah dia untuk bermusyawarah dengan Saudari, orangtua, atau mertua.

Adapun dia membenci keluarga istri, alangkah baiknya bila dicari terlebih dahulu penyebabnya. Boleh jadi sikap suami benar, misalnya karena keluarga kurang baik akhlaknya, suka berbicara usil, atau bukan ahli ibadah. Jika demikian kondisinya, maka keluarga Saudari hendaklah dinasihati, dan suami diminta agar bersabar. Jika suami yang salah, maka nasihati dia dengan lembut, bahwa kita umat Islam wajib menjalin hubungan keluarga dengan baik.

Bila dia melarang Saudari bertemu dengan kemenakan Saudari maka harus ditaati karena dia punya hak untuk melarang istrinya bertemu dengan orang yang tidak disukainya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

وَ اسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوْجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللهِ وَلَكُمْ عَلَيْهِنَّ أَنْ لاَ يُوْطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا تَكْرَهُوْنَهُ فَعَلْنَ ذَلِكَ فَاضْرِبُوْهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ

Dan kamu menghalalkan farji wanita itu dengan kalimat Allah, dan kamu punya hak dari istri untuk tidak memasukkan seorang pun yang kamu benci, di tempat tidur. Jika mereka melanggarnya maka pukullah mereka tanpa merusak badannya.” (HR. Muslim, 6/245)

Bila suami suka memukul tanpa sebab atau karena perkara yang kecil, bacakan kepadanya hadits di bawah ini dengan kata-kata yang lembut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَعْمِدُ أَحَدُكُمْ فَيَجْلِدُ امْرَأَتَهُ جَلْدَ الْعَبْدِ فَلَعَلَّهُ يُضَاجِعُهَا مِنْ آخِرِ يَوْمِهِ

Salah seorang di antara kalian memarahi istrinya, lalu memukul istrinya seperti memukul budaknya, boleh jadi dia akan mengumpulinya pada malam harinya.” (HR. Al-Bukhari, 15/288)

Suami yang arif tentu tidak berbuat demikian, bagaimana mungkin dia marah dan memukul lalu mengumpuli istrinya?

Saudari tergolong orang yang baru menikah, banyak masalah yang dihadapi, masing-masing ingin dituruti kemauannya, padahal tidak mungkin berdamai bila salah satu anggota pasutri tidak mengalah. Mengalah untuk kebaikan yang bukan melanggar agama termasuk amal baik, misalnya memenuhi permintaan suami pada saat dia “membutuhkan” walaupun istri kurang “berselera”, dan masih banyak usaha yang bisa memadamkan atau mengurangi kemarahan suami.

Sebaiknya Saudari tidak minta cerai terlebih dahulu, karena perceraian belum tentu menyelesaikan perkara. Ingat, hidup penuh dengan ujian. Jika hal di atas sudah diupayakan dan tetap saja suami punya sifat yang jelek yang merugikan istri dan keluarga, maka istri boleh saja meminta cerai, tentunya apabila sudah ditimbang maslahat dan madharatnya setelah perceraian terjadi.

Sumber: Majalah Mawaddah, Edisi 11, Tahun 1, Jumadil Ula–Jumadil Tsaniyah 1429 H (Juni 2008).
(Dengan beberapa pengubahan tata bahasa oleh redaksi www.konsultasisyariah.com)

Read more https://konsultasisyariah.com/3531-suamiku-mudah-tersinggung-dan-sering-marah.html

Wednesday 7 June 2017

Apakah Sikat Gigi Pake Odol Membatalkan Puasa?


TANYA: Apa hukumnya sikat gigi pake odol selama berpuasa? Apakah membatalkan puasa?

JAWAB: Menyikat gigi dengan pasta/odol dalam keadaan berpuasa, hukumnya mubah (boleh). Tidak ada larangan dan tidak termasuk dalam perkara yang membatalkan puasa. Namun, hati-hati saja, jangan sampai odolnya atau airnya tertelan.


Jika sampai odol atau airnya ditelan dengan sengaja, itu baru membatalkan puasa. Rasulullah Saw sangat menganjurkan umatnya sikat gigi, terutama ketika hendak shalat.
“Andaikan tidak memberatkan umatku, niscaya perintahkan mereka untuk gosok gigi setiap hendak shalat.” (HR. Bukhari)
“Bersiwak (sikat gigi) bisa membersihkan mulut dan mendatangkan ridha Allah.” (HR. Nasa’i)

Hadits-hadits tentang anjuran sikat gigi di atas berlaku dalam setiap keadaan, tidak ada pengecualian, sehingga keumuman hadits mencakup orang yang puasa dan orang yang tidak puasa.

Ulama asal Arab Saudi, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz , pernah ditanya, “Apakah seseorang yang berpuasa boleh menggunakan pasta gigi padahal dia sedang berpuasa di siang hari?”

Ia menjawab, “Melakukan seperti itu tidaklah mengapa selama tetap menjaga sesuatu agar tidak tertelan di kerongkongan. Sebagaimana pula dibolehkan bersiwak bagi orang yang berpuasa baik di pagi hari atau sore harinya.” (Fatwa Ramadhan).

Pertanyaan yang serupa juga pernah disampaikan kepada Syaikh Muhammad bin Shalih al- Utsaimin, “Apa hukum menggunakan pasta gigi bagi orang yang berpuasa di siang hari bulan Ramadan?”
Ia menjawab, penggunaan pasta gigi bagi orang yang sedang berpuasa tidaklah mengapa (boleh) jika pasta gigi tersebut tidak sampai masuk ke dalam tubuhnya (tidak sampai ia telan). Akan tetapi, yang lebih utama adalah tidak menggunakannya, karena pada pasta gigi terdapat rasa yang begitu kuat yang bisa jadi masuk ke dalam perut seseorang tanpa dia sadari."

Dengan demikian, jelaslah, sikat gigi pake odol di siang hari selama puasa, tidak membatalkan puasa dengan ketentuan sebagaimana dijelaskan di atas. Wallahu a'lam bish-shawabi. (http://www.risalahislam.com).*




Wednesday 8 March 2017

Penyakit Hati Sombong, Iri, dan Dengki dan Cara Mengobatinya

Hati (bahasa Arab Qalbu) adalah bagian yang sangat penting daripada manusia. Jika hati kita baik, maka baik pula seluruh amal kita:
Rasulullah saw. bersabda, “….Bahwa dalam diri setiap manusia terdapat segumpal daging, apabila ia baik maka baik pula seluruh amalnya, dan apabila ia itu rusak maka rusak pula seluruh perbuatannya. Gumpalan daging itu adalah hati.” (HR Imam Al-Bukhari)

Sebaliknya, orang yang dalam hatinya ada penyakit, sulit menerima kebenaran dan akan mati dalam keadaan kafir.

“Orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya yang telah ada dan mereka mati dalam keadaan kafir.” [At Taubah 125]

Oleh karena itu penyakit hati jauh lebih berbahaya daripada penyakit fisik karena bisa mengakibatkan kesengsaraan di neraka yang abadi.
Kita perlu mengenal beberapa penyakit hati yang berbahaya serta bagaimana cara menyembuhkannya.

Sombong
Sering orang karena jabatan, kekayaan, atau pun kepintaran akhirnya menjadi sombong dan menganggap rendah orang lain. Bahkan Fir’aun yang takabbur sampai-sampai menganggap rendah Allah dan menganggap dirinya sebagai Tuhan. Kenyataannya Fir’aun adalah manusia yang akhirnya bisa mati karena tenggelam di laut.

Allah melarang kita untuk menjadi sombong:
“Janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” [Al Israa’ 37]
“Janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia karena sombong dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” [Luqman 18]

Allah menyediakan neraka jahannam bagi orang yang sombong:
“Masuklah kamu ke pintu-pintu neraka Jahannam, sedang kamu kekal di dalamnya. Maka itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang sombong .” [Al Mu’min 76]

Kita tidak boleh sombong karena saat kita lahir kita tidak punya kekuasaan apa-apa. Kita tidak punya kekayaan apa-apa. Bahkan pakaian pun tidak. Kecerdasan pun kita tidak punya. Namun karena kasih-sayang orang tua-lah kita akhirnya jadi dewasa.
Begitu pula saat kita mati, segala jabatan dan kekayaan kita lepas dari kita. Kita dikubur dalam lubang yang sempit dengan pakaian seadanya yang nanti akan lapuk dimakan zaman.
Imam Al Ghazali dalam kitab Ihya’ “Uluumuddiin menyatakan bahwa manusia janganlah sombong karena sesungguhnya manusia diciptakan dari air mani yang hina dan dari tempat yang sama dengan tempat keluarnya kotoran.

Bukankah Allah mengatakan pada kita bahwa kita diciptakan dari air mani yang hina:
“Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina?” [Al Mursalaat 20]

Saat hidup pun kita membawa beberapa kilogram kotoran di badan kita. Jadi bagaimana mungkin kita masih bersikap sombong?

‘Ujub (Kagum akan diri sendiri)
Ini mirip dengan sombong. Kita merasa bangga atau kagum akan diri kita sendiri. Padahal seharusnya kita tahu bahwa semua nikmat yang kita dapat itu berasal dari Allah.
Jika kita mendapat keberhasilan atau pujian dari orang, janganlah ‘ujub. Sebaliknya ucapkan “Alhamdulillah” karena segala puji itu hanya untuk Allah.

Iri dan Dengki
Allah melarang kita iri pada yang lain karena rezeki yang mereka dapat itu sesuai dengan usaha mereka dan juga sudah jadi ketentuan Allah.
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” [An Nisaa’ 32]

Iri hanya boleh dalam 2 hal. Yaitu dalam hal bersedekah dan ilmu.
Tidak ada iri hati kecuali terhadap dua perkara, yakni seorang yang diberi Allah harta lalu dia belanjakan pada jalan yang benar, dan seorang diberi Allah ilmu dan kebijaksaan lalu dia melaksanakan dan mengajarkannya. (HR. Bukhari) [HR Bukhari]

Jika kita mengagumi milik orang lain, agar terhindar dari iri hendaknya mendoakan agar yang bersangkutan dilimpahi berkah.
Apabila seorang melihat dirinya, harta miliknya atau saudaranya sesuatu yang menarik hatinya (dikaguminya) maka hendaklah dia mendoakannya dengan limpahan barokah. Sesungguhnya pengaruh iri adalah benar. (HR. Abu Ya’la)

Dengki lebih parah dari iri. Orang yang dengki ini merasa susah jika melihat orang lain senang. Dan merasa senang jika orang lain susah. Tak jarang dia berusaha mencelakakan orang yang dia dengki baik dengan lisan, tulisan, atau pun perbuatan. Oleh karena itu Allah menyuruh kita berlindung dari kejahatan orang yang dengki:
“Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki.” [Al Falaq 5]
Kedengkian bisa menghancurkan pahala-pahala kita.

Waspadalah terhadap hasud (iri dan dengki), sesungguhnya hasud mengikis pahala-pahala sebagaimana api memakan kayu. (HR. Abu Dawud)