Friday 25 February 2011

CINTA ADALAH FITRAH YANG SUCI

Cinta seorang laki-laki kepada wanita dan cinta wanita kepada laki-laki adalah perasaan yang manusiawi yang bersumber dari fitrah yang diciptakan Allah SWT di dalam jiwa manusia , yaitu kecenderungan kepada lawan jenisnya ketika telah mencapai kematangan pikiran dan fisiknya.

"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri , supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya , dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih sayang .Sesungguhnya pada yang demikian itu benar- benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (Ar Rum ayat 21)

Cinta pada dasarnya adalah bukanlah sesuatu yang kotor , karena kekotoran dan kesucian tergantung dari bingkainya. Ada bingkai yang suci dan halal dan ada bingkai yang kotor dan haram

Cinta mengandung segala makna kasih sayang , keharmonisan , penghargaan dan kerinduan , disamping mengandung persiapan untuk menempuh kehiduapan dikala suka dan duka , lapang dan sempit.

Cinta bukanlah hanya sebuah ketertarikan secara fisik saja. Ketertarikan secara fisik hanyalah permulaan cinta bukan puncaknya.Dan sudah fitrah manusia untuk menyukai keindahan.Tapi disamping keindahan bentuk dan rupa harus disertai keindahan kepribadian dengan akhlak yang baik.

Islam adalah agama fitrah karena itulah islam tidaklah membelenggu perasaan manusia.Islam tidaklah mengingkari perasaan cinta yang tumbuh pada diri seorang manusia .Akan tetapi islam mengajarkan pada manusia untuk menjaga perasaan cinta itu dijaga , dirawat dan dilindungi dari segala kehinaan dan apa saja yang mengotorinya.

Islam mebersihkan dan mengarahkan perasaan cinta dan mengajarkan bahwa sebelum dilaksanakan akad nikah harus bersih dari persentuhan yang haram.

PERNIKAHAN TEMPAT BERMUARANYA CINTA

"Tidak terlihat diantara dua orang yang saling mencintai (sesuatu yang sangat menyenangkan) seperti pernikahan" (Sunan Ibnu Majah)

Pernikahan dalam islam merupakan sebuah kewajiban bagi yang mampu.Dan bagi insan manusia yang saling menyintai pernikahan seharusnyalah menjadi tujuan utama mereka.



Karena itulah percintaan yang tidak mengarah kepada pernikahan bahkan disertai hal-hal yang diharamkan agama sangat tidak disarankan oleh islam.Cinta dalam pandangan islam bukanlah hanya sebuah ketertarikan secara fisik , dan bukan pula pembenaran terhadap perilaku yang dilarang agama.Karena hal ini bukanlah cinta melainkan sebuah lompatan birahi yang besar saja yang akan segera pupus.Karena itu cinta memerlukan kematangan dan kedewasaan untuk membahagiakan pasangannya bukan menyengsarakannya dan bukan juga menjerumuskannya ke jurang maksiat.



Nikahnya Wanita Hamil Karena Zina

Apakah sah pernikahan seorang wanita yang hamil karena zina dengan laki-laki yang berzina dengannya atau dengan selain laki-laki yang berzina dengannya?

Jawab:

Permasalahan ini berkaitan dengan dengan pernikahan seorang laki-laki dengan wanita yang hamil karena zina baik itu dengan laki-laki yang menzinainya atau dengan selain laki-laki yang menzinainya, maka permasalahan ini mengandung hal-hal sebagai berikut ini, pertama, bagi wanita yang berzina ini Allah Azza wa Jalla berfirman (yang artinya):

“Laki-laki yang berzina itu tidak menikahi KECUALI wanita yang berzina atau wanita musyrikah. Dan wanita yang berzina itu tidak dinikahi kecuali oleh laki-laki yang berzina atau seorang laki-laki yang musyrik dan yang demikian itu diharamkan bagi orang-orang beriman.” (Surat An-Nuur: 3)

Apabila kita membaca ayat yang mulia ini yang Allah akhiri ayat ini dengan: “…yang demikian itu diharamkan bagi orang-orang beriman”, maka kita bisa simpulkan dari hal ini satu hukum, yaitu HARAMNYA menikahi wanita berzina dan HARAMNYA menikahkan laki-laki yang berzina.

Artinya seorang wanita yang berzina itu tidak boleh bagi orang lain yaitu bagi laki-laki lain untuk menikahinya dan bahwa seorang laki-laki yang berzina itu tidak boleh bagi seseorang untuk menikahkan anak perempuannya dengannya. Dan apabila kita mengetahui hal tersebut dan bahwa hal itu diharamkan bagi orang-orang yang beriman.

Maka sesungguhnya orang yang melakukan perbuatan yang keji ini kondisinya/keadaannya tidak terlepas dari keadaan orang yang mengetahui haramnya perbuatan tersebut namun ia tetap menikahi wanita itu dikarenakan dorongan hawa nafsu dan syahwatnya, maka pada saat seperti itu laki-laki yang menikahi wanita yang berzina itu juga tergolong sebagai seorang pezina sebab ia telah melakukan akad yang diharamkan yang ia meyakini keharamannya. Dari penjelasan ini jelaslah bagi kita tentang hukum haramnya menikahi wanita yang berzina dan tentang haramnya menikahkan laki-laki yang berzina.

Jadi, hukum asal dalam menikah itu seorang yang berzina itu tidak dinikahi kecuali oleh laki-laki yang berzina. Iya, ada perbedaan di antara para ulama yang memfatwakan, apabila seorang laki-laki berzina dengan seorang wanita dan laki-laki ini bermaksud untuk menikahi wanita tersebut, maka wajib bagi keduanya untuk bertaubat kepada Allah Azza wa Jalla. Kemudian hendaknya kedua orang tersebut melepaskan dirinya dari perbuatan yang keji ini dan ia bertaubat atas perbuatan keji yang telah dilakukannya dan bertekad untuk tidak kembali pada perbuatan itu serta melakukan amalan-amalan shalih. Dan apabila laki-laki tersebut berkeinginan untuk menikahi wanita itu, maka ia wajib untuk membiarkan wanita itu selama satu masa haid yaitu satu bulan, sebelum ia menikahi atau melakukan ada nikah dengannya.

Apabila kemudian wanita itu hamil, maka tidak boleh baginya untuk melakukan akad nikah kepadanya kecuali setelah wanita tersebut melahirkan anaknya. Hal ini berdasarkan larangan Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam, “… seseorang untuk menyiramkan airnya ke sawah atau ladang orang lain” dan ini adalah kiasan, yaitu menyiramkan maninya kepada anak dari kandungan orang lain. (Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam shahih Sunan Abu Dawud hadits no 2158)

Tanya jawab via telepon antara Ustadz Wildan di Batam dengan Syaikh Khalid di Madinah tanggal 17 Dzulhijah 1423 /19 Februari 2003

Sumber: Buletin dakwah Al Minhaj edisi 04 tahun 01
Dicopy dari www.ghuroba.blogsome.com

http://akhwat.web.id/muslimah-salafiyah/fatwa-ulama/nikahnya-wanita-hamil-karena-zina/
Nasab Anak Hasil Zina
http://www.facebook.com/#!/photo.php?fbid=190281911004163&set=a.171836322848722.38414.100000670667436&theater

Perempuan di Otak Lelaki

Kamu tau kenapa saya suka wanita itu pakai jilbab? Jawabannya sederhana, karena mata saya susah diajak kompromi. Bisa dibayangkan bagaimana saya harus mengontrol mata saya ini mulai dari keluar pintu rumah sampai kembali masuk rumah lagi. Dan kamu tau? Di kampus tempat saya seharian disana, kemana arah mata memandang selalu saja membuat mata saya terbelalak. Hanya dua arah yang bisa membuat saya tenang, mendongak ke atas langit atau menunduk ke tanah.

Melihat kedepan ada perempuan berlenggok dengan seutas "Tank Top", noleh ke kiri pemandangan "Pinggul terbuka", menghindar kekanan ada sajian "Celana ketat plus You Can See", balik ke belakang dihadang oleh "Dada menantang!" Astaghfirullah... kemana lagi mata ini harus memandang?

Kalau saya berbicara nafsu, ow jelas sekali saya suka. Kurang merangsang itu mah! Tapi sayang, saya tak ingin hidup ini dibaluti oleh nafsu. Saya juga butuh hidup dengan pemandangan yang membuat saya tenang. Saya ingin melihat wanita bukan sebagai objek pemuas mata. Tapi mereka adalah sosok yang anggun mempesona, kalau dipandang bikin sejuk di mata. Bukan paras yang membikin mata panas, membuat iman lepas ditarik oleh pikiran "ngeres" dan hatipun menjadi keras.

Andai wanita itu mengerti apa yang sedang dipikirkan oleh laki-laki ketika melihat mereka berpakaian seksi, saya yakin mereka tak mau tampil seperti itu lagi. Kecuali bagi mereka yang memang punya niat untuk menarik lelaki untuk memakai aset berharga yang mereka punya.

Istilah seksi kalau boleh saya definisikan berdasar kata dasarnya adalah penuh daya tarik seks. Kalau ada wanita yang dibilang seksi oleh para lelaki, janganlah berbangga hati dulu. Sebagai seorang manusia yang punya fitrah dihormati dan dihargai semestinya anda malu, karena penampilan seksi itu sudah membuat mata lelaki menelanjangi anda, membayangkan anda adalah objek syahwat dalam alam pikirannya. Berharap anda melakukan lebih seksi, lebih... dan lebih lagi. Dan anda tau apa kesimpulan yang ada dalam benak sang lelaki? Yaitunya: anda bisa diajak untuk begini dan begitu alias gampangan!

Mau tidak mau, sengaja ataupun tidak anda sudah membuat diri anda tidak dihargai dan dihormati oleh penampilan anda sendiri yang anda sajikan pada mata lelaki. Jika sesuatu yang buruk terjadi pada diri anda, apa itu dengan kata-kata yang nyeleneh, pelecehan seksual atau mungkin sampai pada perkosaan. Siapa yang semestinya disalahkan? Saya yakin anda menjawabnya "lelaki" bukan? Oh betapa tersiksanya menjadi seorang lelaki dijaman sekarang ini.

Kalau boleh saya ibaratkan, tak ada pembeli kalau tidak ada yang jual. Simpel saja, orang pasti akan beli kalau ada yang nawarin. Apalagi barang bagus itu gratis, wah pasti semua orang akan berebut untuk menerima. Nah apa bedanya dengan anda menawarkan penampilan seksi anda pada khalayak ramai, saya yakin siapa yang melihat ingin mencicipinya.

Begitulah seharian tadi saya harus menahan penyiksaan pada mata ini. Bukan pada hari ini saja, rata-rata setiap harinya. Saya ingin protes, tapi mau protes ke mana? Apakah saya harus menikmatinya? tapi saya sungguh takut dengan Zat yang memberi mata ini. Bagaimana nanti saya mempertanggungjawabkan nanti? sungguh dilema yang berkepanjangan dalam hidup saya.

Allah Taala telah berfirman: "Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya", yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita beriman "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya." (QS. An-Nuur : 30-31).

Jadi tak salah bukan kalau saya sering berdiam di ruangan kecil ini, duduk di depan komputer menyerap sekian juta elektron yang terpancar dari monitor, saya hanya ingin menahan pandangan mata ini. Biarlah mata saya ini rusak oleh radiasi monitor, daripada saya tak bisa pertanggung jawabkan nantinya. Jadi tak salah juga bukan? kalau saya paling malas diajak ke mall, jjs, kafe, dan semacam tempat yang selalu menyajikan keseksian.

Saya yakin, banyak laki-laki yang punya dilema seperti saya ini. Mungkin ada yang menikmati, tetapi sebagian besar ada yang takut dan bingung harus berbuat apa. Bagi anda para wanita apakah akan selalu bahkan semakin menyiksa kami sampai kami tak mampu lagi memikirkan mana yang baik dan mana yang buruk. Kemudian terpaksa mengambil kesimpulan menikmati pemadangan yang anda tayangkan?


So, berjilbablah ... karena itu sungguh nyaman, tentram, anggun, cantik, mempersona dan tentunya sejuk dimata.

Wednesday 16 February 2011

Hukum Onani

assalamu`alaikum warrohmatullahi wabarrrokatuh..
segala puji bagi Allah yg terlah memberi kita semua hidaya dan inayah-nya.
sholawat berseta salam kupanjatkan untuk baginda Nabi Muhammad saw..
berserta kaluarga beliu..dan shabat beliau..amiin,,?



Apa hukum onani/masturbasi bagi pria dan wanita?

Dijawab oleh: Al-Ustadz Abu Abdillah As Sarbini Al- Makassari
Permasalahan onani/masturbasi (istimna’) adalah permasalahan yang telah dibahas oleh para ulama. Onani adalah upaya mengeluarkan mani dengan menggunakan tangan atau yang lainnya. Hukum permasalahan ini ada rinciannya sebagai berikut:
1. Onani yang dilakukan dengan bantuan tangan/anggota tubuh lainnya dari istri atau budak wanita yang dimiliki. Jenis ini hukumnya halal, karena termasuk dalam keumuman bersenang-senang dengan istri atau budak wanita yang dihalalkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.1 Demikian pula hukumnya bagi wanita dengan tangan suami atau tuannya (jika ia berstatus sebagai budak, red.). Karena tidak ada perbedaan hukum antara laki-laki dan perempuan hingga tegak dalil yang membedakannya. Wallahu a’lam.

2. Onani yang dilakukan dengan tangan sendiri atau semacamnya. Jenis ini hukumnya haram bagi pria maupun wanita, serta merupakan perbuatan hina yang bertentangan dengan kemuliaan dan keutamaan. Pendapat ini adalah madzhab jumhur (mayoritas ulama), Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu, dan pendapat terkuat dalam madzhab Al-Imam Ahmad rahimahullahu. Pendapat ini yang difatwakan oleh Al-Lajnah Ad-Da’imah (yang diketuai oleh Asy-Syaikh Ibnu Baz), Al-Albani, Al-’Utsaimin, serta Muqbil Al-Wadi’i rahimahumullah. Dalilnya adalah keumuman firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ. إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ. فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ

“Dan orang-orang yang menjaga kemaluan-kemaluan mereka (dari hal-hal yang haram), kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak wanita yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka tidak tercela. Barangsiapa mencari kenikmatan selain itu, maka merekalah orang-orang yang melampaui batas.” (Al-Mu’minun: 5-7, juga dalam surat Al-Ma’arij: 29-31)
Perbuatan onani termasuk dalam keumuman mencari kenikmatan syahwat yang sifatnya melanggar batasan syariat yang dihalalkan, yaitu di luar kenikmatan suami-istri atau tuan dan budak wanitanya.
Sebagian ulama termasuk Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu berdalilkan dengan hadits ‘Abdillah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اْلبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian yang telah mampu menikah, maka menikahlah, karena pernikahan membuat pandangan dan kemaluan lebih terjaga. Barangsiapa belum mampu menikah, hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa merupakan obat yang akan meredakan syahwatnya.” (Muttafaq ‘alaih)
Al-’Utsaimin rahimahullahu berkata: “Sisi pendalilan dari hadits ini adalah perintah Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi yang tidak mampu menikah untuk berpuasa. Sebab, seandainya onani merupakan adat (perilaku) yang diperbolehkan tentulah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan membimbing yang tidak mampu menikah untuk melakukan onani, karena onani lebih ringan dan mudah untuk dilakukan ketimbang puasa.”
Apalagi onani sendiri akan menimbulkan mudharat yang merusak kesehatan pelakunya serta melemahkan kemampuan berhubungan suami-istri jika sudah berkeluarga, wallahul musta’an.2
Adapun hadits-hadits yang diriwayatkan dalam hal ini adalah hadits-hadits yang dha’if (lemah). Kelemahan hadits-hadits itu telah diterangkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu dalam At-Talkhish Al-Habir (no. 1666) dan Al-Albani dalam Irwa’ Al-Ghalil (no. 2401) serta As-Silsilah Adh-Dha’ifah (no. 319). Di antaranya hadits ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma:
سَبْعَةٌ لاَ يَنْظُرُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يُزَكِّيْهِمْ وَيَقُوْلُ: ادْخُلُوْا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِيْنَ: ... وَالنَّاكِحُ يَدَهُ .... الْحَدِيْثَ
“Ada tujuh golongan yang Allah tidak akan memandang kepada mereka pada hari kiamat, tidak akan membersihkan mereka (dari dosa-dosa) dan berkata kepada mereka: ‘Masuklah kalian ke dalam neraka bersama orang-orang yang masuk ke dalamnya!’ (di antaranya): … dan orang yang menikahi tangannya (melakukan onani/masturbasi) ….dst.” (HR. Ibnu Bisyran dalam Al-Amali, dalam sanadnya ada Abdullah bin Lahi’ah dan Abdurrahman bin Ziyad bin An’um Al-Ifriqi, keduanya dha’if [lemah] hafalannya)
Namun apakah diperbolehkan pada kondisi darurat, yaitu pada suatu kondisi di mana ia khawatir terhadap dirinya untuk terjerumus dalam perzinaan atau khawatir jatuh sakit jika air maninya tidak dikeluarkan? Ada khilaf pendapat dalam memandang masalah ini.
Jumhur ulama mengharamkan onani secara mutlak dan tidak memberi toleransi untuk melakukannya dengan alasan apapun. Karena seseorang wajib bersabar dari sesuatu yang haram. Apalagi ada solusi yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meredakan/meredam syahwat seseorang yang belum mampu menikah, yaitu berpuasa sebagaimana hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu di atas.
Sedangkan sekelompok sahabat, tabi’in, dan ulama termasuk Al-Imam Ahmad rahimahullahu memberi toleransi untuk melakukannya pada kondisi tersebut yang dianggap sebagai kondisi darurat.

3. Namun nampaknya pendapat ini harus diberi persyaratan seperti kata Al-Albani rahimahullahu dalam Tamamul Minnah (hal. 420-421): “Kami tidak mengatakan bolehnya onani bagi orang yang khawatir terjerumus dalam perzinaan, kecuali jika dia telah menempuh pengobatan Nabawi (yang diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam), yaitu sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kaum pemuda dalam hadits yang sudah dikenal yang memerintahkan mereka untuk menikah dan beliau bersabda:
فَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Maka barangsiapa belum mampu menikah hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa merupakan obat yang akan meredakan syahwatnya.”
Oleh karena itu, kami mengingkari dengan keras orang-orang yang memfatwakan kepada pemuda yang khawatir terjerumus dalam perzinaan untuk melakukan onani, tanpa memerintahkan kepada mereka untuk berpuasa.”
Dengan demikian, jelaslah kekeliruan pendapat Ibnu Hazm rahimahullahu dalam Al-Muhalla (no. 2303) dan sebagian fuqaha Hanabilah yang sekadar memakruhkan onani dengan alasan tidak ada dalil yang mengharamkannya, padahal bertentangan dengan kemuliaan akhlak dan keutamaan.
Yang lebih memprihatinkan adalah yang sampai pada tahap menekuninya sebagai adat/kebiasaan, untuk bernikmat-nikmat atau berfantasi/mengkhayalkan nikmatnya menggauli wanita. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata dalam Majmu’ Al-Fatawa (10/574): “Adapun melakukan onani untuk bernikmat-nikmat dengannya, menekuninya sebagai adat, atau untuk mengingat-ngingat (nikmatnya menggauli seorang wanita) dengan cara mengkhayalkan seorang wanita yang sedang digaulinya saat melakukan onani, maka yang seperti ini seluruhnya haram. Al-Imam Ahmad rahimahullahu mengharamkannya, demikian pula yang selain beliau.” Wallahu a’lam.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membimbing para pemuda dan pemudi umat ini untuk menjaga diri mereka dari hal-hal yang haram dan hina serta merusak akhlak dan kemuliaan mereka. Amin.
Washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi washahbihi wasallam, walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Apakah pelaku onani/masturbasi mendapat dosa seperti orang yang berzina?
Penetapan kadar dan sifat dosa yang didapatkan oleh seorang pelaku maksiat, apakah sifatnya dosa besar atau dosa kecil harus berdasarkan dalil syar’i. Perbuatan zina merupakan dosa besar yang pelakunya terkena hukum hadd. Nash-nash tentang hal itu sangat jelas dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.Adapun masturbasi/onani dengan tangan sendiri atau semacamnya (bukan dengan bantuan tangan/anggota tubuh dari istri atau budak wanita yang dimiliki), terdapat silang pendapat di kalangan ulama. Yang benar adalah pendapat yang menyatakan haram. Hal ini berdasarkan keumuman ayat 5-7 dari surat Al-Mu’minun dan ayat 29-31 dari surat Al-Ma’arij. Onani termasuk dalam keumuman mencari kenikmatan syahwat yang haram, karena melampaui batas syariat yang dihalalkan, yaitu kenikmatan syahwat antara suami istri atau tuan dengan budak wanitanya. Adapun hadits-hadits yang diriwayatkan dalam hal ini yang menunjukkan bahwa onani adalah dosa besar merupakan hadits-hadits yang dha’if (lemah) dan tidak bisa dijadikan hujjah. Di antaranya:
سَبْعَةٌ لاَ يَنْظُرُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يُزَكِّيْهِمْ وَيَقُوْلُ: ادْخُلُوْا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِيْنَ: ... وَالنَّاكِحُ يَدَهُ .... الْحَدِيْثَ
“Ada tujuh golongan yang Allah tidak akan memandang kepada mereka pada hari kiamat, tidak akan membersihkan mereka (dari dosa-dosa) dan berkata kepada mereka: ‘Masuklah kalian ke dalam neraka bersama orang-orang yang masuk ke dalamnya!’: … dan orang yang menikahi tangannya (melakukan onani/masturbasi) ….dst.”

4. Sifat onani yang paling parah dan tidak ada seorang pun yang menghalalkannya adalah seperti kata Syaikhul Islam dalam Majmu’ Al-Fatawa (10/574): “Adapun melakukan onani untuk bernikmat-nikmat dengannya, menekuninya sebagai adat, atau untuk mengingat-ngingat/mengkhayalkan (nikmatnya menggauli seorang wanita) dengan cara mengkhayalkan seorang wanita yang sedang digaulinya saat melakukan onani, maka yang seperti ini seluruhnya haram. Al-Imam Ahmad rahimahullahu mengharamkannya, demikian pula selain beliau. Bahkan sebagian ulama mengharuskan hukum hadd bagi pelakunya.”
Penetapan hukum hadd dalam hal ini semata-mata ijtihad sebagian ulama mengqiyaskannya dengan zina. Namun tentu saja berbeda antara onani dengan zina sehingga tidak bisa disamakan. Karena zina adalah memasukkan kepala dzakar ke dalam farji wanita yang tidak halal baginya (selain istri dan budak wanita yang dimiliki). Oleh karena itu, yang benar dalam hal ini adalah pelakunya hanya sebatas diberi ta’zir (hukuman) yang setimpal sebagai pelajaran dan peringatan baginya agar berhenti dari perbuatan maksiat tersebut. Pendapat ini adalah madzhab Hanabilah, dibenarkan oleh Al-Imam Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu dalam Asy-Syarhul Mumti’ Kitab Al-Hudud Bab At-Ta’zir dan difatwakan oleh Al-Lajnah Ad-Da’imah yang diketuai oleh Al-Imam Ibnu Baz rahimahullahu dalam Fatawa Al-Lajnah (10/259).
Adapun bentuk hukumannya kembali kepada ijtihad hakim, apakah dicambuk (tidak lebih dari sepuluh kali), didenda, dihajr (diboikot), didamprat dengan celaan, atau lainnya, yang dipandang oleh pihak hakim dapat membuatnya jera dari maksiat itu dan bertaubat.

5.  Wallahu a’lam.
Kesimpulannya, masturbasi tidak bisa disetarakan dengan zina, karena tidak ada dalil yang menunjukkan hal itu. Namun onani adalah maksiat yang wajib untuk dijauhi. Barangsiapa telah melakukannya hendaklah menjaga aibnya sebagai rahasia pribadinya dan hendaklah bertaubat serta memohon ampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apabila urusannya terangkat ke mahkamah pengadilan, maka pihak hakim berwenang untuk memberi ta’zir (hukuman) yang setimpal, sebagai pelajaran dan peringatan baginya agar jera dari perbuatan hina tersebut. Wallahu a’lam.

1. Pertama kali kami mendengar faedah ini dari guru besar kami, Al-Walid Al-Imam Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullahu dalam majelis beliau. Silakan lihat pula Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah (10/259), Al-Iqna’ pada Kitab An-Nikah Bab ‘Isyratin Nisa’. Hal ini merupakan ijma’ (kesepakatan) ulama sebagaimana dinukilkan oleh Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullahu dalam kitabnya yang berjudul Bulughul Muna fi Hukmil Istimna’, walhamdulillah –pen.
2. Lihat tafsir surat Al-Mu’minun dalam Tafsir Ath-Thabari, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Al-Baghawi, Majmu’ Al-Fatawa (10/574, 34/229), Fatawa Al-Lajnah (10/259), Tamamul Minnah (hal. 420), Majmu’ Ar-Rasa’il (19/234, 235-236), Asy-Syarhul Mumti’ Kitab Al-Hudud Bab At-Ta’zir –pen.
3. Lihat Majmu’ Al-Fatawa (10/574, 34/229-230) –pen.
4. Lihat penjelasan hadits ini dalam Problema Anda: Hukum Onani/Masturbasi.
5.  Lihat Asy-Syarhul Mumti’ Kitab Al-Hudud Bab At-Ta’zir –pen

Astaghfirullahal’adhiim alladzi laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyuum wa atuubu aiaih..
Artinya :
Aku mohon ampun kepada Allah, yang tidak ada Tuhan kecuali Dia, yang Maha hidup dan Maha Berdiri Sendiri,dan aku bertaubat kepada-Nya.

Astaghfirullahal’adhiimi lii wali ashaabil huquuqil waajibaati,alayya walijamii’il muslimiina walmuslimaati walmukminaati al-ahyaai minhum wal amwaati.
Artinya:
Aku mohon ampun kepada Allah yang maha agung untuk diriku, kedua orang tua , orang? Yang punya hak atas diriku,semua orang islam laki laki atau perempuan , yang masih hidup atau yang sudah mati…

Allaahummaghfirlilanaa dzunuubanaa wadzun'uuba ajdatinaa wadzuniiba jaddaatina wadzuuba min kamii'il muslimiina wal muslimaat wal mukminiina wal mukminaat al-ahyaa-I minhum wal amwat.
Artinya;
Ya Allah , ampunilah dosa kami , dosa ayah kami , dosa ibu kami , dosa kakek kami , dosa guru kami , dosa seluruh kaum muslimin dan muslimat baik yang masih hidup atau yang sudah menigal.

semoga Allah menjauhkan kita semuanya dari perbuatan ( onani/masturbasi) ya allah ampuni dosa kami yg kami ketahui / tidak yg kami senggaja atau tidak
amiin..
semoga bermanfaat..

wassalam..

Rabi'atul Adawiyah Al-Basriyah

Rabi'atul Adawiyah Al-Basriyah kecintaannya kepada Allah hingga malaikat boleh berbicara dengannya atas perintah Allah....sama seperti yang dialami oleh iman al ghazali boleh berbicara dengan malaikat hingga diajar Allah ilmu ilmu untuk akhirat melalui malaikat. barulah aku faham maksud Allah didalam quran "bahwa Allah akan menunjuk dan membimbing sesiapa yang dikehendakinya" bermaksud mereka yang ikhlas dan cintakan Allah dan rasulnya... buktinya.... lihat kisah ini , iman al ghazali dan kisah diluar negara seorang budak yang dilahirkan dari perut org kristien yang pandai solat 5 waktu dan pandai membaca quran serta berceramah kepada umum supaya mengikuti ajaran rasulullah s.a.w, INI SEMUA BUKTI YANG ALLAH TERAMAT CINTAKAN HAMBANYA CUMA HAMBANYA SAHAJA YANG TIDAK MAHU MENCARI TUHANNYA. dan ada kisah yang pelik pelik yang ditunjukkan Allah namun kebenaran memang manusia tidak akan menerimanya... contohnya di ---> sini <---- dan di ---> sini <---- semuanya telah ditunjukkan Allah.. dan memang benarlah firman Allah jika quran boleh membuatkan gunung berkata kata sekalipun manusia tidak akan beriman dengan sebenar benarnya dan boleh dikatakan manusia tertutup hatinya dan akalnya oleh syaitan walaupun mereka berkata syaitan tidak boleh mendampinginya.... cara paling mudah adalah.... jika seseorang menunjukkan satu ajaran... sila tengok dan pastikan dengan betulnya bahawa ianya mesti berdasarkan al-quran dan sunnah rasulullah.... jika tidak tolak sahaja ajarannya... agar tidak merosakkan aqidah manusia dan agar tidk menangia diakhirat nanti. Ibubapa Rabia'atul-adawiyyah adalah orang miskin. Hinggakan dalam rumah mereka tidak ada minyak untuk memasang lampu dan tidak ada kain untuk membalut badan beliau. Beliau ialah anak yang keempat. Ibunya menyuruh ayahnya meminjam minyak dari jiran. tetapi bapa beliau telah membuat keputusan tidak akan meminta kepada sesiapa kecuali kepada Allah. Bapa itu pun pergilah berpura-pura ke rumah jiran dan perlahan-lahan mengetuk pintu rumah itu agar tidak didengar oleh orang dalam rumah itu. Kemudian dia pun pulang dengan tangan kosong. Katanya orang dalam rumah itu tidak mahu membuka pintu. Pada malam itu si bapa bermimpi yang ia bertemu dengan Nabi. Nabi berkata kepadanya, "Anak perempuanmu yang baru lahir itu adalah seorang yang dikasihi Allah dan akan memimpin banyak orang Islam ke jalan yang benar. Kamu hendaklah pergi berjumpa amir Basrah dan beri dia sepucuk surat yang bertulis - kamu hendaklah berselawat kepada Nabi seratus kali tiap-tiap malam dan empat ratus kali tiap-tiap malam Jumaat. Tetapi oleh kerana kamu tidak menmatuhi peraturan pada hari Khamis sudah, maka sebagai dendanya kamu hendaklah membayar kepada pembawa surat ini empat ratus dinar."

Bapa Rabi'atul-adawiyyah pun terus jaga dari tidur dan pergi berjumpa dengan amir tersebut, dengan air mata kesukaan mengalir di pipinya. Amir sungguh berasa gembira membaca surat itu dan faham bahawa beliau ada dalam perhatian Nabi. Amir pun memberi sedekah kepada fakir miskin sebanyak seribu dinar dan dengan gembira memberi bapa Rabi'atul-adawiyyah sebanyak empat ratus dinar. Amir itu meminta supaya bapa Rabi'atul-adawiyyah selalu mengunjungi beliau apabila hendakkan sesuatu kerana beliau sungguh berasa bertuah dengan kedatangan orang yang hampir dengan Allah. Selepas bapanya meninggal dunia, Basrah dilanda oleh kebuluran. Rabi'atul-adawiyyah berpisah dari adik-beradiknya. Suatu ketika kafilah yang beliau tumpangi itu telah diserang oleh penyamun. Ketua penyamun itu menangkap Rabi'atul-adawiyyah untuk dijadikan barang rampasan untuk dijual ke pasar sebagai abdi. Maka lepaslah ia ke tangan tuan yang baru.

Suatu hari, tatkala beliau pergi ke satu tempat atas suruhan tuannya, beliau telah dikejar oleh orang jahat. beliau lari. Tetapi malang, kakinya tergelincir dan jatuh. Tangannya patah. Beliau berdoa kepada Allah, "Ya Allah! Aku ini orang yatim dan abdi. Sekarang tanganku pula patah. tetapi aku tidak peduli segala itu asalkan Kau rida denganku. tetapi nyatakanlah keridaanMu itu padaku." Tatkala itu terdengarlah suatu suara malaikat, "Tak mengapa semua penderitaanmu itu. Di hari akhirat kelak kamu akan ditempatkan di peringkat yang tinggi hinggakan Malaikat pun kehairanan melihatmu." Kemudian pergilah ia semula kepada tuannya. Selepas peristiwa itu, tiap-tiap malam ia menghabiskan masa dengan beribadat kepada Allah, selepas melakukan kerja-kerjanya. Beliau berpuasa berhari-hari.

Suatu hari, tuannya terdengar suara rayuan Rabi'atul-adawiyyah di tengah malam yang berdoa kepada Allah : "Tuhanku! Engkau lebih tahu bagaimana aku cenderung benar hendak melakukan perintah-perintahMu dan menghambakan diriku dengan sepenuh jiwa, wahai cahaya mataku. Jikalau aku bebas, aku habiskan seluruh masa malam dan siang dengan melakukan ibadat kepadaMu. tetapi apa yang boleh aku buat kerana Kau jadikan aku hamba kepada manusia."

Dilihat oleh tuannya itu suatu pelita yang bercahaya terang tergantung di awang-awangan, dalam bilikRabi'atul-adawiyyah itu, dan cahaya itu meliputi seluruh biliknya. Sebentar itu juga tuannya berasa adalah berdosa jika tidak membebaskan orang yang begitu hampir dengan Tuhannya. sebaliknya tuan itu pula ingin menjadi khadam kepada Rabi'atul-adawiyyah.

Esoknya, Rabi'atul-adawiyyah pun dipanggil oleh tuannya dan diberitahunya tentang keputusannya hendak menjadi khadam itu dan Rabi'atul-adawiyyah bolehlah menjadi tuan rumah atau pun jika ia tidak sudi bolehlah ia meninggalkan rumah itu. Rabi'atul-adawiyyah berkata bahawa ia ingin mengasingkan dirinya dan meninggalkan rumah itu. Tuannya bersetuju. Rabi'atul-adawiyyah pun pergi.

Suatu masa Rabi'atul-adawiyyah pergi naik haji ke Mekkah. Dibawanya barang-barangnya atas seekor keldai yang telah tua. Keldai itu mati di tengah jalan. Rakan-rakannya bersetuju hendak membawa barang -barangnya itu tetapi beliau enggan kerana katanya dia naik haji bukan di bawah perlindungan sesiapa. Hanya perlindungan Allah S.W.T. Beliau pun tinggal seorang diri di situ. Rabi'atul-adawiyyah terus berdoa, "Oh Tuhan sekalian alam, aku ini keseorangan, lemah dan tidak berdaya. Engkau juga yang menyuruhku pergi mengunjungi Ka'abah dan sekarang Engkau matikan keldaikudan membiarkan aku keseorangan di tengah jalan." Serta-merta dengan tidak disangka-sangka keldai itu pun hidup semula. Diletaknya barang-barangnya di atas keldai itu dan terus menuju Mekkah. Apabila hampir ke Ka'abah, beliau pun duduk dan berdoa, "Aku ini hanya sekepal tanah dan Ka'abah itu rumah yang kuat. Maksudku ialah Engkau temui aku sebarang perantaraan." Terdengar suara berkata, "Rabi'atul-adawiyyah, patutkah Aku tunggangbalikkan dunia ini kerana mu agar darah semua makhluk ini direkodkan dalam namamu dalam suratan takdir? Tidakkah kamu tahu Nabi Musa pun ada hendak melihatKu? Aku sinarkan cahayaKu sedikit sahaja dan dia jatuh pengsan dan Gunung Sinai runtuh menjadi tanah hitam." Suatu ketika yang lain, semasa Rabi'atul-adawiyyah menuju Ka'abah dan sedang melalui hutan, dilihatnya Ka'abah datang mempelawanya. Melihatkan itu, beliau berkata, "Apa hendakku buat dengan Ka'abah ini; aku hendak bertemu dengan tuan Ka'abah (Allah) itu sendiri. Bukankah Allah juga berfirman iaitu orang yang selangkah menuju Dia, maka Dia akan menuju orang itu dengan tujuh langkah? Aku tidak mahu hanya melihat Ka'abah, aku mahu Allah."

Pada masa itu juga, Ibrahim Adham sedang dalam perjalanan ke Ka'abah. Sudah menjadi amalan beliau mengerjakan sembahyang pada setiap langkah dalam perjalanan itu.

Maka oleh itu, beliau mengambil masa empat belas tahun baru sampai ke Ka'bah. Apabila sampai didapatinya Ka'abah tidak ada. Beliau sangat merasa hampa. Terdengar olehnya satu suara yang berkata, "Ka'abah itu telah pergi melawat Rabi'atul -adawiyyah." Apabila Ka'bah itu telah kembali ke tempatnya dan Rabi'atul-adawiyyah sedang menongkat badannya yang tua itu kepada kepada tongkatnya, maka Ibrahim Adham pun pergi bertemu dengan Rabi'atul-adawiyyah dan berkata "Rabi'atul-adawiyyah, kenapa kamu dengan perbuatanmu yang yang ganjil itu membuat haru-biru di dunia ini?" Rabi'atul-adawiyyah menjawab, "Saya tidak membuat satu apa pun sedemikian itu, tetapi kamu dengan sikap ria (untul mendapat publisiti) pergi ke Ka'abah mengambil masa empat belas tahun." Ibrahim mengaku yang ia sembahyang setiap langkah dalam perjalanannya. Rabi'atul-adawiyyah berkata, "Kamu isi perjalananmu itu dengan sembahyang,tetapi aku mengisinya dengan perasaan tawaduk dan khusyuk." Tahun kemudiannya, lagi sekali Rabi'atul-adawiyyah pergi ke Ka'abah. beliau berdoa, "Oh Tuhan! perlihatkanlah diriMu padaku." Beliau pun berguling-guling di atas tanah dalam perjalanan itu. Terdengar suara, "Rabi'atul-adawiyyah, hati-hatilah, jika Aku perlihatkan diriKu kepadamu, kamu akan jadi abu." Rabi'atul-adawiyyah menjawab, "Aku tidak berdaya memandang keagungan dan kebesaranMu, kurniakanlah kepadaku kefakiran (zahid) yang mulia di sisiMu." Terdengar lagi suara berkata, "Kamu tidak sesuai dengan itu. Kemuliaan seperti itu dikhaskan untuk lelaki yang memfanakan diri mereka semasa hidup mereka kerana Aku dan antara mereka dan Aku tidak ada regang walau sebesar rambut pun, Aku bawa orang-orang demikian sangat hampir kepadaKu dan kemudian Aku jauhkan mereka, apabila mereka berusaha untukmencapai Aku. Rabi'atul-adawiyyah, antara kamu dan Aku ada lagi tujuh puluh hijab atau tirai. Hijab ini mestilah dibuang dulu dan kemudian dengan hati yang suci berhadaplah kepadaKu. Sia-sia sahaja kamu meminta pangkat fakir dari Aku." Kemudian suara itu menyuruh Rabi'atul-adawiyyah melihat ke hadapan. Dilihatnya semua pandangan telah berubah. Dilihatnya perkara yang luar biasa. Di awang-awangan ternampak lautan darah yang berombak kencang. Terdengar suara lagi, "Rabi'atul-adawiyyah, inilah darah yang mengalir dari mata mereka yang mencintai Kami (Tuhan) dan tidak mahu berpisah dengan Kami. Meskipun mereka dicuba dan diduga, namun mereka tidak berganjak seinci pun dari jalan Kami dan tidak pula meminta sesuatu dari Kami. Dalam langkah permulaan dalam perjalanan itu, mereka mengatasi semua nafsu dan cita-cita yang berkaitan dengan dunia dan akhirat. Mereka beruzlah (memencilkan diri) dari dunia hingga tidak ada sesiapa yang mengetahui mereka. Begitulah mereka itu tidak mahu publisiti (disebarkan kepada umum) dalam dunia ini." Mendengar itu, Rabi'atul-adawiyyah berkata, "Tuhanku! Biarkan aku tinggal di Ka'abah." Ini pun tidak diberi kepada beliau. Beliau dibenarkan kembali ke Basrah dan menghabiskan umurnya di situ dengan sembahyang dan memencilkan diri dari orang ramai.

Suatu hari Rabi'atul-adawiyyah sedang duduk di rumahnya menunggu ketibaan seorang darwisy untuk makan bersamanya dengan maksud untuk melayan darwisy itu, Rabi'atul-adawiyyah meletakkan dua buku roti yang dibuatnya itu di hadapan darwisy itu. Darwisy itu terkejut kerana tidak ada lagi makanan untuk Rabi'atul-adawiyyah. Tidak lama kemudian, dilihatnya seorang perempuan membawa sehidang roti dan memberinya kepada Rabi'atul-adawiyyah menyatakan tuannya menyuruh dia membawa roti itu kepada Rabi'atul-adawiyyah, Rabi'atul-adawiyyah bertanya berapa ketul roti yang dibawanya itu. Perempuan itu menjawab, "Lapan belas." Rabi'atul-adawiyyah tidak mahu menerima roti itu dan disuruhnya kembalikan kepada tuannya. Perempuan itu pergi. Kemudian datang semula. Rabi'atul-adawiyyah menerima roti itu selepas diberitahu bahawa ada dua puluh ketul roti dibawa perempuan itu. Darwisy itu bertanya kenapa Rabi'atul-adawiyyah enggan menerima dan kemudian menerima pula. Rabi'atul-adawiyyah menjawab, "Allah berfirman dalam Al-Quran iaitu : "Orang yang memberi dengan nama Allah maka Dia akan beri ganjaran sepuluh kali ganda. Oleh itu, saya terima hadiah apabila suruhan dalam Al-Quran itu dilaksanakan."

Suatu hari Rabi'atul-adawiyyah sedang menyediakan makanan. Beliau teringat yang beliau tidak ada sayur. Tiba-tiba jatuh bawang dari bumbung. Disepaknya bawang itu sambil berkata, "Syaitan! Pergi jahanam dengan tipu-helahmu. Adakah Allah mempunyai kedai bawang?" Rabi'atul-adawiyyah erkata, "Aku tidak pernah meminta dari sesiapa kecuali dari Allah dan aku tidak terima sesuatu melainkan dari Allah."

Suatu hari, Hassan Al-Basri melihat Rabi'atul-adawiyyah dikelilingi oleh binatang liar yang memandangnya dengan kasih sayang. Bila Hassan Al-Basri pergi menujunya, binatang itu lari. Hassan bertanya, "Kenapa binatang itu lari?" Sebagai jawapan, Rabi'atul-adawiyyah bertanya, "Apa kamu makan hari ini?" Hassan menjawab, "Daging." Rabi'atul- adawiyyah berkata, Oleh kerana kamu makan daging, mereka pun lari, aku hanya memakan roti kering."

Suatu hari Rabi'atul-adawiyyah pergi berjumpa Hassan Al-Basri. Beliau sedang menangis terisak-isak kerana bercerai (lupa) kepada Allah. Oleh kerana hebatnya tangisan beliau itu, hingga air matanya mengalir dilongkang rumahnya. Melihatkan itu, Rabi'atul-adawiyyah berkata, "Janganlah tunjukkan perasaan sedemikian ini supaya batinmu penuh dengan cinta Allah dan hatimu tenggelam dalamnya dan kamu tidak akan mendapati di mana tempatnya." Dengan penuh kehendak untuk mendapat publiksiti, suatu hari, Hassan yang sedang melihat Rabi'atul-adawiyyah dalam satu perhimpunan Aulia' Allah, terus pergi bertemu dengan Rabi'atul-adawiyyah dan berkata, "Rabi'atul-adawiyyah, marilah kita meninggalkan perhimpunan ini dan marilah kita duduk di atas air tasik sana dan berbincang hal-hal keruhanian di sana." Beliau berkata dengan niat hendak menunjukkan keramatnya kepada orang lain yang ia dapat menguasai air (seperti Nabi Isa a.s. boleh berjalan di atas air). Rabi'atul-adawiyyah berkata, "Hassan, buangkanlah perkara yang sia-sia itu. Jika kamu hendak benar memisahkan diri dari perhimpunan Aulia' Allah, maka kenapa kita tidak terbang sahaja dan berbincang di udara?" Rabi'atul-adawiyyah berkata bergini kerana beliau ada kuasa berbuat demikian tetapi Hassan tidak ada berkuasa seperti itu. Hassan meminta maaf. Rabi'atul-adawiyyah berkata, "Ketahuilah bahawa apa yang kamu boleh buat, ikan pun boleh buat dan jika aku boleh terbang, lalat pun boleh terbang. Buatlah suatu yang lebih dari perkara yang luarbiasa itu. Carilah ianya dalam ketaatan dan sopan-santun terhadap Allah." Seorang hamba Allah bertanya kepada Rabi'atul-adawiyyah tentang perkara kahwin. beliau menjawab, "Orang yang berkahwin itu ialah orang yang ada dirinya. Tetapi aku bukan menguasai badan dan nyawaku sendiri. Aku ini kepunyaan Tuhanku. Pintalah kepada Allah jika mahu mengahwini aku."

Hassan Al-Basri bertanya kepada Rabi'atul-adawiyyah bagaiman beliau mencapai taraf keruhanian yang tinggi itu. Rabi'atul-adawiyyah menjawab, "Aku hilang (fana) dalam mengenang Allah." Beliau ditanya, "Dari mana kamu datang?" Rabi'atul-adawiyyah menjawab, "Aku datang dari Allah dan kembali kepada Allah." Rabi'atul-adawiyyah pernah bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad S.A.W. dan baginda bertanya kepadanya sama ada beliau pernah mengingatnya sebagai sahabat. Rabi'atul-adawiyyah menjawab, "Siapa yang tidak kenal kepada tuan? Tetapi apakan dayaku. Cinta kepada Allah telah memenuhi seluruhku, hinggakan tidak ada ruang untuk cinta kepadamu atau benci kepada syaitan."

Orang bertanya kepada Rabi'atul-adawiyyah, "Adakah kamu lihat Tuhan yang kamu sembah itu? Rabi'atul-adawiyyah menjawab, "Jika aku tidak lihat Dia, aku tidak akan menyembahNya."

Rabi'atul-adawiyyah sentiasa menangis kerana Allah. Orang bertanya kepadanya sebab beliau menangis. rabi'atul-adawiyyah menjawab, "Aku takit berpisah walau sedetik pun dengan Tuhan dan tidak boleh hidup tanpa Dia. Aku takut Tuhan akan berkata kepadaku tatkala menghembuskan nafas terakhir - jauhkan dia dariKu kerana dia tidak layak berada di majlisKu."

Allah suka dengan hambaNya yang bersyukur apabila ia berusaha sepertimana ia bersyukur tatkala menerima kurniaNya (iaitu ia menyedari yang ia tidak sanggup berusaha untuk Allah tanpa pertolongan dan kurniaan Allah).

Seorang bertanya kepada Rabi'atul-adawiyyah, "Adakah Allah menerima taubat orang yang membuat dosa?"

Rabi'atul-adawiyyah menjawab, "Itu hanya apabila Allah mengurniakan kuasaNya kepada pembuat dosa itu yang ia digesa untuk mengakui dosanya dan ingin bertaubat. Hanya dengan itu Allah akan menerima taubatnya kerana dosa yang telah dilakukannya." Salih Al-Qazwini selalu mengajar muridnya, "Siapa yang selalu mengetuk pintu rumah seseorang akhirnya satu hari pintu itu pasti akan dibuka untuknya." Satu hari Rabi'atul-adawiyyah mendengar beliau bercakap demikian. Rabi'atul-adawiyyah pun berkata kepada Salih, "Berapa lama kamu hendak berkata demikian menggunakan perkataan untuk masa depan (Futuretense) iaitu "Akan dibuka"? Adakah pintu itu pernah ditutup? Pintu itu sentiasa terbuka." Salih mengakui kebenarannya itu.

Seorang hamba Allah berteriak, "Aduh sakitnya!" Rabi'atul-adawiyyah bertemudengan orang itu dan berkata, "Oh! bukannya sakit." Orang itu bertanya kenapa beliau berkata begitu. Rabi'atul-adawiyyah menjawab, "Kerana sakit itu adalah satu nikmat bagi orang yang sangat mulia di sisi Allah. Mereka merasa seronok menanggung sakit itu."

Suatu hari rabi'atul-adawiyyah sedang melihat orang sedang berjalan dengan kepalanya berbalut. Beliau bertanya kenapa kepalanya dibalut. Orang itu menjawab mengatakan ia sakit kepala. rabi'atul-adawiyyah bertanya, "Berapa umurmu?" Jawab orang itu, "Tiga puluh." Rabi'atul-adawiyyah bertanya lagi, "Hingga hari ini begaimana keadaanmu?" Kata orang itu, "Sihat-sihat shaja." Rabi'atul-adawiyyah pula berkata, "Selama tiga puluh tahun Allah menyihatkan kamu, tetapi kamu tidak mengibarkan bendera pada badanmu untuk menunjukkan kesyukuran kepada Allah, dan agar manusia bertanya kenapa kamu gembira sekali dan setelah mengetahui kurniaan Tuhan kepadamu, mereka akan memuji Allah. Sebaliknya kamu, setelah mendapat sakit sedikit, membalut kepalamu dan pergi ke sana ke mari menunjukkan sakitmu dan kekasaran Tuhan terhadapmu. Kenapa kamu berlaku sehina itu!"

Suatu hari khadamnya berkata, "Puan, keluarlah dan mari kita melihat keindahan kejadian Tuhan di musim bunga ini.' Rabi'atul-adawiyyah menjawab, "Duduklah dalam rumah seperti aku berseorangan dan melihat yang menjadikan. Aku lihat Dia dan bukan kejadianNya."

Suatu hari, orang bertanya kepada Rabi'atul-adawiyyah kenapa beliau tidak menyimpan pisau dalam rumahnya. Beliau menjawab, "Memotong itu adalah kerja pisau. Aku takut pisau itu akan memotongpertalian aku dengan Allah yang ku cintai."

Suatu masa Rabi'atul-adawiyyah berpuasa selama lapan hari. Pada hari terakhir, beliau merasa lapar sedikit. Datang seorang hamba Allah membawa minuman yang manis dalam sebuah cawan. Rabi'atul-adawiyyah ambil minuman itu dan meletakkannya di atas lantai di satu penjuru rumahnya itu. Beliau pun pergi hendak memasang lampu. Datang seekor kucing lalu menumpahkan minuman dalam cawan itu. Melihat itu, terfikirlah Rabi'atul-adawiyyah hendak minum air sahaja malam itu. Tatkala ia hendak mencari bekas air (tempayan), lampu pun padam. Bekas air itu jatuh dan pecah airnya bertaburan di atas lantai. Rabi'atul-adawiyyah pun mengeluh sambil berkata, "Tuhanku! Kenapa Kau lakukan begini kepadaku?"

Terdengar suara berkata, "Rabi'atul-adawiyyah, jika kamu hendakkan kurnia dunia, Aku boleh berikan padamu, tetapi akan menarik balik darimu siksaan dan kesakitan yang Aku beri padamu. Kurnia dunia dan siksaan Aku tidak boleh duduk bersama-sama dalam satu hati. Rabi'atul-adawiyyah, kamu hendak satu satu perkara dan Aku hendak satu perkara lain. Dua kehendak yang berlainan tidak boleh duduk bersama dalam satu hati."

Dengan serta-merta beliau pun membuangkan kehendak kepada keperluan hidup ini, seperti orang yang telah tidak berkehendakkan lagi perkara-perkara dunia ini semasa nyawa hendak bercerai dengan badan.

Tiap-tiap pagi beliau berdoa, "Tuhan! Penuhilah masaku dengan menyembah dan mengingatMu agar orang lain tidak mengajakku dengan kerja-kerja lain."

Rabi'atul-adawiyyah ditanya, "Kenapa kamu sentiasa menangis-nangis?"

Beliau menjawab, "Kerana ubat penyakit ini ialah berdampingan dengan Tuhan."

"Kenapa kamu memakai pakainan koyak dan kotor?" Beliau ditanya lagi, "Kamu ada kawan yang kaya, dan dia boleh memberimu pakaian baru." Rabi'atul-adawiyyah menjawab, "Aku berasa malu meminta perkara dunia dari sesiapa pun yang bukan milik mereka kerana perkara-perkara itu adalah amanah Allah kepada mereka dan Allah jua yang memiliki segala- galanya."

Orang berkata, "Rabi'atul-adawiyyah, Tuhan mengurniakan ilmu dan kenabian kepada lelaki, dan tidak pernah kepada perempuan, tentu kamu tidak dapat mencapai pangkat kewalian yang tinggi itu (kerana perempuan). Oleh itu apakah faedahnya usaha kamu menuju ke taraf tersebut?"

Rabi'atul-adawiyyah menjawab, "Apa yang kamu kata itu benar, tetapi cubalah ketakan kepadaku siapakah perempuannya yang telah mencapai taraf kehampiran dengan Allah dan lalu berkata,"Akulah yang hak".

Di samping itu tidak ada orang kasi yang perempuan. Hanya didapati dalam kaum lelaki sahaja." Rabi'atul-adawiyyah berkata, "Seorang perempuan yang sentiasa bersembahyang kerana Allah adalah lelaki dan bukan perempuan."

Satu hari Rabi'atul-adawiyyah jatuh sakit. Orang bertanya kepadanya sebab ia sakit. Beliau berkata, "Hatiku cenderung hendak mencapai Syurga, sayu hari yang lampau. Kerana itu, Allah jatuhkan sakitini sementara sebagai hukuman."

Hassan Al-Basri datang berjumpa Rabi'atul-adawiyyah yang sedang sakit. Di pintu rumah beliau itu, Hassan bertemu dengan Amir Al-Basri yang sedang duduk dengan sebuah bag mengandungi wang. Amir itu menangis. Apabila ditanya kenapa beliau menangis, beliau menjawab, "Aku hendak menghadiahkan wang kepada Rabi'atul-adawiyyah, tetapi aku tahu dia tidak akan menerimanya.Kerana itulah aku menangis. Bolehkah kamu menjadi pengantara dan meminta dia menerima hadiahku ini?" Hassan pun pergilah membawa wang itu kepada Rabi'atul-adawiyyah dan meminta beliau menerima wang itu. Tetapi Rabi'atul-adawiyyah berkata, "Oleh kerana aku telah kenal Allah, maka aku tidak lagi mahu bersembang dengan manusia dan tidak menerima hadiah dari mereka dan juga tidak mahu memberi apa-apa kepada mereka. Di samping itu aku tidak mahu sama ada wang itu didapatinya secara halal atau haram."

Sufyan Al-Thauri berkata, "Kenapa kamu tidak memohon kepada Allah untuk menyembuhkan kamu?" Rabi'atul-adawiyyah menjawab, "Kenapa aku merungut pula kerana itu hadiah Allah bagiku. Bukankah salah jika tidak mahu menerima hadiah Tuhan? Adakah bersahabat namanya jika kehendak sahabat itu tidak kita turuti?"

Malik bin Dinar pergi mengunjungi Rabi'atul-adawiyyah satu hari. Dilihatnya dalam rumah Rabi'atul-adawiyyah satu balang yang pecah dan mengandungi air untuk minum dan mengambil wuduk, satu bata sebagai bantal dan tikar yang buruk sebagai alas tempat tidur. Malik berkata, "Jika kamu izinkan, boleh aku suruh seorang kawanku yang kaya memberimu semua keperluan harian." Rabi'atul-adawiyyah menjawab, "Adakah satu Tuhan yang menanggung aku, dan Tuhan lain pula menanggung kawanmu itu? Jika tidak, adakah Tuhan lupa kepadaku kerana aku miskin dan ingat kepada kawanmu itu kerana ia kaya? Sebenarnya Allah itu tidak lupa kepada siapa pun. Kita tidak perlu memberi ingat kepada Tuhan itu. Dia lebih mengetahui apa yang baikuntuk kita. Dia yang memberi kurnia dan Dia juga yang menahan kurnia itu."

Rabi'atul-adawiyyah berkata, "Orang yang cinta kepada Allah itu hilang dalam melihat Allah hingga kesedaran kepada yang lain lenyap darinya dan Dia tidak boleh membezakan mana sakit dan mana senang."

Seorang Wali Allah datang dan merungut tentang dunia. Rabi'atul-adawiyyah berkata, "Nampaknya kamu sangat cinta kepada dunia, kerana orang yang bercakap tentang sesuatu perkara itu tentulah dia cenderung kepada perkara tersebut."

Satu hari, Sufyan Al-Thauri pergi berjumpa Rabi'atul-adawiyyah. Rabi'atul-adawiyyah menghabiskan masa malam itu dengan sembahyang. Apabila sampai pagi, beliau berkata, "Pujian bagi Allah yang telah memberkati kita dapat sembahyang sepanjang malam. Untuk tanda kesyukuran, marilah kita puasa pula sepanjang hari ini." Rabi'atul-adawiyyah selalu berdoa demikian, "Tuhanku! Apa sahaja yang Engkau hendak kurnia kepadaku berkenaan dunia, berikanlah kepada musuhku dan apa sahaja kebaikan yang Engkau hendak kurnia kepadaku berkenaan akhirat, berikanlah kepada orang-orang yang berIman, kerana aku hanya hendakkan Engkau kerana Engkau. Biarlah aku tidak dapat Syurga atau Neraka. Aku hendak pandangan Engkau padaku sahaja."

Sufyan Al-Thauri menghabiskan masa sepanjang malam bercakap-cakap tentang ibadat kepada Allah dengan Rabi'atul-adawiyyah. Di pagi hari Al-Thauri berkata, "Kita telah menghabiskan masa malam tadi dengan sebaik-baiknya." Rabi'atul-adawiyyah berkata, "Tidak, kita habiskan masa dengan sia-sia kerana sepanjang percakapan itu kamu berkata perkara-perkara yang memuaskan hatiku sahaja dan aku pula memikirkan perkara yang kamu sukai pula. Masa itu kita buang tanpa mengenang Allah. Adalah lebih baik jika aku duduk seorang diri dan menghabiskan masa malam itu dengan mengenang Allah." Rabi'atul-adawiyyah berkata, "Doaku padaMu ialah sepanjang hayatku berilah aku dapat mengingatMu dan apabila mati kelak berilah aku dapat memandangMu."

Lahirnya pd kurun ke2 hijrahDipinggiran terpencil Kota BasrahSejarah telah menukirkan langkahnyaMenuju Allah bermula dgn payahKemiskinan keluarganya terlalu mencengkamMenjadikn dia hampir tenggelamDialah gadis yg bernama Rabiatul AdawiyahTakdir mengatasi takdirKetika tiba-tiba pintu hidayah terbuka dia menjadi tersentak

Kembara cintanya pun bermulaDari gelap dia menuju cahayaBukan kerana pahala tetapi kerana cintadi kedinginan malam dia berkataTuhanku bintang-bintang telah menjelma indahMata manusia terlena sudahKetika semua pintu telah tertutupTatkala unggas malam sahut menyahutDan inilah aku..inilah akuDuduk dihadapanMu mengadu cintakuYang selalu tergangguMengintai kasihMu diperdu rindu

Demikian rintihan hati Rabiatul AdawiyahLalu ditemuinya keindahan & ketenanganDi hamparan kasih sayang Tuhan

Ya Allah...Ini air mataku yang tumpah kerana menyesali dosaIni sujudku yang menginsafi rasa kehambaan diriIni tanganku yang memohon keampunan dan rahmat-Mu

Ini wajahku yang menghadap -Mu dengan rasa kehinaanair mataku, sujudku , tanganku dan wajahkuini sebagai saksi diakhirat........Bahawa aku pernahmerintih keampunan daripada-MuJadikanlah air mataku , sujudku ,tanganku , danwajahku ini sebagai pemayung ketika panas terikdi Padang Mahsyar...Sesungguhnya tidak tertanggung olehkuakannya.Jadikanlah air mataku , sujudku , tanganku ,dan wajahku ini sebagaipemberat ketika amalanku ditimbang. Sesungguhnyaterlalu gentar hati ini apabilaair mataku sujudku , tanganku , dan wajahkuini sebagaipenyelamat ketika dihumban ke dalam neraka-Mu......Sesungguhnya tiada amalanku yang layak untukmenyelamatkan diri.

Tuhan.........Tiada amalanku yang dapat dipersembahkan sempurnakepada-mu...kerana kebaikanku telah ditembusikejahatanku.Melainkan hanya ini yang yangharapan......air mata penyesalan ,sujud seorang hamba,tangan yang sentiasa mengharap rahmat-Mu dan wajahyang malu memandang-Mu.

Meskipun rayuan setinggi gunung,namun......kesangsiandatang di celah harapan.Apakah air mata yang mengalir seikhlas air matapenyesalan Nabi Adamselamai 200 tahunhingga bumi terbelah menjadi sungai ?Apakah sujudku ini sehebat Uwais Al Qarni yangmerintih hingga dini hari ?Apakah tanganku ini menadah serta bermohontangan Siti Mariam yang merayu ke hadrat Illahi ?Apakah wajahku yangmengadap-Mu ini seperti RabiatulAdawiyahyang mengadap-Mu dengan rasa kehinaan ?Semua kesangsian ini

Ya Allahmendatangkan kegentarandi dada untuk mengadap-Mu....Tetapi .....hanya ini yang ada padaku..

Nama ini sinonim dalam sejarah dunia . Rabi'ah binti Ismailal-Adawiyah terkenal dalam sejarah Islam.Dia dilahirkan sekitar awal kurun kedua Hijrah berhampiran kota Basrahdi Iraq. Dia lahir dalam sebuah keluarga yang miskin dari segikebendaan namun kaya dengan peribadatan kepada Allah. Ayahnya pulahanya bekerja mengangkut penumpang menyeberangi Sungai Dijlah denganmenggunakan sampan.

Aku tertarik dan ingin berkongsi rintihan Rabi'ah sewaktu kesunyian diketenangan malam ketika bermunajat kepada Allah:

"Ya Allah, ya Tuhanku. Aku berlindung diri kepada Engkau daripadasegala yang ada yang boleh memesongkan diri daripada-Mu, daripadasegala pendinding yang boleh mendinding antara aku dengan Engkau!

"Tuhanku! bintang-bintang telah menjelma indah, mata telah tidurnyenyak, semua pemilik telah menutup pintunya dan inilah dudukku dihadapan-Mu.

"Tuhanku! Tiada kudengar suara binatang yang mengaum, tiada desiranpohon yang bergeser, tiada desiran air yang mengalir, tiada siulanburung yang menyanyi, tiada nikmatnya teduhan yang melindungi, tiadatiupan angin yang nyaman, tiada dentuman guruh yang menakutkanmelainkan aku dapati semua itu menjadi bukti keEsaan-Mu danmenunjukkan tiada sesuatu yang menyamai-Mu.

"Sekelian manusia telah tidur dan semua orang telah lalai dengan asyikmaksyuknya. Yang tinggal hanya Rabi'ah yang banyak kesalahan dihadapan-Mu. Maka moga-moga Engkau berikan suatu pandangan kepadanyayang akan menahannya daripada tidur supaya dia dapat berkhidmatkepada-Mu."

Dan ini raungan Rabiah memohon belas ihsan Allah SWT:

"Tuhanku! Engkau akan mendekatkan orang yang dekat di dalam kesunyiankepada keagungan-Mu. Semua ikan di laut bertasbih di dalam lautan yangmendalam dan kerana kebesaran kesucian-Mu, ombak di laut bertepukan.Engkaulah Tuhan yang sujud kepada-Nya malam yang gelap, siang yangterang, falak yang bulat, bulan yang menerangi, bintang yangberkerdipan dan setiap sesuatu di sisi-Mu dengan takdir sebabEngkaulah Tuhan Yang Maha Tinggi lagi Maha Perkasa."

Setiap malam begitulah keadaan Rabi'ah. Apabila fajar menyinsing,Rabi'ah terus juga bermunajat dengan ungkapan seperti:

"Wahai Tuhanku! Malam yang akan pergi dan siang pula akan mengganti.Wahai malangnya diri! Apakah Engkau akan menerima malamku ini supayaaku berasa bahagia ataupun Engkau akan menolaknya maka aku diberikantakziah? Demi kemuliaan-Mu, jadikanlah caraku ini kekal selama Engkaumenghidupkan aku dan bantulah aku di atasnya. Demi kemuliaan-Mu, jikaEngkau menghalauku daripada pintu-Mu itu, nescaya aku akan tetap tidakbergerak juga dari situ disebabkan hatiku sangat cinta kepada-Mu."

Seperkara menarik tentang diri Rabi'ah ialah dia menolak lamaran untukberkahwin dengan alasan:

"Perkahwinan itu memang perlu bagi sesiapa yang mempunyai pilihan.Adapun aku tiada mempunyai pilihan untuk diriku. Aku adalah milikTuhanku dan di bawah perintah-Nya. Aku tidak mempunyai apa-apa pun."

Rabi'ah seolah-olah tidak mengenali yang lain daripada Allah. Oleh itudia terus-menerus mencintai Allah semata-mata. Dia tidak mempunyaitujuan lain kecuali untuk mencapai keredaan Allah. Rabi'ah telahmempertalikan akalnya, pemikirannya dan perasaannya hanya kepadaakhirat semata-mata. Dia sentiasa meletakkan kain kapannya dihadapannya dan sentiasa membelek-beleknya setiap hari.

Selama 30 tahun dia terus-menerus mengulangi kata-kata ini dalam sembahyangnya:

"Ya Tuhanku! Tenggelamkanlah aku di dalam kecintaan-Mu supaya tiadasuatupun yang dapat memalingkan aku daripada-Mu."

Antara syairnya yang masyhur berbunyi:

"Kekasihku tiada menyamai kekasih lain biar bagaimanapun, Tiada selainDia di dalam hatiku mempunyai tempat manapun, Kekasihku ghaib daripadapenglihatanku dan peribadiku sekalipun, Akan tetapi Dia tidak pernahghaib di dalam hatiku walau sedetik pun."

Rabi'ah telah membentuk satu cara yang luar biasa di dalam mencintaiAllah. Dia menjadikan kecintaan pada Ilahi itu sebagai satu cara untukmembersihkan hati dan jiwa. Dia memulakan fahaman denganmenanamkan rasa takut kepada kemurkaan Allah seperti yang pernahdiluahkannya:

"Wahai Tuhanku! Apakah Engkau akan membakar dengan api hati yangmencintai-Mu dan lisan yang menyebut-Mu dan hamba yang takutkepada-Mu?"

Kecintaan Rabi'ah kepada Allah berjaya melewati pengharapan untukberoleh syurga Allah semata-mata.

"Jika aku menyembah-Mu kerana takut daripada api neraka-Mu makabakarlah aku di dalamnya! Dan jika aku menyembah-Mu kerana tamakkepada syurga-Mu maka haramkanlah aku daripadanya! Tetapi jika akumenyembah-Mu kerana kecintaanku kepada-Mu maka berikanlah aku balasanyang besar, berilah aku melihat wajah-Mu yang Maha Besar dan MahaMulia itu."

Begitulah keadaan kehidupan Rabi'ah yang ditakdirkan Allah untuk diujidengan keimanan serta kecintaan kepada-Nya. Rabi'ah meninggal duniapada 135 Hijrah iaitu ketika usianya menjangkau 80 tahun. Moga-mogaAllah meredainya, amin! – Haluan

Bersama ahli cerdik pandai

Rabi'atul Adawiyah merupakan salah seorang srikandi agung dalam Islam.Beliau terkenal dengan sifat wara' dan sentiasa menjadi rujukangolongan cerdik pandai kerana beliau tidak pernah kehabisan hujjah.

Pada suatu hari, sekumpulan golongan cerdik pandai telah datang kerumah Rabi'atul Adawiyah. Tujuan mereka tidak lain dan tidak bukanadalah untuk menguji beliau dengan pelbagai persoalan. Malah merekatelah bersedia dengan satu persoalan yang menarik. Mereka menaruhkeyakinan yang tinggi, kerana selama ini Rabi'atul Adawiyah tidakpernah ketandusan hujah.

"Wahai Rabi'atul Adawiyah, semua bentuk kebajikan yang tinggi-tinggitelah dianugerahkan oleh Allah kepada kaum lelaki, namun tidak kepadakaum wanita." Ketua rombongan itu memulakan bicara.

"Buktinya?" Balas Rabi'atul Adawiyah.

"Buktinya ialah, mahkota kenabian dan Rasul telah dianugerahkan kepadakaum lelaki. Malah mahkota kebangsawanan juga dikurniakan kepada kaumlelaki. Paling penting, tidak ada seorang wanita pun yang telahdiangkat menjadi Nabi atau Rasul, malah semuanya dari golonganlelaki." Jawab mereka pula dengan yakin.

"Memang betul pendapat tuan-tuan sekalian. Akan tetapi harus diingatbahawa sejahat-jahat pangkat ada pada kaum lelaki juga. Siapa yangmengagung-agungkan diri sendiri? Siapa yang begitu berani mendakwadirinya sebagai Tuhan? Dan siapa pula yang berkata : "Bukankah aku nituhanmu yang mulia?" Dengan tenang, Rabi'atul Adawiyah membalas hujahmereka sambil merujuk kepada Firaun dan Namrud.

Kemudian Rabi'atul Adawiyah menambah lagi, "Anggapan dan ucapanseperti itu tidak pernah keluar dari mulut seorang wanita. Malahsemuanya ditimpakan kepada kaum lelaki."

Dengan seorang pencuri

Suatu malam yang sunyi sepi, di kala masyarakat sedang khusyuk tidur,seorang pencuri telah menceroboh masuk ke dalam pondok Rabi'atulAdawiyah.

Namun setelah menyelongkar sekeliling berkali-kali, dia tidak menemuisebarang benda berharga kecuali sebuah kendi untuk kegunaan berwuduk,itupun telah buruk. Lantas si pencuri tergesa-gesa untuk keluar daripondok tersebut.

Tiba-tiba Rabi'atul Adawiyah menegur si pencuri tersebut, "Hei, jangankeluar sebelum kamu mengambil sesuatu dari rumahku ini." Si pencuritersebut terperanjat kerana dia menyangka tiada penghuni di pondoktersebut. Dia juga berasa hairan kerana baru kini dia menemui tuanrumah yang begitu baik hati seperti Rabi'tul Adawiyah. Kebiasaannyatuan rumah pasti akan menjerit meminta tolong apabila ada pencurimemasuki rumahnya, namun lain pula yang berlaku.

"Sila ambil sesuatu." kata Rabiatul Adawiyah lagi kepada pencuri tersebut.

"Tiada apa-apa yang boleh aku ambil daripada rumah mu ini." kata sipencuri berterus-terang.

"Ambillah itu!" kata Rabi'atul Adawiyah sambil menunjuk pada kendiyang buruk tadi.

"Ini hanyalah sebuah kendi buruk yang tidak berharga." Jawab si pencuri.

"Ambil kendi itu dan bawa ke bilik air. Kemudian kamu ambil wudhu'menggunakan kendi itu. Selepas itu solatlah 2 rakaat. Dengan demikian,engkau telah mengambil sesuatu yang sangat berharga daripada pondokburukku ini." Balas Rabi'tul Adawiyah.

Mendengar kata-kata itu, si pencuri tadi berasa gementar. Hatinya yangselama ini keras, menjadi lembut seperti terpukau dengan kata-kataRabi'tul Adawiyah itu. Lantas si pencuri mencapai kendi buruk itu dandibawa ke bilik air, lalu berwudhu' menggunakannya.. Kemudian diamenunaikan solat 2 rakaat. Ternyata dia merasakan suatu kemanisan dankelazatan dalam jiwanya yang tak pernah dirasa sebelum ini.

Rabi'atul Adawiyah lantas berdoa, "Ya Allah, pencuri ini telahmenceroboh masuk ke rumahku. Akan tetapi dia tidak menemui sebarangbenda berharga untuk dicuri. Kemudian aku suruh dia berdiridihadapan-Mu. Oleh itu janganlah Engkau halang dia daripadamemperolehi nikmat dan rahmat-Mu."

Dengan seorang pemuda

Suatu hari, Rabi'atul Adawiyah terlihat seseorang sedangberjalan-jalan dengan kepalanya berbalut sambil menagih simpatidaripada orang ramai. Kerana ingin tahu sebabnya orang itu berbuatdemikian, Rabi'atul Adawiyah bertanya, "Wahai hamba Allah! Mengapaengkau membalut kepalamu sebegini rupa?"

"Kepalaku sakit." Jawab orang itu dengan ringkas.

"Sudah berapa lama?" Tanya Rabi'atul Adawiyah lagi.

"Sudah sekian hari." Jawabnya dengan tenang.

Lantas Rabi'atul Adawiyah bertanya lagi,"Berapa usiamu sekarang?"

Orang itu menjawab,"Sudah 30 tahun"

"Bagaimana keadaanmu selama 30 tahun itu?" Tanya beliau lagi.

"Alhamdulillah, sihat-sihat saja." Jawabnya.

"Apakah kamu memasang sebarang tanda di badanmu bahawa kamu sihatselama ini?" Tanya Rabi'atul Adawiyah.

"Tidak." Jawab orang itu ragu-ragu.

"Masya Allah, selama 30 tahun Allah telah menyihatkan tubuh badanmu,tetapi kamu langsung tidak memasang sebarang tanda bagi menunjukkankamu sihat sebagai tanda bersyukur kepada Allah. Jika sebaliknya,pasti manusia akan bertanya kepada kamu sebabnya kamu sangat gembira.Apabila mereka mengetahui nikmat Allah kepadamu, diharapkan merekaakan bersyukur dan memuji Allah." Jelas Rabi'atul Adawiyah.

"Akan tetapi, kini apabila kamu mendapat sakit sedikit, kamu balutkepalamu dan kemudian pergi ke sana sini bagi menunjukkan sakitmu dankekasaran Allah terhadapmu kepada orang ramai, Mengapa kamu berbuathina seperti itu?" Sambung Rabi'atul Adawiyah lagi.

Orang yang berbalut kepalanya itu hanya diam seribu bahasa dantertunduk malu denga perlakuannya. Kemudian dia beredar meninggalkanRabi'atul Adawiyah dengan perasaan kesal dan insaf.

Kata kata mutiara rabiatul adawiyah

" Biar waktu yang akan membuktikan .......

bahwa tiap langkah yang telah dipijakkan,

tiap tetesan darah dan keringat yang telah dialirkan,

tiap jiwa yang telah melayang,

akan samapai pada satu keadaan .......

dimana keadilan adalah nadinya,

kesejahteraan adalah nafasnya,

kebijaksanaan adalah sifatnya,

dan Ridho Sang Khalik adalah tujuannya. "

" Tuhanku, apa-apa saja yang hendak kau berikan kepadaku di dunia ini

maka berikanlah kepada musuh-musuh MU.

Serta apa-apa saja yang hendak kau berikan kepada ku di akhirat kelak,

maka berikanlah kepada sahabat-sahabat-Mu.

Sebab engkau saja cukuplah bagiku "

(Rhobiyatul Al-Adawiyah)

Posted byRockbebeh

CERITA Nabi Idris Naik Ke Langit

Diriwayatkan Nabi Idris as. telah naik ke langit pada hari Isnin. Peristiwa naiknya Nabi Idris as. ke langit ini, telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam Al-Quran. Firman Allah SWT bermaksud:

“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah, Idris yang tersebut di dalam Al-Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang Nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” (Maryam: 56-57)

Nama Nabi Idris as. yang sebenarnya adalah ‘Akhnukh’. Sebab beliau dinamakan Idris, kerana beliau banyak membaca, mempelajari (tadarrus) kitab Allah SWT.

Setiap hari Nabi Idris menjahit qamis (baju kemeja), setiap kali beliau memasukkan jarum untuk menjahit pakaiannya, beliau mengucapkan tasbih. Jika pekerjaannya sudah selesai, kemudian pakaian itu diserahkannya kepada orang yang menempahnya dengan tanpa meminta upah. Walaupun demikian, Nabi Idris masih sanggup beribadah dengan amalan yang sukar untuk digambarkan. Sehingga Malaikat Maut sangat rindu berjumpa dengan beliau.

Kemudian Malaikat Maut bermohon kepada Allah SWT, agar diizinkan untuk pergi menemui Nabi Idris as. Setelah memberi salam, Malaikat pun duduk.

Nabi Idris as. mempunyai kebiasaan berpuasa sepanjang masa. Apabila waktu berbuka telah tiba, maka datanglah malaikat dari Syurga membawa makanan Nabi Idris, lalu beliau menikmati makanan tersebut.

Kemudian baginda beribadah sepanjang malam. Pada suatu malam Malaikat Maut datang menemuinya, sambil membawa makanan dari Syurga. Nabi Idris menikmati makanan itu. Kemudian Nabi Idris berkata kepada Malaikat Maut: “Wahai tuan, marilah kita nikmati makanan ini bersama-sama.” Tetapi Malaikat itu menolaknya.

Nabi Idris terus melanjutkan ibadahnya, sedangkan Malaikat Maut itu dengan setia menunggu sampai terbit matahari. Nabi Idris merasa hairan melihat sikap Malaikat itu.

Kemudian beliau berkata: “Wahai tuan, mahukah tuan bersiar-siar bersama saya untuk melihat keindahan alam persekitaran? Malaikat Maut menjawab: Baiklah Wahai Nabi Allah Idris.”

Maka berjalanlah keduanya melihat alam persekitaran dengan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan hidup di situ. Akhirnya ketika mereka sampai pada suatu kebun, maka Malaikat Maut berkata kepada Nabi Idris as.: “Wahai Idris, adakah tuan izinkan saya untuk mengambil ini untuk saya makan? Nabi Idris pun menjawab: Subhanallah, mengapa malam tadi tuan tidak mahu memakan makanan yang halal, sedangkan sekarang tuan mahu memakan yang haram?”

Kemudian Malaikat Maut dan Nabi Idris meneruskan perjalanan mereka. Tidak terasa oleh mereka bahawa mereka telah bersiar-siar selama empat hari. Selama mereka bersahabat, Nabi Idris menemui beberapa keanehan pada diri temannya itu. Segala tindak-tanduknya berbeza dengan sifat-sifat manusia biasa. Akhirnya Nabi Idris tidak dapat menahan hasrat ingin tahunya itu.

Kemudian beliau bertanya: “Wahai tuan, bolehkah saya tahu, siapakah tuan yang sebenarnya? Saya adalah Malaikat Maut.”

“Tuankah yang bertugas mencabut semua nyawa makhluk?”

“Benar ya Idris.”

“Sedangkan tuan bersama saya selama empat hari, adakah tuan juga telah mencabut nyawa-nyawa makhluk?”

“Wahai Idris, selama empat hari ini banyak sekali nyawa yang telah saya cabut. Roh makhluk-makhluk itu bagaikan hidangan di hadapanku, aku ambil mereka bagaikan seseorang sedang menyuap-nyuap makanan.”

“Wahai Malaikat, apakah tujuan tuan datang, apakah untuk ziarah atau untuk mencabut nyawaku?”

“Saya datang untuk menziarahimu dan Allah SWT telah mengizinkan niatku itu.”

“Wahai Malaikat Maut, kabulkanlah satu permintaanku kepadamu, iaitu agar tuan mencabut nyawaku, kemudian tuan mohonkan kepada Allah agar Allah menghidupkan saya kembali, supaya aku dapat menyembah Allah Setelah aku merasakan dahsyatnya sakaratul maut itu.”

Malaikat Maut pun menjawab: “Sesungguhnya saya tidaklah mencabut nyawa seseorang pun, melainkan hanya dengan keizinan Allah.”

Lalu Allah SWT mewahyukan kepada Malaikat Maut, agar ia mencabut nyawa Idris as. Maka dicabutnyalah nyawa Idris saat itu juga. Maka Nabi Idris pun merasakan kematian ketika itu.

Di waktu Malaikat Maut melihat kematian Nabi Idris itu, maka menangislah ia. Dengan perasaan hiba dan sedih ia bermohon kepada Allah supaya Allah menghidupkan kembali sahabatnya itu. Allah mengabulkan permohonannya, dan Nabi Idris pun dihidupkan oleh Allah SWT kembali.

Kemudian Malaikat Maut memeluk Nabi Idris, dan ia bertanya: “Wahai saudaraku, bagaimanakah tuan merasakan kesakitan maut itu? Bila seekor binatang dilapah kulitnya ketika ia masih hidup, maka sakitnya maut itu seribu kali lebih sakit daripadanya. Padahal-kelembutan yang saya lakukan terhadap tuan, ketika saya mencabut nyawa tuan itu, belum pernah saya lakukan terhadap sesiapa pun sebelum tuan. Wahai Malaikat Maut, saya mempunyai permintaan lagi kepada tuan, iaitu saya sungguh-sungguh berhasrat melihat Neraka, supaya saya dapat beribadah kepada Allah SWT lebih banyak lagi, setelah saya menyaksikan dahsyatnya api neraka itu. Wahai Idris as. saya tidak dapat pergi ke Neraka jika tanpa izin dari Allah SWT.”

Akhirnya Allah SWT mewahyukan kepada Malaikat Maut agar ia membawa Nabi Idris ke dalam Neraka. Maka pergilah mereka berdua ke Neraka. Di Neraka itu, Nabi Idris as. dapat melihat semua yang diciptakan Allah SWT untuk menyiksa musuh-musuh-Nya. Seperti rantai-rantai yang panas, ular yang berbisa, kala, api yang membara, timah yang mendidih, pokok-pokok yang penuh berduri, air panas yang mendidih dan lain-lain.

Setelah merasa puas melihat keadaan Neraka itu, maka mereka pun pulang. Kemudian Nabi Idris as. berkata kepada Malaikat Maut: “Wahai Malaikat Maut, saya mempunyai hajat yang lain, iaitu agar tuan dapat menolong saya membawa masuk ke dalam Syurga. Sehingga saya dapat melihat apa-apa yang telah disediakan oleh Allah bagi kekasih-kekasih-Nya. Setelah itu saya pun dapat meningkatkan lagi ibadah saya kepada Allah SWT. Saya tidak dapat membawa tuan masuk ke dalam Syurga, tanpa perintah dari Allah SWT.” Jawab Malaikat Maut.

Lalu Allah SWT pun memerintahkan kepada Malaikat Maut supaya ia membawa Nabi Idris masuk ke dalam Syurga.

Kemudian pergilah mereka berdua, sehingga mereka sampai di pintu Syurga dan mereka berhenti di pintu tersebut. Dari situ Nabi Idris dapat melihat pemandangan di dalam Syurga. Nabi Idris dapat melihat segala macam kenikmatan yang disediakan oleh Allah SWT untuk para wali-waliNya. Berupa buah-buahan, pokok-pokok yang indah dan sungai-sungai yang mengalir dan lain-lain.

Kemudian Nabi Idris berkata: “Wahai saudaraku Malaikat Maut, saya telah merasakan pahitnya maut dan saya telah melihat dahsyatnya api Neraka. Maka mahukah tuan memohonkan kepada Allah untukku, agar Allah mengizinkan aku memasuki Syurga untuk dapat meminum airnya, untuk menghilangkan kesakitan mati dan dahsyatnya api Neraka?”

Maka Malaikat Maut pun bermohon kepada Allah. Kemudian Allah memberi izin kepadanya untuk memasuki Syurga dan kemudian harus keluar lagi. Nabi Idris pun masuk ke dalam Syurga, beliau meletakkan kasutnya di bawah salah satu pohon Syurga, lalu ia keluar kembali dari Syurga. Setelah beliau berada di luar, Nabi Idris berkata kepada Malaikat Maut: “Wahai Malaikat Maut, aku telah meninggalkan kasutku di dalam Syurga.

Malaikat Maut pun berkata: Masuklah ke dalam Syurga, dan ambil kasut tuan.”

Maka masuklah Nabi Idris, namun beliau tidak keluar lagi, sehingga Malaikat Maut memanggilnya: “Ya Idris, keluarlah!. Tidak, wahai Malaikat Maut, kerana Allah SWT telah berfirman bermaksud:

“Setiap yang berjiwa akan merasakan mati.” (Ali-Imran: 185)

Sedangkan saya telah merasakan kematian. Dan Allah berfirman yang bermaksud:

“Dan tidak ada seorang pun daripadamu, melainkan mendatangi Neraka itu.” (Maryam: 71)

Dan saya pun telah mendatangi Neraka itu. Dan firman Allah lagi yang bermaksud:

“… Dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan daripadanya (Syurga).” (Al-Hijr: 48)

Maka Allah menurunkan wahyu kepada Malaikat Maut itu: “Biarkanlah dia, kerana Aku telah menetapkan di azali, bahawa ia akan bertempat tinggal di Syurga.”

Allah menceritakan tentang kisah Nabi Idris ini kepada Rasulullah SAW dengan firman-Nya bermaksud:

“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris yang tersebut di dalam Al-Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang Nabi. Dan kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” (Maryam: 56-57)

Sumber: tranung.net

SEMOGA MENAMBAH KE IMANAN KITA SEMUANYA.

MUKJIZAT YANG TERBUKTI SECARA ILMIAH




Berbagai macam mukjizat telah diberikan Allah SWT kepada kekasihNya Rasulullah Muhammad SAW, untuk memberi kebenaran atas Kerasulan yang disandangnya. Salah satu mukjizat dari Rasulullah Muhammad SAW, ialah “Membelah Bulan”. Sebagaimana hadits riwayat Abdullah bin Mas`ud Radhiyallahu’anhu berikut ini, ia berkata :
“Bulan terbelah menjadi dua pada masa Rasulullah SAW lalu Rasulullah SAW bersabda : Saksikanlah oleh kalian.” (Shahih Muslim No. 5010)
Hadist riwayat Anas RA, dia berkata :
“Penduduk Makkah meminta kepada Rasulullah SAW untuk diperlihatkan kepada mereka satu mukjizat (tanda kenabian), maka Rasulullah SAW memperlihatkan kepada mereka mukjizat terbelahnya bulan sebanyak dua kali.” (Shahih Muslim No. 5013)

Dalam temu wicara di televisi bersama pakar Geologi Muslim, Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar, salah seorang warga Inggris mengajukan pertanyaan kepadanya, apakah ayat dari surat Al-Qamar memiliki kandungan mukjizat secara ilmiah? Maka Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar menjawabnya sebagai berikut :

“Tentang ayat ini, saya akan menceritakan sebuah kisah. Sejak beberapa waktu lalu, saya mempresentasikan di Univ. Cardif, Inggris bagian barat, dan para peserta yang hadir bermacam-macam, ada yang muslim dan ada juga yang bukan muslim. Salah satu tema diskusi waktu itu adalah seputar mukjizat ilmiah dari Al-Qur’an.”

Salah seorang pemuda yang beragama muslim pun berdiri dan bertanya : “Wahai Tuan, apakah menurut anda ayat yang berbunyi “Telah dekat hari kiamat dan bulan pun telah terbelah” mengandung mukjizat secara ilmiah?”

Maka professor pun menjawabnya :

“Tidak, sebab kehebatan ilmiah dapat diterangkan oleh ilmu pengetahuan, sedangkan mukjizat tidak bisa diterangkan oleh ilmu pengetahuan, sebab ia tidak bisa menjangkaunya.
Dan tentang terbelahnya bulan, maka itu adalah mukjizat yang terjadi pada Rasul terakhir Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam sebagai pembenaran atas kenabian dan kerasulannya, sebagaimana nabi-nabi sebelumnya.



Dan mukjizat yang kelihatan, maka itu disaksikan dan dibenarkan oleh setiap orang yang melihatnya. Andai hal itu tidak termaktub di dalam kitab Allah dan hadits-hadits Rasulullah SAW, maka tentulah kami para muslimin di zaman ini tidak akan mengimani hal itu.

Akan tetapi, hal itu memang benar termaktub di dalam Al-Qur’an dan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wassalam. Dan memang Allah ta’alaa benar-benar Maha berkuasa atas segala sesuatu”.

Dan setelah selesai Prof. Dr. Zaghlul menyampaikan hadits nabi tersebut, berdirilah seorang muslim warga Inggris dan memperkenalkan diri seraya berkata : “Aku Daud Musa Pitkhok, ketua Al-Hizb Al-Islamy Inggris. Wahai tuan, bolehkah aku menambahkan?”

Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar menjawab : “Dipersilahkan dengan senang hati.”

Daud Musa Pitkhok berkata :
“Aku pernah meneliti agama-agama (sebelum menjadi muslim), maka salah seorang mahasiswa muslim menunjukiku sebuah terjemahan makna-makna Al-Qur’an yang mulia. Maka, aku pun berterima kasih kepadanya, dan aku pun membawa terjemahan itu pulang ke rumah. Dan ketika aku membuka-buka terjemahan Al-Qur’an itu di rumah, maka surat yang pertama aku buka ternyata Al-Qamar. Dan aku pun membacanya :

“Telah dekat datangnya saat itu dan Telah terbelah bulan [1434]. Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata: “(Ini adalah) sihir yang terus menerus”. Dan mereka mendustakan (Nabi) dan mengikuti hawa nafsu mereka, sedang tiap-tiap urusan telah ada ketetapannya[1435].” (QS. Al-Qamar : 1-3)

[1434] Yang dimaksud dengan saat di sini ialah terjadinya hari kiamat atau saat kehancuran kaum musyrikin, dan “terbelahnya bulan”, ialah suatu mukjizat nabi Muhammad SAW.

[1435] Maksudnya, bahwa segala urusan itu pasti berjalan sampai waktu yang Telah ditetapkan terjadinya, seperti: urusan Rasulullah dalam meninggikan kalimat Allah pasti sampai pada akhirnya yaitu kemenangan di dunia dan kebahagiaan di akhirat. sedang urusan orang yang mendustakannya pasti sampai pula pada akhirnya, yaitu kekalahan di dunia dan siksaan di akhirat.

Maka aku pun bergumam : “Apakah kalimat ini masuk akal?? Apakah mungkin bulan bisa terbelah kemudian bersatu kembali?? Andai benar, kekuatan macam apa yang bisa melakukan hal itu???”

Maka, aku pun menghentikan dari membaca ayat-ayat selanjutnya, dan aku menyibukkan diri dengan urusan kehidupan sehari-hari. Akan tetapi Allah-lah Yang Maha Tahu tentang tingkat keikhlasan hamba-Nya dalam pencarian kebenaran.

Maka aku pun suatu hari duduk di depan televisi Inggris. Saat itu ada sebuah diskusi hangat antara presenter seorang Inggris dan 3 orang pakar ruang angkasa Amerika Serikat. Ketiga pakar antariksa tersebut pun menceritakan tentang dana yang begitu besar dalam rangka melakukan perjalanan ke antariksa.

Daripada itu, diantara diskusi hangat tersebut adalah tentang turunnya astronot menjejakkan kakiknya di bulan, dimana perjalanan antariksa ke bulan tersebut telah menghabiskan dana tidak kurang dari 100 juta dollar.

Mendengar hal itu, presenter terperangah kaget dan berkata : “Kebodohan macam apalagi ini, dana begitu besar dibuang oleh AS hanya untuk bisa mendarat di bulan?”

Mereka pun menjawab : “Tidak! Tujuannya tidak semata menancapkan ilmu pengetahuan AS di bulan, akan tetapi kami mempelajari kandungan yang ada di dalam bulan itu sendiri, maka kami pun telah mendapat hakikat tentang bulan itu, yang jika kita berikan dana lebih dari 100 juta dollar untuk kesenangan manusia, maka kami tidak akan memberikan dana itu kepada siapapun.”

Maka presenter itu pun bertanya : “Hakikat apa yang kalian telah capai sehingga demikian mahal taruhannya?”

Mereka menjawab : “Ternyata bulan pernah mengalami pembelahan di suatu hari dahulu kala, kemudian menyatu kembali!”

Presenter pun bertanya : “Bagaimana kalian bisa yakin akan hal itu?”

Mereka menjawab : “Kami mendapati secara pasti dari batuan-batuan yang terpisah dan terpotong di permukaan bulan sampai di dalam (perut) bulan. Maka, kami pun meminta para pakar geologi untuk menelitinya, dan mereka mengatakan, “Hal ini tidak mungkin telah terjadi, kecuali jika memang bulan pernah terbelah lalu bersatu kembali”.

Mendengar paparan itu, ketua Al-Hizb Al-Islamy Inggris mengatakan :
“Maka aku pun turun dari kursi dan berkata, “Mukjizat (kehebatan) benar-benar telah terjadi pada diri Muhammad sallallahu alaihi wassallam 1400-an tahun yang lalu. Allah benar-benar telah mengolok-olok AS untuk mengeluarkan dana yang begitu besar, 100 juta dollar lebih, hanya untuk menetapkan akan kebenaran muslimin! Subhanallah.”

6 Cara Meraih Kebahagiaan Hakiki

Menurut Imam Sayfi’i ada 6 cara untuk meraih kebahagiaan hakiki yaitu :

· Kecerdasan

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” (QS. Ali Imron : 190)

“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka” (QS. Ali Imron : 191)

“Aku mengikuti prasangka hamba-Ku” (Hadist Qudsi)

· Perhatian

Perhatian disini ialah bagaimana orang itu lebih memperhatikan akhiratnya daripada dunianya tapi bukan berarti harus melulu beribadah terus tanpa bekerja karena Rasulullah saw juga bekerja sebagaimana kita dan beliau juga menikah yang mana bekerja dan menikah adalah hal yang duniawi. Jadi selain bekerja dan hal-hal dunia lainnya (selain hal maksiat) kita juga tidak boleh lupa akan akhirat kita, kita juga harus lebih memberikan perhatian ekstra apakah ibadah yang kita lakukan itu sudah benar dan berusaha untuk terus menambah intensitas ibadah dan amal shalih. Demi akhirat

· Kesungguhan

Berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mewujudkan keinginan kita agar dapat menikmati akhirat nanti. Jangan hanya berdoa saja tanpa ibadah, walaupun berdoa 10 kali sehari tapi tidak shalat dan terus-terusan bermaksiat yang ada hanya harapan kosong. Jadi bersungguh-sungguhlah, berusahalah sebisa mungkin untuk terus beribadah, jangan lupa amal shalihnya.

· Biaya

Dalam mempelajari syariat islam kita tentunya memerlukan biaya. Lalu bagaimana dengan orang-orang yang tidak mampu ?

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (QS. Al-Baqarah : 286)

Tapi alangkah baiknya bagi anda yang diberikan kelebihan untuk membantu orang-orang yang tidak mampu yang ingin mempelajari islam, atau membantu untuk meringankan kesusahan orang-orang fakir asal jangan membantu orang yang kesusahan ingin berbuat maksiat.

“Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya” (QS. Al-Baqarah : 286)

· Bimbingan orang yang lebih pintar

Maksud berteman dengan orang-orang yang pintar di sini ialah orang-orang yang pintar dalam hal agama bukan pintar dalam bermaksiat, berteman dengan orang-orang shalih banyak mendatangkan keuntungan buat kita sendiri yaitu mereka dapat menasihati kita pada saat kita melakukan perbuatan yang bertentangan dengan syariat islam, membantu kita supaya tetap istiqomah di jalan Allah ini.

Tapi hal ini bukan berarti kita harus menjauhi orang-orang yang hidupnya bergelimangan maksiat, kalau anda merasa bahwa anda adalah tipe yang bisa mempengaruhi maka ajaklah pelaku maksiat itu secara perlahan-lahan untuk mengikuti jalan Allah tetapi jika anda tipe yang mudah terpengaruh maka anda harus memutuskan untuk menjauhi mereka.

· Waktu yang panjang

Teruslah untuk melakukan amal shalih dan jangan pernah berhenti untuk menebar kebajikan di sekitar anda. Perpanjanglah waktu shalat anda dan jangan terburu-buru ingin segera mengakhirkan shalat, karena pada saat shalat itulah kita benar-benar berhadapan dengan Sang Pencipta, konsentrasikan pikiran anda dan kurangilah pikiran tentang dunia pada saat shalat.

Memang bukan hal mudah untuk membuat pikiran kita tidak melayang-layang pada saat shalat tapi juga bukan hal yang mustahil selama kita terus mencobanya. Ingat jangan pernah menyerah untuk terus berdekatan dengan Allah