Showing posts with label RASULULLAH. Show all posts
Showing posts with label RASULULLAH. Show all posts

Monday 2 January 2012

Sahabat yang Mengubah Batu Menjadi Emas


Siapa tak mengenal Abdurrahman bin Auf? Salah satu dari 10 sahabat yang dijamin mendapatkan surga. Bahkan semua Muslim pada masa sulit seperti sekarang tentu lebih menginginkan menjadi sepertinya dan berusaha mengikuti jejaknya sebagai kontribusi dalam Islam. Beliau pernah menyumbangkan separuh hartanya ditambah 40.000 dinar, 500 kuda dan 500 unta dalam satu waktu, dan menyumbangkan 50.000 dinar fii sabilillah ketika meninggal, dan lebih banyak lagi yang beliau sumbangkan tatkala masih hidup.Abdurrahman bin Auf adalah ikon Muslim salih dan kaya. Kombinasi yang tampaknya sulit kita temukan pada abad-abad terakhir. Tapi sulit bukan berarti mustahil. Kita hanya perlu sedikit demi sedikit mempelajari kisahnya dan berharap bisa lebih ‘salih dan kaya’ setiap harinya.Ketika Rasulullah memerintahkan hijrah menuju Madinah, Abdurrahman bin Auf adalah salah satu shahabat yang berhijrah tanpa harta, karena beliau lebih memilih Allah serta Rasul-Nya dibanding harta melimpah yang selama ini dia usahakan di Makkah.Begitu sampai di Madinah, Rasulullah saw mempersaudarakan Abdurrahman bin Auf dengan saudagar paling kaya di kota itu, Sa’ad bin Rabi’. Saking bahagianya, Sa’ad bin Rabi’ yang telah mendengar kehebatan Abdurrahman dalam berdagang langsung memperlihatkan semua tokonya pada Abdurrahman, lalu meminta Abdurrahman memilih separuhnya. Tidak hanya itu, Abdurrahman bahkan diminta memilih salah satu dari istri sahabatnya Sa’ad bin Rabi’ yang paling disukainya. Subhanallah, inilah persahabatan dalam Islam.Namun Abdurrahman menjawabnya “Semoga Allah memberkahi hartamu dan keluargamu, aku tidak memerlukan semua itu. Akan tetapi, tunjukkanlah aku dimana pasar supaya aku dapat berdagang disitu”Sa’ad bin Rabi’ pun menunjukannya letak pasar. Dan dalam waktu dekat perniagaannya berkembang dan menikahi seorang Muslimah dengan mahar emas seberat biji kurma. Tidak hanya itu, dia menjadi orang yang paling kaya di Madinah setelahnya.Dari sini ada beberapa pelajaran yang bisa kita tarik.1. Abdurrahman bin Auf menunjukkan kepada kita bahwa modal harta itu penting, tapi modal mental lebih penting. Mental kaya lebih penting daripada kaya. Abdurrahman memulai dari nol dan mampu mengumpulkan kekayaan lebih banyak karena dia memiliki mental kaya. Mental kaya ini misalnya selalu mau memberi bukan menerima, siap dengan kerasnya usaha, tangguh, bersungguh-sungguh dalam usaha dan meyakini keberhasilan usahanya. Ini tergambar dari perkataannya “Seandainya aku membalik sebuah batu, maka aku akan menemukan emas atau perak”2. Selain mental kaya, Abdurrahman juga memahami secara mendalam seluk beluk perdagangan secara teknis. Abdurrahman tidak hanya memiliki mental saja, tapi dia juga menguasai pasar. Sesampainya di Madinah, Abdurrahman dikisahkan mendatangkan minyak samin dan keju dari wilayah lain untuk dijual di Madinah. Artinya beliau paham betul masalah supplier dan jalur distribusi, networking, marketing, dan tentunya selling.3. Belajar dari Abdurrahman bin Auf yang lain, beliau meniatkan semua hartanya untuk diinfakkan di jalan Allah semaksimal mungkin. Pada saat perang Tabuk beliau menginfakkan 200 uqiyah emas dari hartanya ( 1 uqiyah emas = 29,75 gram emas), sehingga Umar mengkhawatirkan apakah Abdurrahman menyisakan untuk keluarganya. Saat ditanya Rasulullah perkara uang yang dia tinggalkan untuk keluarganya, beliau menjawab “Mereka kutinggalkan lebih banyak dan lebih baik daripada yang kusumbangkan.” Rasul melanjutkan pertanyaannya “Berapa?” Maka Abdurrahman menjawab: “Sebanyak rezeki, kebaikan, dan pahala yang dijanjikan Allah.”Siapa yang membantu agama Allah, Allah akan membantunya. Siapa yang memberi pinjaman kepada Allah, akan dilipatgandakan. Begitulah Abdurrahman yang bertambah kaya karena menginfakkan hartanya fii sabilillah. Simak perkayaan Allah dalam hal ini:مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَSiapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan (TQS Al-Baqarah [2]: 245)4. Yang terakhir, Abdurrahman adalah ksatria Islam yang istimewa, dan termasuk diantara sahabat yang mampu secara maksimal berjuang dengan harta dan jiwanya. Mungkin kita mengetahui beliau senang menginfakkan hartanya di jalan Allah. Tapi sedikit yang mengetahui bahwa Abdurrahman juga maju ke medan perang. Dia tidak menganggap bahwa harta adalah pengganti dirinya untuk maju ke medan perang. Dia memperjuangkan surga Allah dengan harta dan jiwa. Dan Allah menggantinya lebih banyak lagi. Sederhananya, dia menjadikan hartanya sebagai wasilah (perantara) ibadah, bukannya sebagai tujuanWalhasil, beginilah profil pengusaha Muslim yang layak dinanti. Yang siap mengorbankan seluruh harta dan jiwanya di jalan Allah. Mungkin sulit, tapi bukan berarti mustahil. Yang ada saat ini, orang yang memiliki harta merasa bisa mengganti maksiat mereka dengan infak harta. Atau sebaliknya, merasa perjuangannya cukup dengan jiwa saja tapi pelit mengeluarkan harta. Semoga Allah segera mengenalkan kita profil-profil Abdurrahman bin Auf pada zaman kita, sehingga kebangkitan Islam semakin dekat. Semoga.Ditulis oleh @felixsiauw dalam rangka menyambut Muslim Entrepreneur Forum 2012, yang rencananya akan diselenggarakan pada 26 Januari 2012 yang akan datang di Gedung Smesco, Jakarta

Abu Bakar Ash-Shiddiq (632-634 M) Sang Pembela Rasulullah



Abu Bakar termasuk pelopor kaum Muslimin pertama, As-Sabiqunal Awwalun, para pendahulu. Ia adalah orang yang memercayai Rasulullah di saat banyak orang menganggap beliau gila. Abu Bakar termasuk orang yang siap mengorbankan nyawanya, di saat banyak orang hendak membunuh Rasulullah.Nama awal Abu Bakar adalah Abdullah bin Abu Quhafah. Dalam lembaran sejarah disebutkan nama ayahnya adalah Abu Quhafah. Ini pun bukan nama sebenarnya. Utsman bin Amir demikian nama lain dari Abu Quhafah. Abu Bakar lahir pada 573 Masehi, lebih muda sekitar tiga tahun dari Nabi Muhammad.Sebelum masuk Islam, ia dipanggil dengan sebutan Abdul Ka’bah. Ada cerita menarik tentang nama ini. Ummul Khair, ibunda Abu Bakar sebelumnya beberapa kali melahirkan anak laki-laki. Namun setiap kali melahirkan anak laki-laki, setiap kali pula mereka meninggal. Sampai kemudian ia bernazar akan memberikan anak laki-lakinya yang hidup untuk mengabdi pad Ka’bah. Dan lahirlah Abu Bakar.Setelah Abu Bakar lahir dan besar ia diberi nama lain; Atiq. Nama ini diambil dari nama lain Ka’bah, Baitul Atiq yang berarti rumah purba. Setelah masuk Islam, Rasulullah memanggilnya dengan sebutan Abdullah. Nama Abu Bakar sendiri konon berasal dari predikat pelopor dalam Islam. Bakar berarti dini atau awal.Suatu hari Abu Bakar ingin berangkat berdagang ke wilayah Thaif bersama rekan bisnisnya, Hakim bin Hizam—keponakan Khadijah. Tiba-tiba sesorang datang menemuinya. Orang itu berkata kepada Hakim, “Bibimu Khadijah mengaku suaminya menjadi nabi sebagaimana Musa. Ia sungguh telah mengabaikan tuhan-tuhan.”Selanjutnya Abu Bakar berpikir. Ia orang yang paling mengerti tentang Muhammad Saw. Sebelum sesuatu terjadi, ia harus menemui beliau untuk memastikan berita tersebut. Setelah itu barulah ia akan menentukan sikap.Abu Bakar mendatangi Rasulullah Saw. Ia berusaha mengingat kembali semua kisah tentang sahabatnya itu. Ia yakin, sahabatnya tidaklah seperti orang-orang Quraisy kebanyakan. Sahabatnya bukanlah orang yang mengagungkan berhala-berhala yang disembah oleh orang-orang Quraisy. Di masa mudanya tidak ada sifat kekanak-kanakan seperti halnya pemuda-pemuda Quraisy dan ia mempunyai kebiasaan yang sangat berbeda dengan kaumnya. Setiap tahun, ia menyendiri di Gua Hira selama sebulan penuh.Semua gambaran dan bayangan itu bergelayut dalam ingatan Abu Bakar. Ia mempercepat langkah untuk segera mengetahui kebenaran dari mulut sahabatnya langsung. Lalu muncul dalam ingatan Abu Bakar tentang keberkahan yang dialami kaum Bani Sa’ad saat Halimah As-Sa’diyah mengambil beliau dalam susuannya menuju kampungnya. Abu Bakar juga mengingat ulang pembicaraan Bukhaira, seorang pendeta yang mengingatkan paman beliau Abu Thalib dari tipu daya Yahudi apabila mereka mengetahui tentang anak kecil yang dibawanya.Akhirnya Abu Bakar sampai juga di rumah Muhammad Saw. Ia masuk menemui sahabatnya dan langsung bertanya, “Apa yang sebenarnya terjadi dengan berita yang telah aku dengar tentangmu? Apakah engkau mengira kaummu mengakui kebenaran yang engkau katakan?”“Wahai Abu Bakar, maukah engkau kuceritakan sesuatu, apabila engkau rela aku akan terima, namun jika tidak suka maka aku akan menyimpannya,” jawab Muhammad.Abu Bakar menjawab, “Ini telingaku, silakan katakan.”Nabi Saw membacakan beberapa ayat Al-Qur’an kepada Abu Bakar. Beliau juga menceritakan kepadanya tentang wahyu yang turun dan peristiwa di Gua Hira yang beliau alami. Jiwa Abu Bakar telah siap memercayainya, karena kemudahan yang Allah berikan kepadanya dengan pertemanan dan ketulusan pengenalan.Tanpa ragu, belum sampai Rasulullah Saw menyelesaikan ceritanya, Abu Bakar berbisik lirih, “Aku bersaksi bahwa engkau orang yang jujur. Apa yang engkau serukan adalah kebenaran. Sesungguhnya ini adalah kalam Allah.”Setelah itu, ia menemui Hakim bin Hizam dan berkata, “Wahai Abu Khalid, kembalikanlah uangku, aku telah menemukan bersama Muhammad bin Abdullah sesuatu yang lebih menguntungkan daripada perniagaan bersamamu.” Abu Bakar mengambil hartanya dan berlalu.Rasulullah bukan tanpa alasan memilih Abu Bakar menjadi orang kedua setelah dirinya. Suatu hari Rasulullah pernah mengabarkan tentang keutamaan sahabat sekaligus mertua beliau ini. “Tak seorang pun yang pernah kuajak masuk Islam yang tidak tersendat-sendat dengan begitu ragu dan berhati-hati kecuali Abu Bakar. Ia tidak menunggu-nunggu atau ragu-ragu ketika kusampaikan hal ini,” sabda Rasulullah Saw.Hal ini pula yang menyebabkan ia dilantik dengan gelar Ash-Shiddiq di belakang namanya. Abu Bakar memang selalu membenarkan Rasulullah tanpa sedikit pun keraguan. Pada peristiwa Isra’ Mikraj, Abu Bakar adalah orang pertama yang percaya saat Rasulullah menyampaikan hal itu. Tanpa setitik pun ada kebimbangan di benaknya.Abu Bakar memulai misi mulia dalam menyerukan agama Allah, sehingga berkat tangannya, Allah memberikan hidayah-Nya kepada generasi pertama Islam (As-Sabiqunal Awwalun), di mana dengan kesabaran dan kesungguhan mereka membangun Islam.Ia mulai menyebarkan Islam kepada orang-orang di kaumnya yang ia percayai, orang yang berteman dan duduk bersamanya. Sehingga banyak sekali yang masuk Islam karenanya seperti Zubair bin Awwam, Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Sa’ad bin Abi Waqqash dan Abdurrahman bin Auf. Mereka ini berangkat menemui Rasulullah ditemani Abu Bakar. Lalu beliau menawarkan Islam kepada mereka, membacakan Al-Qur'an, menjelaskan kebenaran Islam, hingga mereka beriman.Betapa mulianya Abu Bakar Ash-Shiddiq yang telah mengislamkan lima dari sepuluh sahabat Nabi yang dijamin masuk surga. Umar berkata, “Abu Bakar adalah junjungan kami dan telah memerdekakan junjungan kami, yakni Bilal.”Ibnu Umar berkata, “Dahulu kami melakukan pemilihan kepada orang-orang pada zaman Nabi Saw masih hidup siapakah yang terbaik, maka kami memilih Abu Bakar dan kemudian Umar bin Khatab dan kemudian Utsman bin Affan.” (HR Bukhari)Abu Bakar hanya sebentar memegang kendali pemerintahan Islam setelah Rasulullah. Hari itu ia berniat untuk mandi. Udara amat dingin mencekam. Suhu tubuhnya tiba-tiba memanas. Karena merasa janjinya dengan Allah sudah dekat, Abu Bakar ingin menetapkan pengganti setelahnya.Ia meminta Abdurrahman bin Auf untuk datang. Ketika ditanyakan tentang pribadi Umar bin Khatab, Abdurrahman menjawab, “Ya, Umar lebih tepat, tetapi ia terlalu keras.”“Ia keras karena melihatku lunak. Kalau urusan ini sudah berada di tangannya, ia akan lunak,” kata Abu Bakar.Setelah itu, Abu Bakar memanggil beberapa sahabat lainnya, baik dari kaum Anshar maupun Muhajirin. Semua setuju untuk mengangkat Umar sebagai pengganti Abu Bakar. Setelah semuanya bubar, Abu Bakar meminta Utsman bin Affan untuk menulis apa yang didiktekannya. Abu Bakar berkata, “TuliskanBismillahirrahmanirrahim. Inilah janji yang diminta Abu Bakar kepada umat Islam...” tiba-tiba Abu Bakar pingsan.Namun Utsman meneruskan tulisannya: “Sesungguhnya aku mengangkat Umar bin Khatab sebagai penggantiku atas kalian dan aku tidak mengabaikan kebaikan untuk kalian...”Abu Bakar sadar kembali, lalu meminta Ustman membacakan apa yang dia tulis. Mendengar apa yang dibaca Utsman, Abu Bakar bertakbir. “Engkau menghawatirkan tadi aku akan meninggal sehingga engkau khawatir umat akan berselisih (kalau tidak ada nama yang tertulis)?” tanya Abu Bakar.Utsman mengiyakan. Panas Abu Bakar kian meningkat. Pada Senin 22 Jumadil Akhir 13 Hijriyah Abu Bakar wafat. Pada detik-detik terakhir hidupnya, Abu Bakar sempat menuliskan menuliskan sebuah wasiat yang diabadikan sejarah.Demikian isinya: “Bismillahirrahmanirrahim. Inilah pesan Abu Bakar bin Abu Quhafah pada akhir hayatnya dengan keluarnya dari dunia ini, untuk memasuki akhirat dan tinggal di sana. Di tempat ini orang kafir akan percaya, orang durjana akan yakin, dan orang yang berdusta akan membenarkan. Aku menunjuk penggantiku yang akan memimpin kalian adalah Umar bin Khatab.Patuhi dan taati dia. Aku tidak mengabaikan segala yang baik sebagai kewajibanku kepada Allah, kepada Rasulullah, kepada agama, kepada diriku, dan kepada kamu sekalian. Kalau dia berlaku adil, itulah harapanku, dan itu pula yang kuketahui tentang dia. Tetapi kalau dia berubah, maka setiap orang akan memetik hasil dari perbuatannya sendiri. Yang kuhendaki ialah setiap yang terbaik dan aku tidak mengetahui segala yang gaib. Dan orang yang zalim akan mengetahui perubahan yang mereka alami.”Semoga Allah menempatkannya pada sisi yang terbaik. Amin. 

Sunday 1 January 2012

Totalitas dalam ber-Syariat



p4b35741bbd9c9.jpg (400×300)
Abu Buraidah menceritakan bahwa ayahnya pernah mengisahkan, “Kami tengah duduk-duduk sambil minum di padang pasir. Saat itu kami bertiga atau berempat. Di hadapan kami tersaji bejana berisi minuman keras (khamr). Kami pun minum-minum menikmatinya. Tiba-tiba turunlah ayat pengharaman khamr dari Allah SWT kepada Rasulullah Muhammad SAW: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (TQS. Al-Maidah[5]:90-91). Kala itu ada orang yang sudah meminumnya, namun seketika itu pula ia memuntahkan khamr yang ada di mulutnya. Ada pula orang memegang khamr di tangannya, persis akan meminumnya hingga cangkir sudah menempel di bibirnya. Dicampakkanlah cangkir-cangkir saat itu juga. Dipecahkanlah bejana-bejana berisi khamr tanpa ditunda-tunda. Seraya berkata: 'Kami telah berhenti, duhai Tuhan kami, kami telah berhenti!'“ (Tafsir Ibnu Katsir, jilid II, hal. 115-118). Para sahabat begitu cepat menunaikan hukum Allah SWT. Mereka tidak menunda-nunda kepatuhan.
Dulu, pernah kaum wanita berkumpul bersama dengan Ibunda 'Aisyah radhiyallahu 'anha. Beliau menuturkan keutamaan wanita Quraisy dan Anshar, serta keimanannya pada wahyu yang diturunkan. Lalu, beliau menyampaikan bahwa telah turun surat an-Nur[24] ayat 31 tentang jilbab: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya …”. Pada saat yang sama, para suami segera menyampaikan ayat tersebut kepada para istrinya, anak-anak perempuannya, saudara-saudaranya perempuan, dll. Bersegeralah mereka mengambil sarung, seraya merobeknya dan menutupkannya ke seluruh tubuhnya. Ada juga yang menjadikan gordeng sebagai penutup badan dan kepalanya (Tafsir Ibnu Katsir, jilid III, hal. 346).
Ibunda 'Aisyah pun berdo'a: “Semoga Allah merahmati kaum wanita yang hijrah pertama kali, ketika Allah menurunkan firman-Nya, 'Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya …' segeralah kaum wanita itu merobek kain sarung mereka (untuk dijadikan kerudung) dan menutup kepala mereka dengannya” (HR. Bukhari).
Para wanita itu tidak mempertimbangkan dulu apakah maslahat atau tidak. Tidak pernah terbetik dalam benak mereka apakah dengan mengenakan kerudung (khimar) akan mengurangi kecantikannya. Tak ada keberatan dalam hatinya. Yang ada dalam dada mereka hanyalah semangat untuk segera patuh dan taat kepada Allah SWT Pencipta mereka.
Pemandangan seperti ini bukan sekedar kasus, melainkan merupakan karakter umat Islam. Ambil lagi contoh perubahan arah kiblat. Sejak Rasulullah dan para sahabat hijrah dari Makkah ke Madinah, mereka shalat menghadap Baitul Muqaddas (Masjid al-Aqsha). Pasca hijrah enam belas atau tujuh belas bulan lamanya, turunlah ayat yang memerintahkan Nabi Muhammad SAW mengarahkan kiblatnya ke Baitul Haram, Ka'bah di Makkah. Sejak itu Nabi pun shalat menghadap ka'bah. Pada hari turunnya perintah tersebut ada seorang sahabat yang turut shalat Ashar bersama dengan Rasulullah. Seusai shalat, ia keluar menuju kaum Anshar. Dia pun bersaksi bahwa dirinya telah shalat bersama dengan Nabi SAW dengan menghadap ke arah ka'bah. Kaum Anshar yang saat itu sedang shalat 'Ashar dalam keadaan ruku pun segera mengubah arah kiblat mereka dari Baitul Muqaddas ke ka'bah (HR. Bukhari).
Sungguh pemandangan yang indah. Tidak terlontar dari mulut atau hati mereka ”Tanggung, nanti saja menghadap ka'bahnya saat shalat Maghrib”. Tak terlintas dalam pikiran mereka untuk menangguhkan penerapan hukum Allah tersebut. Mereka benar-benar memegang prinsip, sami'na wa atho'na, kami mendengar dan kami pun mematuhinya.
Bahkan, sikap yang sama mereka lakukan kala dituntut mengobankan nyawanya sekalipun. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW saat perang Uhud, 'Bagaimana pandanganmu, wahai Rasulullah, jika aku terbunuh saat ini? Di manakah tempatku setelah mati?' Rasulullah pun segera menjawab: 'Engkau akan berada di surga'. Mendengar jawaban Nabi tersebut, orang itu langsung melemparkan buah-buah kurma yang ada di tangannya. Ia merangsek ke medan perang hingga gugur sebagai syuhada. Sungguh, kepatuhan kepada Allah SWT dan Rasululllah yang tiada tara.
Kini, Islam telah turun sempurna. Berbagai hukum syariat telah diberikan oleh Allah Zat Maha Pemberi Petunjuk. Misalnya, dalam menghadapi krisis finansial global, Islam telah menyediakan strategi jitu, yaitu: (1) jadikan emas dan perak sebagai mata uang atau standar mata uang, (2) hilangkan riba hingga perbankan ribawi tiada lagi, (3) lenyapkan judi (termasuk bursa saham) dalam perekonomian sehingga sektor non riil tidak ada dan ekonomi fokus pada sektor riil, (4) tegakkan sistem kepemilikan individu, negara dan umum sesuai syariah. Itulah solusi yang seharusnya diterapkan umat Islam.
Begitu juga, ketika negeri-negeri kaum Muslim dijajah oleh AS dan sekutunya, kaum Muslim pun segera menyatukan langkah dan kekuatan untuk membangun negara besar yang dapat melenyapkan kezhaliman mereka. Lalu, pemimpin kaum Muslim mengumandangkan jihad melawan kaum kafir imperialis. Niscaya, bermunculanlah para ksatria yang rindu akan kesyahidan menyambut seruan Allah SWT: ”Di antara orang-orang mu'min itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah (janjinya)” (TQS. Al-Ahzab[33]:23).
Wahai kaum Muslim, adakah kepatuhan total terhadap syariat dalam diri kita sebagaimana para sahabat? Ataukah, kesenangan dunia telah menjerat umat ini hingga lebih takut kepada manusia dan abai kepada Pencipta manusia?

Cinta Kepada Rasul



Pada saat Rasulullah SAW berhijrah dari Makkah ke Madinah, beliau ditemani oleh sahabatnya, Abu Bakar Shiddiq r.a. Terkait masalah ini ada hal menarik dari apa yang diriwayatkan oleh Imam al-Hakim dalam kitabnya al-Mustadrak. Beliau menyebutkan, sepanjang perjalanan tersebut Abu Bakar berjalan berpindah-pindah posisi. Sesekali mengambil posisi di depan beliau, dan kadangkala di belakangnya.
Apa yang dilakukan Abu Bakar rupanya membuat Rasulullah SAW penasaran. Beliaupun segera bertanya, “Wahai Abu Bakar, apakah gerangan yang menjadikan engkau sesekali berjalan di depanku lalu sesekali pindah berjalan di belakangku?” Abu Bakar pun menjawab serius, “Bila aku ingat orang-orang yang mengejarmu, aku berjalan di belakangmu agar aku dapat melindungimu. Namun, ketika aku teringat pada orang-orang yang hendak menerjangmu dari depan akupun berjalan di depanmu.” Mendengar jawaban demikian Nabi Muhammad SAW melanjutkan bertanya, “Wahai Abu Bakar, jika terjadi sesuatu, apakah engkau suka hal itu menimpamu dan tidak menimpaku?” Abu Bakar menjawab tanpa ragu, “Benar. Demi Allah yang mengutusmu dengan hak, jika ada suatu perkara yang menyakitkan maka aku lebih suka hal itu menimpaku dan tidak menimpamu.”
Ketika keduanya sampai di Gua Tsur, Abu Bakar melakukan inspeksi dulu terhadap isi gua. Barangkali ia khawatir ada hal yang membahayakan Nabi seperti ular. “Tunggu sebentar di tempatmu, duhai Rasulullah! Aku akan membersihkan gua untukmu,” ujarnya. Abu Bakar segera masuk gua lalu membersihkannya dari segala sesuatu yang dapat mengganggu. Ketika dia ada di atas gua, ia ingat belum membersihkan dan menutup suatu lubang. “Wahai Rasulullah, tunggu sebentar, aku akan membersihkan sebuah lubang dulu,” lanjutnya. Setelah selesai melakukan pengamanan dalam gua Abu Bakar mempersilakan Nabi masuk, “Silakan turun, wahai Rasulullah!” Beliau pun turun ke gua.
Sepenggal kisah di atas menggambarkan betapa cintanya Abu Bakar kepada Rasulullah Muhammad SAW. Apa sebenarnya yang ada di benak Abu Bakar kala itu? Ketika ditanya Nabi tentang mengapa ia melakukan hal tersebut, ia mengatakan: ”Kalau aku yang binasa, tidak akan ada apa-apa. Sebab, aku hanyalah seorang awam. Namun, bila engkau binasa, bagaimana dengan kaum Muslim dan masa depan Islam. Engkau adalah inti agama ini.” Nampak jelas, dibalik kecintaan Abu Bakar kepada Rasulullah adalah kecintaannya kepada Islam. Seakan-akan Abu Bakar menegaskan bahwa disamping memuliakan diri Nabi, salah satu bukti penting kecintaan seseorang kepada Rasulullah Muhammad SAW adalah pembelaannya kepada Islam yang beliau bawa.
Hal serupa merupakan karakter sahabat. Thariq bin Shihab meriwayatkan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Mas'ud berkata, ”Aku bersama Miqdad bin al-Aswad pernah ikut perang Badar. Jika aku menjadi peraih syahid, maka itu lebih aku sukai daripada terlepas darinya. Orang itu datang kepada Nabi SAW pada saat beliau sedang berdoa bagi kehancuran kaum musyrik. Ia pun berkata, ”Kami tidak akan mengatakan sebagaimana pernyataan kaum Musa kepada Musa nabi mereka 'Pergilah engkau dan Tuhan-mu berperang'. Sebaliknya, kami akan berperang di sebelah kananmu, di sebelah kirimu, di depan dan di belakangmu. Maka aku melihat wajah Nabi SAW bersinar-sinar dan perkataannya menunjukkan kegembiraan” (HR. Bukhari). Padahal, kata Nabi, yang disebut berperang di jalan Allah itu adalah li i'lai kalimatillah (meninggikan kalimat Allah). Karenanya, sikap berperang dari segenap arah bersama Nabi sebenarnya dalam rangka membela Islam sekaligus Rasul yang membawanya. Bahkan, Sa'ad pernah menunjukkan sikapnya untuk siap berperang mengorbankan nyawa sekalipun dalam menghadapi orang-orang yang mencampakkan Islam dengan cara mendustakan Rasulullah (HR. Bukhari dan Muslim). Itulah kecintaan para sahabat, kecintaan pada Rasul yang dibuktikan dengan kecintaan, penerapan, dan pembelaan pada Islam.
Segenap kecintaan sahabat kepada Nabi berintikan kecintaan kepada Islam. Bahkan, kecintaan isterinya pun demikian. Kecintaan Khadijah kepada Nabi Muhammad SAW bukanlah sedangkal cinta seorang isteri kepada suami, melainkan cinta seorang umat kepada Rasulullah yang diutus kepadanya sekaligus kecintaannya kepada Islam. Ketika Nabi ketakutan saat pertama kali menerima wahyu, Khadijah malah berkata, ”O, putera pamanku, bergembiralah, dan tabahkanlah hatimu! Demi Dia yang memegang hidup Khadijah, aku berharap kiranya engkau akan menjadi Nabi atas umat ini. Sama sekali Allah tidak akan mencemoohkan kau ...”. Gambaran ini pun nyata sekali dalam ungkapan Nabi tentangnya: ”Demi Allah, aku tidak pernah mendapat pengganti yang lebih baik daripada Khadijah. Ia beriman kepadaku ketika semua orang ingkar. Ia mempercayaiku kala semua orang mendustakanku. Ialah yang memberi harta pada saat semua orang enggan memberi. Dan darinya aku memperoleh keturunan, sesuatu yang tidak kuperoleh dari istri-istriku yang lain” (HR. Ahmad).
Kini, 1400 tahun telah berlalu. Adakah kecintaan kepada Rasul terpatri dalam hati? Ketika Nabi dilecehkan berulang-ulang, sudahkah kita membelanya? Saat Islam dilecehkan dalam film fitna, ajaran-ajarannya tentang poligami, hukuman mati (qishash) dan jihad disudutkan dengan dalih bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM), dimanakah pembelaan kita yang mengaku umatnya? Kala al-Quran diputarbalikkan, adakah sikap perjuangan dan pembelaan? Padahal, bukankah ayat demi ayat al-Quran dahulu dibela oleh Rasulullah dan para sahabat dengan pikiran, harta bahkan nyawa mereka? Kini, saatnya kita menunjukkan cinta hakiki kita kepada Rasul dengan jalan menerapkan, memperjuangkan dan membela Islam yang beliau sampaikan!

Saturday 31 December 2011

..**Dakwah Rasulullah di Mekah**..


Dengan mengamati perjalanan dakwah di Mekah, akan dapat difahami bahawa Rasulullah SAW berdakwah melalui dua tahap (marhalah). Tahap Pertama adalah Tahap Pembinaan dan Pembentukan manakala Tahap Kedua adalah Tahap Penyebaran Dakwah Secara Terang-terangan dan Melakukan Perjuangan untuk Membentuk Sebuah Masyarakat yang Baru (dari segi

pemikiran dan perbuatan).

(1) Tahap Pembinaan dan Pengkaderan( Pembentukan) [Marhalah Tasqif]

Tahap ini dimulai sejak Baginda SAW diutus menjadi Rasul, setelah
firman Allah SWT :

"Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah, lalu berilah peringatan!" [Al-Muddatstsir: 1-2]

Baginda SAW secara diam-diam (sirriyah) mulai mengajak masyarakat untuk memeluk Islam. Selama tiga tahun Baginda SAW menyampaikan dakwah dalam bentuk ajaran per individu dari rumah ke rumah. Bagi yang menerima dakwah, segera dikumpulkan di rumah seorang sahabat
bernama Arqam, sehingga rumah tersebut dikenali sebai Daurul Arqam (rumah Arqam). Di rumah ini setiap hari para sahabat mendengarkan ayat-ayat Al-Qur'an dan penjelasan dari Rasulullah SAW. Pendek kata tempat inilah mereka dibina dan dibentuk dengan bersungguh-sungguh dan terus menerus. Selanjutnya beberapa daripada mereka diutus untuk menyampaikan dakwah kepada yang lain. Di antaranya adalah Khabab bin Arts yang mengajarkan Al-Qur'an di rumah Fatimah binti Khaththab bersama suaminya, yang kemudian dari sinilah Umar bin Khaththab masuk Islam. Walaupun terasa lambat, namun semakin hari semakin bertambah
jumlah merekahingga mencapai 40 orang dalam tempoh waktu 3 tahun.

Sememangnya dakwah pada marhalah ini dilakukan secara diam-diam, tetapi bukan bererti Rasulullah takut melaksanakannya secara terang- terangan. Apakah ada yang meragukan rasa yakin Rasulullah SAW bahawa dalam mengembang risalah ini pasti akan mendapat perlindungan daripada Allah SWT? Seandainya dakwah dilaksanakan secara terang-
terangan pun, insyaAllah Rasulullah dijamin keselamatannya oleh Allah. Bila demikian, mengapa Rasul melakukannya secara diam-diam?

Jika dikaji secara saksama, maka akan dapat difahami mengapa tahap awal dakwah Rasulullah ini dilakukan secara sirriyah (diam-diam).Suatu konsepsi atau pemikiran yang masih asing dan belum terfikirkan oleh masyarakat, hendaklah terlebih dahulu disampaikan secara diam-
diam dengan memperbanyakkan face to face (bersemuka) dan penjelasan. Ternyata terbukti kemudian, aktiviti seperti ini mampu menghasilkan kader(pembetukan kumpulan kecil) dan pendukung teguh yang bersedia mengorbankan apapun untuk meraih cita-cita yang diharapkan. Maka inilah thoriqah (jalan atau cara) yang tepat untuk mengawali dakwah di tengah-tengah masyarakat yang menerapkan aturan jahiliyyah yang sama sekali jauh dari nilai-niali Islam.

Berdasarkan langkah dakwah ini jumhur (majoriti) fuqoha berpendapatbahawa bila kaum muslimin berada pada posisi atau kedudukan lemah,rapuh kekuatannya dan khuatir hancur binasa oleh kekuatan lawan, maka hal ini lebih utamakerana seseorang muslim tidak boleh menyerah kepada kaum kafir atau zalim dan tidak boleh berdiam diri tanpa berjihad melawan orang-orang kafir.

Hal ini terbukti pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW pada permulaan dakwah. Saat bersama isterinya yaitu Siti Khadijah, Rasulullah pernah diancam oleh Abu Jahal tatkala solat di depan Ka'bah dan dengan terang-terangan mencela patung-patung berhala yang disembah oleh
orang-orang Arab. Ketika di Mina, Rasul bersama Ali bin Abi Thalib menyampaikan kepada orang ramai bahawa suatu masa nanti Kerajaan Rom dan Parsi akan ditakluk oleh Islam.

Menurut periwayan hadis ini, apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para pengikutnya yang masih berjumlah tiga orang (Siti Khadijah, Saidina Abu Bakar RA dan Saidina Ali RA) itu adalah untuk menarik perhatian kaum Quraisy agar berfikir tentang hakikat berhala
yang dijadikan sebagai tuhan, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS.

Dari hal tersebut dapat pula diketahui bahawa sejak awal dakwah Rasulullah SAW bukanlah dakwah ruhiyyah (kerohanian) semata-mata, melainkan juga dakwah siyasiyyah (politik). Kerana tidak mungkin Kerajaan Rom dan Parsi akan dapat ditakluk tanpa niat dan usaha kaum
muslimin untuk memperoleh kekuasaan yang berdaulat, kekuasaan yang mampu menggerakkan bala tentera untuk menghancurkan kedua-dua kerajaan itu.

(2) Tahap Interaksi dengan Masyarakat dan Perjuangan [Marhalah tafaa'ul wal kiffah]

Pada tahap ini dakwah Rasulullah berubah dari sembunyi-sembunyi menjadi terang-terangan. Dari aktiviti mendekati individu-individu untuk kemudian disiapkan kutlah (kelompok) menjadi menyeru secara langsung dan terbuka kepada masyarakat seluruhnya. Hal ini dilakukan
setelah Rasulullah beserta para pengikutnya mendapat perintah daripada Allah SWT:

"Maka sampaikanlah secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang musyrik." [Al-Hijr: 94]

Sejak saat itu maka bermulalah pertempuran antara kekafiran dengan keimanan, dan pertarungan antara pemikiran yang rosak dan tercemar melawan pemikiran yang benar dan suci. Pertempuran yang dasyat pada tahap dakwah itu segera mendapat reaksi keras daripada orang-orang kafir di Mekah. Sehingga menimbulkan tentangan berupa penyiksaan-penyiksaan yang hebat dan datang secara bertubi-tubi. Pada tahap ini, para pengikut Rasulullah SAW sungguh-sungguh diuji sampai sejauh mana kualiti keimanan mereka setelah tiga tahun dibina keperibadiannya (syakhsiyah) di Darul Arqam.

Penyiksaan secara keji terhadap orang-orang yang memeluk Islam banyak terjadi. Penyiksaan terhadap Bilal bin Rabah, keluarga Yasir, Khabab bin Arts, Abu Dzar Al Ghifari, Ibnu Mas'ud, serta boikot yang dilakukan oleh kaum kafir Quraisy terhadap kaum muslimin hanyalah sedikit contoh daripada ujian itu.

Di puncak penderitaan itu, Rasulullah SAW berharap ada orang kuat diantara pengikutnya yang dapat melindungi dakwah. Harapan Rasulullah tidak sia-sia. Saidina Hamzah, paman Rasulullah yang sangat disegani, masuk Islam ketika melihat Muhammad Rasulullah dianiaya dan dicaci
maki oleh Abu Jahal. Ketika itulah Rasulullah SAW berdoa: 

"Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan Abu Jahal bin Hisyam atau dengan Umar bin Khathtab."

Doa Rasulullah yang mengharapkan Umar bin Khaththab masuk Islam menjadi pengajaran bahawa dakwah Islam dimana pun perkembangannya memerlukan pendukung-pendukung yang kuat dari orang-orang yang memiliki pengaruh di hadapan masyarakat.

Pengajaran lain daripada peristiwa- peristiwa itu adalah bahawa penderitaan, ujian dan cubaan merupakan ujian iman untuk memisahkan antara haq dengan yang bathil. Manakah pengikut Rasulullah yang teguh dan bersungguh-sungguh dan mana yang bukan. Kisah-kisah ini sepatutnya menjadi pengajaran bagi semua kaum muslimin untuk tetap dapat istiqomah di jalan dakwah serta ikhlas menegakkan deenullah (Agama Allah), meskipun mendapat ancaman maut, dianiaya dan disiksa oleh penguasa yang zalim. Pengorbanan merupakan hal yang tidak dapat dihindari dalam setiap perjuangan dakwah.

Pada tahap ini, dakwah Rasulullah lebih banyak menggugat mengenai aqidah, sistem serta adat-istiadat jahiliyah orang-orang kafir Mekah. Hal ini dapat dilihat dari ayat-ayat Makiyah yang pada umumnya mengajak manusia untuk memikirkan kejadian alam semesta, agar meninggalkan kepercayaan nenek moyang yang mereka warisi dan amalkan dalam kehidupan mereka.

Ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut:

a) Dalam masalah aqidah, seperti yang tersebut dalam firman Allah SWT:

"….. orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: `Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adaqlah pengikut jejak-jejak mereka.' (Rasul itu) berkata: `Apakah kamu akan mengikutinya juga sekalipun aku untukmu agama yang lebih nyata memberi petunjuk daripada apa yang kamu dapati bapak-bapakmu menganutnya? '…."[Az Zukhruf: 23-24]

b) Dalam Bidang Sosial, Allah SWT berfirman:

"Apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, merah padamlah mukanya dan dia sangat marah. Dia menyembunyikan diri dari orang ramai kerana buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburnya dalam tanah. Ketahuilah, alangkah buruknya yang mereka tetapkan itu." [An Nahl: 58-59]

c) Dalam Bidang Ekonomi, Allah SWT berfirman:

"Orang-orang yang menimbunkan emas dan perak serta tidak menafkahkannya di jalan Allah, beritahukanlah kepada mereka azab yang amat pedih."[At Taubah: 34]

Aktiviti dakwah yang dilakukan Rasulullah SAW membuatkan para tokoh pemimpin kafir Quraisy bertindak berkumpul di Darun Nadwah untuk membincangkan perilaku dan dakwah Rasulullah SAW yang telah menyusahkan mereka serta menggoncang kepimpinan mereka ke atas kaum Quraisy. Kemudian dibuat-buat isu bahawa Muhammad memiliki kata-kata yang menyihir, yang dapat memisahkan seseorang dengan isterinya, dari keluarganya, dan bahkan dari kaumnya. Akan tetapi kemudian Allah SWT mengkabarkan kepada Rasulullah SAW mengenai persekongkolan ini denagan firman-Nya:

"Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya) . Maka celakalah dia, bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian celakalah dia, bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian dia memikirkan.Sesudah itu, dia bermasam muka dan merungut. Kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri. Lalu dia berkata: `(Al-Quran) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu). Ini tidak lain hanyalah perkataan manusia.' Aku (Allah SWT) akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar." [Al-Muddatstsir: 18-26]

Tatkala para pemimpin Mekah mengalami kejumudan dan mulai menyakiti Rasul setelah paman Baginda RAW, Abu Thalib wafat. Rasulullah berusaha mencari pendukung ke kota Tha'if. Tetapi usaha Baginda tidak berhasil bahkan disambut dengan penghinaan dan lemparan batu. Rasulullah juga menyeru para pemuka kabilah-kabilah Arab. Baginda berkata kepada mereka,

"Ya Bani fulan! Saya adalah utusan Allah bagi kalian, dan menyeru kepada kalianuntuk beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan- Nya, dan agar kalian meninggalkan apa yang kalian sembah, agar kalian beriman kepadaku dan percaya kepadaku, dan agar kalian membela dan melindungiku, sehingga aku bisa menjelaskan apa yang telah disampaikan Allah kepadaku."

Dalam Sirah Ibnu Hisyam diriwayatkan, "Zuhri menceritakan bahawa Rasulullah SAW mendatangi secara peribadi Bani Kalban, akan tetapi mereka menolak. Baginda juga mendatangi Bani Hanifah, dan meminta kepada mereka nusroh (pertolongan) dan kekuatan, namun tidak adaorang Arab yang lebih keji penolakannya terhadap Baginda kecuali Bani Hanifah. Baginda juga mendatangi Bani Amir bin Sha'sha'ah, mendoakan mereka kepada Allah dan meminta kepada mereka secara peribadi. Kemudian berkatalah seorang laki-laki dari mereka yang bernama Baiharah bin Firas: `Demi Allah, seandainya aku mengabulkan pemuda Quraisy ini, sungguh orang Arab akan murka.' Kemudian ia berkata: `Apa pendapatmu jika kami membai'atmu atas urusan kamu, kemudian Allah memenangkanmu atas orang yang menyisihmu, apakah kami akan diberi kekuasaan setelah engkau?' Rasulullah SAW berkata kepadanya: `Urusan (kekuasaan) itu hanyalah milik Allah, yang Dia berikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki.' Baiharah berkata: `Apakah kami menyerahkan leher-leher kami kepada orang Arab padahal jika Allah memenangkan kamu, urusan (kekuasaan) itu bukan untuk kami. Kami tidak perlu urusanmu.' "

Baginda SAW selain aktif berdakwah kepada kabilah-kabilah di sekitar Mekah, Baginda juga mendatangi kabilah-kabilah di luar Mekah yang datang tiap-tiap tahun ke Mekah, baik untuk berdagang mahupun untuk mengunjungiKa' bah, di jalan-jalan, pasar Ukadz, dan Mina. Sampai
suatu ketika pada musim haji, datanglah serombongan orang dari suku Aus dan Khazraj dari Yatsrib (Madinah). Kesempatan ini digunakan oleh Rasulullah SAW untuk menyampaikan dakwah. Ketika rombongan ini mendengar ajakan Rasul, satu sama lain antara mereka saling
berpandangan sambil berkata: "Demi Allah, dia ini seorang nabi seperti yang dianjurkan orang-orang Yahudi kepada kami."

Kemudian mereka menerima dakwah Rasulullah SAW sambil berkata: `Kami tinggalkan kaum kami disana dan tidak ada pertentangan serta permusuhan antara kaum kamidengan kaum yang lain, mudah-mudahan Allah SWT mempertemukan mereka denganmu dan menerima dakwahmu, maka tidak ada lagi orang yang paling mulia darimu.' [Sirah Ibnu Hisyam 1: 428]

Tatkala tahun berikutnya tiba dan musim haji datang, dua belas orang lelaki dari penduduk Madinah bertemu dengan Rasulullah SAW di Aqobah. Mereka berbai'at kepada Rasulullah SAW yang dikenal dengan Bai'atul Aqabah.

Isi baiat (Pengistiharan untuk patuh) tersebut adalah:

"Tidak menyekutukan Allah, tidak mencuri, tidak berzina dan tidak membunuh anak-anak kecil, tidak berbohong serta tidak menentang Rasulullah dalam perbuatan ma'ruf."[ Hadis Riwayat Bukhari ]

Setelah bai'at itu, mereka kembali ke Madinah bersama utusan Rasul, yaitu Mush'ab bin Umair untuk mengajarkan Al-Quran dan hukum agama. Pada tahun berikutnya, Mush'ab bin Umair kembali ke Mekah bersama tujuh puluh lima orang Madinah yang telah masuk Islam. Dua diantaranya adalah wanita dan mereka membai'at Rasulullah SAW. Bai'at ini dinamakan Bai'atul Aqabah II. Selesai melakukan bai'at, Rasulullah menunjuk dua belas orang untuk menjadi pemimpin masing-masing qabilah mereka.

Abbas bin Ubadah, salah seorang dari mereka berkata kepada Rasulullah:

"Demi Allah yang mengutusmu dengan kebenaran, bila engkau mengizinkan, kami akan perangi penduduk Mina besok pagi dengan pedang-pedang kami."

Jawab Rasulullah SAW:

"Kita belum diperintahkan untuk itu, dan lebih baik kembalilah ke kenderaanmu masing-masing. "[Sirah Al Halabiah II: 176]

Jelas bahawa sebelum hijrah ke Madinah dan membangunkan Daulah di Madinah, kewajiban berjihad di dalam Islam belum diperintahkan. Dengan demikian dapat diketahui bahawa dakwah Rasulullah dalam period Mekah adalah dakwah dalam rangka memperkenalkan Islam melalui dakwah fikriyyah (intelektual) kemudian membina umat, mengatur barisan dan menyusun kekuatan untuk kemudian Hijrah ke Madinah.