Saturday 31 December 2011

Sebaik-baik Shaf Shalat.

Sebaik-baik Shaf Shalat.
"Khairu Shufuf al-rijal awwaluha wa khiru shufuf al-nisa' akhiruha."
yang artinya:
"Sebaik-baik shaf shalat laki-laki adalah yang terdepan dan sebaik-baik shaf shalat perempuan adalah yang terbelakang.
Hadits riwayat dari:
-Abu Hurairah.
-Abu Umamah.
-Fatimah binti Qais.
-Ibn Abbas.
-Anas.
-Umar ibn Khattab.



Kalau membaca hadits di atas teringatlah kita ketika Rasulullah SAW di masjid Nabawi yang sederhana dan bersahaja, tidak ada tabir dan belum dibangun bersusun seperti dewasa ini.

Paparan yang sedemikian ini disebut Sya'nul Wurud ( kondisi riil saat Nabi menyampaikan sebuah pesan ).
Belum algi pakaian yang digunakan oleh kebanyakan laki-laki yang sampai tengah betis, sehingga pada pelaksanaan shalat jama'ah ketika bangun untuk melaksanakan rakaat berikutnya, pihak wanita dinasehati oleh Rasulullah supaya tidak langsung ikut berdiri, melainkan menunggu kaum lelaki benar-benar telah berdiri tegak.

Tentu laki-laki yang berdiri pada shaf terdepan merasa aman dari terlihatnya aurat oleh kaum wanita.
Hal itu tentu berbeda ketika seseorang berada pada shaf terbelakang, yang konsentrasinya akan terasa risih bila auratnya terlihat oleh wanita yang berdiri di belakangnya.


Kekhusyu'an mereka yang berdiri pada shaf terdepan tentu lebih sempurna ketimbang mereka yang berdiri di shaf terbelakang.
Seperti itu juga kebalika yang terjadi pada wanita.
Mereka tentu lebih nikmat berdiri pada shaf terbelakang daripada mereka berdiri pada shaf terdepan.

Pemahaman seperti ini tentu akan berbeda sekiranya masjid di renovasi menjadi 2 tingkat misalnya.
Tingkat bawah diperuntukkan untuk kaum laki-laki dan tingkat atas untuk kaum perempuan.
Atau bisa juga kondisi masjid diberi sekat kain atau kayu untuk memisahkan jama'ah lelaki dan perempuan.

Masihkah shaf shalat wanita yang terbaik pada yang terbelakang.
Untuk memberikan pemahaman seperti ini tidaklah mudah, ketika kita harus berhadapan dengan teman yang memahami hadits dengan pendekatan tekstual murni.
Wallahu A'lam.

..**Sayang, nikah yuk?**..


Bismillahirrahmanirrahim..
Seorang wanita berbicara dengan kekasihnya,” Sayang, nikah yuk?”
Kekasihnya menjawab,”Nanti dulu ya neng, ntar abang nggak bisa membahagiakan kamu.”
Dalam hati kekasihnya berkata, kalau aku menikah pasti aku nggak akan bebas lagi.Sang wanita pun hanya bisa pasrah.
Di lain tempat ada seorang muslimah sedang ber-FB an ria dengan seseorang yang dia sebut ikhwan.
Muslimah itu pun mengirimkan pesan,”Kapan antum ke rumah ana, akh? kita tidak akan seperti ini terus kan akh?”
Ikhwan itu pun membalas,”Sabar yaa ukhti, ana pasti akan datang ke rumah anti, hanya ana ingin agar anti mau menanti ana sampai selesai kuliah lalu bekerja. Bila ini memang cinta, sungguh anti pasti sanggup menanti ana.”
Si ikhwan dalam hati berkata, kalau aku lulus kuliah itu 4 tahun lagi, terus nanti cari kerja kira-kira 2 tahun. Bisa nggak ya?
Muslimah itu pun meski ragu tapi tetap menerima dengan dalih karena cinta.
***
Berapa banyak laki-laki atau wanita yang beralasan seperti di atas, berapa banyak muslim atau muslimah yang tidak jelas alasannya. Diajak menikah alasannya banyak dan berubah-ubah, dari yang belum cocok jadi meng-halalkan pacaran dengan dalih ingin mencari yang cocok. Atau menanti tanpa batas waktu dengan dalih ta’aruf, padahal tak ada bedanya dengan mereka yang pacaran.
Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Kalau memang belum sanggup untuk mengikat seseorang dalam sebuah hubungan halal yakni Pernikahan, tak perlulah kamu rela dikerubuti syetan yang akan membawamu pada perzinaan.
Hilangkan pikiran untuk pacaran yang akhirnya hanya akan membuatmu terpuruk pada kesemuan cinta. Awalnya memang meyakinkan akhirnya menyesakkan, hanya karena alasan ketidak cocokan atau karena dia bukan orang yang tepat buat mendampingimu. Sampai kapan hal itu akan menjadi alasan untuk meng-halalkan pacaran?
Pupuskan dahulu untuk berta’aruf, agar tidak adanya seseorang yang menantimu sepanjang waktu sedangkan kamu tidak tahu sampai kapan bisa mewujudkannya. Jangan membuat dalih-dalih untuk membuatnya menunggu atas nama cinta, padahal kamu tidak siap untuk melamarnya. Semua ini hanya akan menambah kegalauan dan kekecewaan bahkan menghancurkan hidup orang lain.
Apabila memang kamu sudah siap, segera halalkan lah hubunganmu, namun bila kamu belum siap untuk menikah, maka jagalah hatimu dahulu. Jangan kamu umbar janjimu padahal kamu tahu kamu belum mampu menepatinya.
Pikirkanlah lagi bila kamu ingin menerima ta’arufan dari laki-laki, padahal kamu tahu bila kamu harus menanti ketidakpastian. Iya kalau memang penantianmu ada hasilnya, kalau tidak? kamu hanya akan membuang waktu. Apabila dia ingin serius denganmu, dia tidak akan membiarkanmu dalam ketidakpastian.
***

Di suatu rumah, seorang wanita sedang bercengkrama dengan seorang laki-laki. Tak lain dia adalah suaminya yang sudah di nikahinya selama 20 tahun.
Suaminya bertanya,”Kenapa kamu memilihku untuk menikahimu? padahal kita tidak lama berjumpa. Semudah itu kah kau jatuh cinta padaku?”
Wanita itu pun tersenyum manja seraya menjawab,”Karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah memilihmu untuk ku cintai.”
Sungguh cinta yang hakiki datangnya dari sebuah Pernikahan, bukan hanya dengan janji semata.

Sanksi meninggalkan Shalat


Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu.
Rasulullah SAW. bersabda, "Barangsiapa menjaga shalat, niscaya di muliakan oleh Allah dengan lima kemuliaan" :
  1. Allah menghilangkan kesempitan hidupnya
  2. Allah hilangkan siksa kubur darinya
  3. Allah akan memberikan buku catatan amalnya dengan tangan kanannya
  4. Dia akan melewati jembatan (Shirat) bagaikan kilat
  5. Akan masuk syurga tanpa hisab
Dan barangsiapa yang menyepelekan shalat, niscaya Allah akan mengazabnya dengan lima belas siksaan ; enam siksa di dunia, tiga siksaan ketika mati, tiga siksaan ketika masuk liang kubur dan tiga siksaan ketika bertemu dengan Tuhannya (akhirat).
Adapun siksa di dunia adalah :
  1. Dicabut keberkahan umurnya
  2. Dihapus tanda orang saleh dari wajahnya
  3. Setiap amal yang dikerjakan, tidak diberi pahala oleh Allah
  4. Tidak diterima do'anya
  5. Tidak termasuk bagian dari do'anya orang-orang saleh
  6. Keluar ruhnya (mati) tanpa membawa iman
Adapun siksa ketika akan mati :
  1. Mati dalam keadaan hina
  2. Mati dalam keadaan lapar
  3. Mati dalam keadaan haus, yang seandainya diberikan semua air laut tidak akan menghilangkan rasa hausnya
Adapun siksa kubur :
  1. Allah menyempitkan liang kuburnya sehingga bersilang tulang rusuknya
  2. Tubuhnya dipanggang di atas bara api siang dan malam
  3. Dalam kuburnya terdapat ular yang bernama Suja'ul Aqro' yang akan menerkamnya karena menyia-nyiakan shalat. Ular itu akan menyiksanya, yang lamanya sesuai dengan waktu shalat
Adapun siksa yang menimpanya waktu bertemu dengan Tuhan:
  1. Apabila langit telah terbuka, maka malaikat datang kepadanya dengan membawa rantai. Panjang rantai tsb. tujuh hasta. Rantai itu digantungkan ke leher orang tersebut, kemudian dimasukkan ke dalam mulutnya dan keluar dari duburnya. Lalu malaikat mengumumkan : 'Ini adalah balasan orang yang menyepelekan perintah Allah'. Ibnu Abbas r.a berkata, 'seandainya lingkaran rantai itu jatuh ke bumi pasti dapat membakar bumi'.
  2. Allah tidak memandangnya dengan pandangan kasih sayang-Nya Allah tidak mensucikannya dan baginya siksa yang pedih.
  3. Menjadi hitam pada hari kiamat wajah orang yang meninggalkan shalat, dan sesungguhnya dalam neraka Jahannam terdapat jurang yang disebut "Lam-lam". Di dalamnya terdapat banyak ular, setiap ular itu sebesar leher unta, panjangnya sepanjang perjalanan sebulan. Ular itu menyengat orang yang meninggalkan shalat sampai mendidih bisanya dalam tubuh orang itu selama tujuh puluh tahun kemudian membusuk dagingnya.

------------------
(Risalah As Sayyid Ahmad Dahlan) Hafidz Al Mundziri, terjemah kitab At Targhiib wat Tarhiib, hal 32

Bila Cinta Tak Berbalas


“Maaf Akhi, bukannya saya tidak menghormati permintaan akhi. Tapi
rasanya kita cukup menjalin ukhuwah saja dalam perjuangan. Saya doakan
semoga akhi menemukan pasangan lain yang lebih baik dari saya.

Amboi, bagaimana rasanya bila kalimat di atas dialami oleh para
ikhwan? Bisa saja langit terasa runtuh, hati berkeping-keping. Sang
pujaan hati yang kita harapkan menjadi teman setia dalam mengarungi
perjalanan hidup menampik khitbah kita. Segala asa yang pernah coba
ditambatkan akhirnya karam. Cinta suci sang ikhwan bertepuk sebelah
tangan.

Ya drama kehidupan menuju mahligai pelaminan memang beragam. Ada yang
menjalaninya dengan smooth, amat mulus, tapi ada yang berliku penuh
onak duri, bahkan ada yang pupus ditengah perjalanan karena cintanya
tak bertaut dalam maghligai pernikahan.

Ini bukan saja dialami oleh para ikhwan, kaum akhwat pun bisa
mengalaminya. Bedanya, para ikhwan mengalami secara langsung karena
posisi mereka sebagai subyek/pelaku aktif dalam proses melamar.
Sehingga getirnya kegagalan cinta -seandainya memang terasa getir-
langsung terasa. Sedangkan kaum akhwat perasaanya lebih aman
tersembunyi karena mereka umumnya berposisi pasif, menunggu pinangan.
Tapi manakala sang ikhwan yang didamba memilih berlabuh dihati yang
lain kekecewaan juga merebak dihati mereka.
Mengambil sikap

Ikhwan dan akhwat rahimakumullah, siapapun berhak kecewa manakala
keinginan dan cita-citanya tidak tercapai. Perasaan kecewa adalah
bagian dari gharizatul baqa (naluri mempertahankan diri) yang Allah
ciptakan pada manusia. Dengannya, manusia adalah manusia, bukan
onggokan daging dan tulang belulang. Ia juga bukan robot yang bergerak
tanpa perasaan, tapi manusia memiliki aneka emosi jiwa. Ia bisa
bergembira tapi juga bisa kecewa.

Emosi negatif, seperti perasaan kecewa akibat tertolak, bukannya tanpa
hikmah. Kesedihan akan memperhalus perasaan manusia, bahkan akan
meningkatkan kepekaannya pada sesama. Bila dikelola dengan baik maka
akan semakin matanglah emosi yang terbentuk. Tidak meledak-ledak lalu
lenyap seketika. Ia akan siap untuk kesempatan berikutnya; kecewa
ataupun bergembira. Jadi mengapa tidak bersyukur manakala kita
ternyata bisa kecewa? Karena berarti kita adalah manusia seutuhnya.

Kegagalan bukanlah akhir dari segalanya, tapi justru awal dari
segala-galanya. Meski terdengar klise tapi ada benarnya; ambillah
pelajaran dari sebuah kegagalan lalu buatlah perbaikan diri. Tentu
saja itu dengan tetap mengimani qadla Allah SWT.

Agar kegagalan mengkhitbah tidak menjadi petaka, maka ikhwan dan
akhwat, persiapkanlah diri sebaik-baiknya, ada beberapa langkah yang
bisa diambil:

Percayai qadla
Manusia tidak suka dengan penolakan. Ia ingin semua
keinginannya selalu terpenuhi. Padahal ditolak adalah salah satu
bagian dari kehidupan kita. Kata seorang kawan, hidup itu adakaanya
tidak bisa memilih. Perkataan itu benar adanya, cobalah kita
renungkan, kita lahir kedunia ini tanpa ada pilihan; terlahir sebagai
seorang pria atau wanita, berkulit coklat atau putih, berbeda suku
bangsa, dan sebagainya. Demikian pula rezeki dan jodoh adalah hal yang
berada di luar pilihan kita. Man propose, god dispose. Kita hanya bisa
menduga dan berikhtiar, tapi Allah jua yang menentukan.
“Sesungguhnya salah seorang di antara kalian dikumpulkan
penciptaannya di dalam rahim ibunya selama 40 hari kemudian menjadi
alaqah kemudian menjadi janin, lalu Allah mengutus malaikat dan
diperintahkannya dengan empat kata dan dikatakan padanya: tulislah
amalnya, rizkinya dan ajalnya. (HR.Bukhari).
Maka kokohkanlah keimanan saat momen itu terjadi pada
kita. Yakinilah skenario Allah tengah berlangsung, dan jadilah
penyimak yang baik dengan penuh sangka yang baik padaNya. Tanamkan
dalam diri kita Allah Mahatahu yang terbaik bagi hamba-hambaNya
Jangan biarkan kekecewaan menggerogoti keimanan kita
kepadaNya. Apalagi dengan terus menanamkan prasangka buruk padaNya.
Segerahlah sadar bahwa ini adalah ujian dari Allah. Akankah kita
menerima qadla-Nya atau merutuknya?
Dengan demikian, fragmen yang pahit dalam kehidupan
InsyaAllah akan memperkuat keyakinan kita bahwa Allah sayang pada
kita. Demikian sayangnya, sampai-sampai Allah tidak rela menjodohkan
kita dengan si fulan yang kita sangka sebagai pelabuhan cinta kita.

Bersiap untuk cinta dan bahagia
“Seandainya ukhti menjadi istri saya, saya berjanji akan
membahagiakan ukhti,” demikian ungkapan keinginan para ikhwan terhadap
akhwat yang akan mereka lamar. Puluhan, mungkin ratusan angan-angan
kita siapkan seandainya si dia menerima pinangan cinta kita. Kita
begitu siap untuk berbahagia dan membahagiakan orang lain. Sama
seperti banyak orang yang ingin menjadi kaya, tenar dan dipuja banyak
orang.

Sayang, banyak diantara kita yang belum siap untuk merasa
kecewa. Dan ketika impian itu berakhir kita seperti terhempas. Tidak
percaya bahwa itu bisa terjadi, ada akhwat yang berani menolak
pinangan kita. Bila kurang waras, mungkin akan keluar ucapan,
“berani-beraninya…” atau “apa yang kurang dari saya…..”
Akhi dan ukhti, jangan biarkan angan-angan membuai kita
dan membuat diri menjadi tulul amal, panjang angan-angan. Sadarilah
semakin tinggi angan membuai kita, semakin sakit manakala tak tergapai
dan terjatuh. Ambillah sikap simbang setiap saat; bersiap diri menjadi
senang sekaligus kecewa. Sikap itu akan menjadi buffer penyangga
mental kita, apapun yang terjadi kelak.
Manakala kenyataan pahit yang ada di depan mata, sang
akhwat menolak khitbah kita atau sang ikhwan memilih bunga yang lain,
hati ini tidak akan tercabik. Yang akan datang adalah keikhlasan dan
sikap lapang dada. Demikian pula saat ia menjatuhkan pilihannya pada
kita, hati ini akan bersyukur padaNya karena doa terkabul, keinginan
menjadi kenyataan.
“Menakjubkan perkara seorang mukmin, sesungguhnya
urusannya seluruhnya baik dan tidaklah hal itu dimiliki oleh seseorang
kecuali bagi seorang mukmin. Jika mendapat nikmat ia bersyukur maka
hal itu baik baginya, dan jika menderita kesusahan ia bersabar maka
hal itu lebih baik baginya.” (HR. Muslim).

Bukan Aib
Ditolak? Emang enak! Wah, mungkin demikian pikiran
sebagian ikhwan. Malu, kesal dan kecewa menjadi satu. Tapi itulah
bentuk perjuangan menuju pernikahan. Kita tidak akan pernah tahu
apakah sang pujaan menerima atau menolak kita, kecuali setelah
mengajukan pinangan padanya. Manakala ditolak tidak usah malu, bukan
cuma kita yang pernah ditolak, banyak ikhwan yang senasib dan
sependeritaan.
Saatnya berjiwa besar ketika ditolak. Tidak perlu merasa
terhina. Demikian pula saat banyak orang tahu hal itu. Bukankah apa
yang kita lakukan adalah sesuatu yang benar? Mengapa mesti malu.

Kita mungkin takkan Bahagia
Marah-marah karena lamaran tertolak? Mendoakan keburukan
pada ikhwan/akhwat yang tidak mencintai kita? Itu bukan sikap seorang
muslim/muslimah yang baik. Tidak ada yang bisa melarang seseorang
untuk jatuh cinta maupun menolak cinta. Sebagaimana kita punya hak
untuk mencintai dan melamar orang, maka ada pula hak yang diberikan
agama pada orang lain untuk menolak pinangan kita. Bahkan dalam
kehidupan rumah tangga pun seorang suami dan istri diberikan hak oleh
Allah SWT. Untuk membatalkan sebuah ikatan pernikahan.
Mengapa ada hak penolakan cinta yang diberikan Allah pada
kita? Bahkan dalam pernikahan ada pintu keluar perceraian. Jawabannya
adalah sangat mungkin manusia yang jatuh cinta atau setelah membangun
rumah tangga, ternyata tak kunjung memperoleh kebahagiaan (al hanaah)
dari pasangannya, maka tiada guna mempertahankan sebuah bahtera rumah
tangga bila kebahagiaan dan ketentraman tak dapat diraih. Wallahu
aflam bi ash shawab.
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh
rujuk lagi dengan cara yang mafruf atau menceraikan dengan cara yang
baik.” (QS. Al-Baqarah [2] : 229).

Berpikir positiflah manakala cinta tak berbalas. Belum tentu kita
memperoleh kebahagiaan bila hidup bersamanya. Apa yang kita pandang
baik secara kasat mata, belum tentu berbuah kebaikan di kemudian hari.
Adakalanya keinginan untuk hidup bersama orang yang kita
idamkan begitu menggoda. Tapi bila ternyata cinta kita bertepuk
sebelah tangan, untuk apa semua kita pikirkan lagi? Allah Maha
Pangatur, ia pasti akan mempertemukan kita dengan orang yang
memberikan kebahagiaan seperti yang kita angankan. Bahkan mungkin
lebih dari yang kita harapkan.
Be positive thinking, suatu hari kelak ketika antum telah
menikah dengan orang lain -bukan dengan si dia yang antum idamkan-
niscaya antum takjub dengan kebahagiaan yang antum rasakan. Percayalah
banyak orang yang telah merasakan hal demikian.

Saya tak mungkin berbahagia tanpanya
Ini adalah perangkap, ia akan memenjarakan kita terus
menerus dalam kekecewaan. Perasaan ini juga menghambat kita untuk
mendapatkan kesempatan berbahagia dengan orang lain. Mereka yang terus
menerus mengingat orang yang pernah menolaknya, dan masih terbius
dengan angan-angannya sebenarnya tengah menyiksa perasaan mereka
sendiri dan menutup peluang untuk bahagia.
Mari berpikir jernih, untuk apa memikirkan orang lain
yang sudah menjalani kehidupannya sendiri? Jangan biarkan orang lain
membatalkan kebahagiaan kita. Diri kitalah yang bisa menciptakannya
sendiri. Untuk itu tanamkan optimisme dan keyakinan terhadap qadla
Allah SWT. Insya Allah, akan ada orang yang membahagiakan kita kelak.

Cinta membutuhkan waktu
“Maukah ukhti menjadi istri saya? Saya tunggu jawaban
ukhti dalam waktu 1 X 24 jam!” Masya Allah, cinta bukanlah martabak
telor yang bisa di tunggu waktu matangnya. Ia berproses, apalagi
berbicara rumah tangga, pastinya banyak pertimbangan-pertimbangan yang
harus dipikirkan. Ada unsur keluarga yang harus berperan. Selain juga
ada pilihan-pilihan yang mungkin bisa diambil.
Jadi harap dipahami bila kesempatan datangnya cinta itu
menunggu waktu. Seorang akhwat yang akan dilamar -contoh extrim pada
kasus diatas- bisa jadi tidak serta merta menjawab. Biarkanlah ia
berpikir dengan jernih sampai akhirnya ia melahirkan keputusan. Jadi
cara berpikir seperti di atas sebenarnya lebih cocok dimiliki anggota
tim SWAT ketimbang orang yang berkhitbah

Ideal bagus, Tapi realistik adalah sempurna
“Suami yang saya dambakan adalah yang bertanggungjawab
pada keluarga, giat berdakwah dan rajin beribadah, cerdas serta
pengertian, penyayang, humoris, mapan dan juga tampan.” Itu mungkin
suami dambaan anda duhai Ukhti. tapi jangan marah bila saya katakan
bahwa seandainya kriteria itu adalah harga mati yang tak tertawar,
maka yang ukhti butuhkan bukanlah seorang ikhwan melainkan kitab-kitab
pembinaan.

Kenyataannya tidak ada satupun lelaki didunia ini yang
bisa memenuhi semua keinginan kita. Ada yang mapan tapi kurang
rupawan, ada yang rajin beribadah tapi kurang mapan, ada yang giat
dakwah dakwah tapi selalu merasa benar sendiri, dan sebagainya.
Ini bukan berarti kita tidak boleh memiliki kriteria bagi
calon suami/istri kita, tapi realistislah, setiap menusia punya
kekurangan sekaligus kelebihan. Mereka yang menikah adalah orang-orang
yang berani menerima kekurangan pasangannya, bukan orang-orang yang
sempurna. Tapi berpikir realistis terhadap orang yang akan melamar
kita, atau yang akan kita lamar, adalah kesempurnaan.
Maka doa kita kepada Allah bukanlah, “berikanlah
padaku pasangan yang sempurna” tetapi “ya Allah, karuniakanlah padaku
pasangan yang baik bagi agamaku dan duniaku.”

Kekuatan Ruhiyah
Percaya diri itu harus, tapi overselfconfidence adalah
kesalahan. Jangan terlalu percaya diri akhi bahwa lamaran antum
diterima. Jangan juga terlalu yakin ukhti, bahwa sang pujaan akan
datang ke rumah anti. Perjodohan adalah perkara gaib. Tanpa ada
seorang pun yang tahu kapan dan dengan siapa kita akan berjodoh. Cinta
dan berjodohan tidak mengenal status dan identifikasi fisik. Bukan
karena ukhti cantik maka para ikhwan menyukai ukhti. Juga bukan karena
akhi seorang hamalatud dafwah lalu setiap akhwat mendambakannya.
Kita tidak bisa mengukur kebahagiaan orang lain menurut
persepsi kita. Bukankah sering kita melihat seseorang yang menurut
kita “luar biasa” berjodoh dengan yang biasa-biasa saja. Seperti
seringnya kita melihat pasangan yang ganteng dan cantik, populer tapi
kemudian berpisah. Inilah rahasia cinta dan perjodohan, tidak bisa
terukur dengan ukuran-ukuran manusia.

Maka landasilah rasa percaya diri kita dengan sikap
tawakal kepada Allah. Kita berserah diri kepadaNya akan keputusan yang
ia berikan. Jauhilah sikap takkabur dan sombong. Karena itu semua
hanya akan membuat diri kita rendah dihadapan Allah dan orang lain.
Intinya saya bermaksud mengatakan jangan ke-ge-er-an dengan segala
title dan atribut yang melekat pada diri kita.

Beri cinta kesempatan (lagi)
“… dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang
kafir.” (QS. Yusuf [12] : 87).
Bersedih hati karena gagal bersanding dengan dambaan hati wajar
adanya. Tapi bukan alasan untuk menyurutkan langkah berumah tangga.
Dunia ini luas, demikian pula dengan orang-orang yang mencintai kita.
Kegagalan cinta bukan berarti kita tidak berhak bahagia atau tidak
bisa meraih kebahagiaan. Bila hari ini Allah belum mempertemukan kita
dengan orang yang kita cintai, Insya Allah ia akan datang esok atau
lusa, atau kapanpun ia menghendaki, itu adalah bagian dari
kekuasaanNya.

Cinta juga berproses. Ia membutuhkan waktu. Ia bisa
datang dengan cepat tak terduga atau mungkin tidak seperti yang kita
harapkan. Ada orang yang dengan cepat berumah tangga, tapi ada pula
yang merasakan segalanya berjalan lambat, namun tidak pernah ada kata
terlambat untuk merasakan kebahagiaan dalam pernikahan. Beri
kesempatan diri kita untuk kembali merasakan kehangatan cinta. glove
is knocking outside the doorh. Tidak pernah ada kata menyerah untuk
meraih kebahagiaan dalam naungan ridhoNya. Yang pokok, ikhwan atau
akhwat yang kelak akan menjadi pasangan kita adalah mereka yang
dirihoi agamanya.

“Jika melamar kepada kalian seseorang yang kalian ridho
agamanya dan akhlaknya maka nikahkanlah ia, bila kalian tidak
melakukannya maka akan ada fitnah di muka bumi dan kerusakan yang
nyata.” (HR. Turmudzi).

“Wanita dinikahi karena satu dari tiga hal; dinikahi
karena hartanya, dinikahi karena kecantikannya, dinikahi karena
agamanya. Maka pilihlah yang memiliki agama dan akhlak (mulia) niscaya
selamat dirimu.” (HR. Ahmad)


Awas, Jangan Ingat Akhwat Terus. . !!BAHAYA. . !!^____^

~. NABI AYUB ADALAH ORANG YANG PALING SABAR (al-Shabir).~

Nabi Ayub diuji oleh Allah SWT dengan penyakit aneh. Sekujur tubuhnya membusuk. Bukan hanya itu, luka di sekujur tubuhnya dikerumuni belatung. Akibatnya, ia dikucilkan oleh oleh masyarakat, termasuk oleh istri yang selama ini mendampinginya. Ia dibuang jauh diluar perkampungan, disebuah pegunungan. Ia hidup dalam sebuah gua yang gelap dan sepi. Didalam gua, Nabi Ayub menghabiskan waktunya seorang diri. Didalam kesendiriannya inilah, Nabi Ayub pernah bersumpah di dalam dirinya, 'seandainya Allah memberikan kesembuhan niscaya akan aku cambuk istriku karena sikapnya yang tega membuang dirinya ditempat yang sepi..

Suatu ketika ia termenung dan memandangi belatung yang sedang menggerogoti tubuhnya. Ia tiba-tiba berubah pandangan terhadap belatung-belatung yang menggerogoti tubuhnya. Ia menjadikan belatung-belatung tersebut sebagai temannya dan mengatakan, " Wahai para belatung sahabatku, makanlah sepuas-puasnya dagingku karena kalian semua sudah menjadi sahabatku.. Kalau hari-hari yang lampau kalian kuanggap musuhku, kemana-mana aku mencari tabib untuk memusnahkan kalian, maka sekarang satu-satunya yang bersedia menemaniku dikegelapan malam didalam gua ini hanyalah kalian. Semua orang, termasuk anggota keluargaku, membuang aku di tempat yang jauh ini.."

Konon belatung yang terjatuh pada saat ia beribadah diangkat lagi naik ke badannya. Begitu sayangnya Nabi Ayub terhadap belatung itu. Belatung-belatung itu seperti menjadi binatang kesayangannya.. Kalau dahulu gigitan belatung itu menyakitkan, kini ia menyukai dan menyayangi belatung itu.. Ini menjadi pelajaran bahwa perubahan paradigma dan persepsi ternyata bisa mempengaruhi perasaan seseorang.. Dari rasa yang amat sakit menjadi berkurang rasa sakitnya, bahkan mungkin menjadi kenikmatan tersendiri..

Setelah sekian lama Allah SWT menguji Nabi Ayub, suatu ketika ia diperintahkan oleh Allah untuk melakukan sesuatu : " Hantamkanlah kakimu,, inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.''
(QS. Shad [38] :42).
Setelah Nabi Ayub memukulkan kakinya ketanah, tiba-tiba memancarkan aliran air yang jernih dan sejuk dari bekas tumit Nabi Ayub.
Nabi Ayub pun minum dan mandi dari air itu, dan tiba-tiba ia merasakan perubahan yang amat besar didalam dirinya. Ia tidak menyaksikan lagi luka didalam dirinya dan sahabat-sahabat belatungnya tiba-tiba menghilang entah kemana.. Bahkan, bekas-bekas luka pun tidak tampak pada diri Nabi Ayub. Ia lalu sembah sujud kepada Allah SWT dan bersyukur atas diakhirinya seluruh cobaan pada dirinya..

Peristiwa memancarkan air dari pukulan kaki Nabi Ayub mengingatkan kita pada Nabi Ismail yang juga melakukan hal yang sama, tiba-tiba keluar mata air yang kini menjadi sumur ZamZam. Hanya bedanya sumur ZamZam dirawat dengan baik, sedangkan sumur Nabi Ayub yang terletak sekitardua jam dari Kota Damaskus, dekat dari makam Imam al-Nawawi, pengarang kitab Riyadh al-Shalihin, tidak terurus dengan baik.. Kini sumur itu baru dipugar oleh seorang Kanada yang mengaku kakinya yang dulu korengan dan sulit sembuh, tiba-tiba sembuh setelah dicuci dengan air itu. Ia kembali ke Kota kecil ini untuk membangun tembok dan pagar di sekeliling sumur Nabi Ayub..

Ketika Nabi Ayub masuk kembali ke perkampungan di dalam kota dengan wajah tampan seperti semula, semua orang memujanya, termasuk istrinya. Nmun, karena sudah terlanjur bersumpah akan mencambuk istrinya kalau ia kembali sembuh. Ia diminta Allah SWT untuk menunaikan sumpahnya tanpa menimbulkan rasa sakit pada istrinya. ” Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Nabi Ayub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya) (QS. Shad [38] : 44).

Yang menarik untuk diperhatikan dari kisah ini ialah Allah SWT menyebut Nabi Ayub sebagai orang yang shabir, bukan mashabir atau shabur. Didalam Alquran ada tiga istilah yang sering digunakan Allah SWT, yaitu Shabir, Mashabir, dan Shabur.
Meskipun ketiga kata tersebut berasal dari akar kata yang sama (shabara), ketiga membentuk makna berbeda satu sama lain. Kata shabir menunjukkan kepada orang yang sabar, tetapi kesabarannya masih temporer, sewaktu-waktu masih bisa lepas kontrol sehingga kesabaran menjadi lenyap. Sedangkan kata mashabir berarti orang yangnsabar dan kesabarannya bersifat permanen. Kalau ada orang yang membatasi kesabaran dalam kurun waktu tertentu, seperti ungkapan '' Kesabaran kan punya batas.'' maka orang itu belum masuk kategori 'mashabir' sedangkan shabur hanya berlaku untuk Allah SWT. Karena itu, salah satu sifat Allah yang ditempatkan dalam asma yang terakhir ialah al-Shabur...