Saturday 31 December 2011

~•♥•~Indahnya Persahabatan Suami-Istri~•♥•~




Oleh. Ir. Ratu Erma Rahmayanti
Pembina Forum Mar’ah Shalihah Pusat Pengembangan Islam

Tujuan pernikahan selain untuk melestarikan keturunan generasi manusia, juga dalam rangka untuk meraih sakinah mawaddah wa rahmah dalam keluarga. Kehidupan keluarga ini diawali dari adanya suami istri dalam rumah tangga. Interaksi keduanya (yakni suami dan istri) telah diatur oleh hukum-hukum syariat Islam yang terkait dengan kehidupan berkeluarga. Ada kewajiban masing-masing yang harus ditegakkan. Ada hak masing-masing yang harus terpenuhi. Pelaksanaan kewajiban masing-masing baik suami atau istri secara tidak langsung akan menjamin pemenuhan hak keduanya. Namun bukan berarti pelaksanaan hukum-hukum dalam rumah tangga bersifat mengekang dan sangat membebani keduanya. Bahkan pelaksanaan kewajiban-kewajiban ini menjadi sangat indah dan menyenangkan bila antara suami-istri ada pola persahabatan yang harmonis. Dengan pola persahabatan yang harmonis ini, sakinah, mawaddad wa rahmah akan mudah teraih. Seperti apa persahabatan antara suami istri?

Mengapa persahabatan suami istri begitu penting dalam rumah tangga?

Membina rumah tangga memerlukan waktu yang tidak sedikit, tidak ada orang yang bercita-cita menjalani rumah tangga hanya sebentar saja, inginnya langgeng bahkan sampai usia mereka menjadi kakek dan nenek. Perjalanannya melalui hari-hari yang panjang. Bila keseharian rumah tangga dijalani dengan suasana tidak enjoy, pantaslah bila keluarga yang tidak harmonis dikatakan “Rumahku nerakaku”, namun sebaliknya bila dijalani denga enjoy dikatakan “rumahku surgaku” atau “baiti jannati”. Gambaran baiti jannati terwujud bila pergaulan antara orang yang menjalani rumah tangga itu memiliki hubungan dengan corak atau pola persabatan. Shoohaba artinya saling menyertai, mendampingi, mengisi dan memberi. Take and give gitu, satu sama lain memenuhi haknya dan menjalankan kewajiban masing-masing.

Bagaimana bila hubungan suami dan istri tidak dilandasi pola persahabatan ini?

Lawan dari persahabatan adalah persaingan. Dalam persaingan, satu sama lain akan saling mengungguli dan mesti pihak yang merasa unggul akan merendahkan yang lain. Suasana ini tentu saja akan menimbulkan ketidakharmonisan, suami akan keberatan memenuhi hak istri yang menjadi kewajibannya, begitu juga istri keberatan jika harus taat suami kalau suaminya tidak memenuhi kewajibannya. Akhirnya, yang terjadi adalah konflik terus.

Apakah berarti membangun persahabatan itu perlu dimulai sejak belum menikah? Misalnya ketika proses penjajakan untuk menuju pernikahan, agar ketika menikah bisa lebih bersahabat.

Bisa saja, tapi tidak dengan cara pacaran. Dengan alasan penjajakan dan membangun persahabatan. Yang harus dilakukan sebelum menikah adalah memahami hubungan dalam kehidupan pernikahan.

21. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.

Dari ayat tersebut difahami bahwa dasar dari pernikahan adalah ketenangan. Dasar dari kehidupan rumah tangga adalah ketenangan. Agar terjadi hubungan persahabatan yang penuh suka cita dan ketenangan, Islam menjelaskan ada hak-hak istri yang harus dipenuhi suami sebagai kewajibannya, dan ada pula hak-hak suami yang harus dipenuhi sebagai kewajiban atas sang istri. Dalam hal ini Allah berfirman:

Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya[143]. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

[143] hal Ini disebabkan Karena suami bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan rumah tangga (lihat surat An Nisaa’ ayat 34).

Dalam ayat lain Allah berpesan:
Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.

Jadi agar nanti saat pernikahan terasa hubungan yang sarat dengan persahabatan, masing-masing harus mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajibannya.

Bila kita menikah dengan orang yang baru kita kenal mungkinkah kita langsung bisa membangun persahabatan dengannya?

Tentu saja bisa, karena saat hati calon pasangan suami istri telah mantap untuk menapaki jalan rumah tangga, berarti mereka telah siap menjalankan kewajiban dalam rumah tangga dan siap memenuhi hak-hak masing-masing pasangan. Karena gambaran persahabatan itu kan saling memberi dan menerima. Masalah hati (rasa cinta dan sayang) itu mah bisa diatur, karena persahabatan tidak semata terjalin hanya didasari cinta (syahwat/kecenderungan). Banyak yang membangun hubungan karena “cinta” (yang berpacaran dulu kemudian menikah), rumah tangganya penuh dengan perselisihan.

Dalam hubungan keluarga ada hukum yang mewajibkan istri harus taat pada suami, istri harus melayani suami, tidakkah ini merupakan satu bentuk diskriminasi satu pihak terhadap pihak lainnya?

Tentu saja tidak. Kalau difikirkan dengan jernih mengapa seorang istri harus taat pada suaminya, sebenarnya itu merupakan hubungan timbal balik yang kuat. Suami kan diminta mempergauli istrinya dengan baik, ia harus menafkahi semua kebutuhan istri, bersikap lembut, tidak kasar, tidak cenderung pada wanita lain (menjaga perasaan istri), berwajah ramah (berseri-seri) dan selain itu suami berkewajiban melindungi istrinya dari kejahatan, bahaya dll dan juga bertanggungjawab dalam pendidikan istrinya. Nah, dengan kewajiban dan tanggungjawab yang begitu besar, sepantasnyalah ia mendapat imbalan keta’atan sang istri. Karena pada saat hak-hak dirinya (suami) dipenuhi dengan keta’atan istrinya, suami akan merasa bahagia dan bebannya terasa ringan untuk dipikul.

Sahabat Ibnu Abbas menuturkan: “Para istri berhak untuk dipergauli (dibimbing, dan dibina) secara baik, disisi lain ia harus ta’at pada apa yang telah diwajibkan atas mereka yaitu memenuhi hak-hak para suami”.

Dalam pelaksanaannya masing-masing harus melaksanakan kewajiban dan memenuhi hak pasangannya, bagaimana agar semua ini bisa berjalan indah dan menyenangkan?
Pandanglah semua itu dalam rangka taat perintah Allah, Sang Maha Diraja, Pemilik seluruh alam. Niscaya saat menjalankan kewajiban dan tatkala memenuhi hak yang menjadi pasangan hidup akan terasa indah dan menyenangkan. Kepuasan batin yang tidak bisa dinilai, saat kita telah mampu menjalankan titah Sang Pencipta. Perasaan senang saat menjalankan perintah harus dipupuk sejak dini, tidak muncul tiba-tiba. Diawali dengan kesadaran akan arti kehidupan, untuk apa manusia hidup dan apa makna bahagia yang hakiki. Mulai dengan ketaatan-ketaatan, terikat hukum syara dalam segala hal. Dengan pembiasaan seperti ini, niscaya rasa senang dan bahagia dalam menjalankan perintah Allah akan terasa.

Apa kiat-kiat menguatkan jalinan persahabatan antara suami istri?
- Usahakan mengenal lebih dalam karakter pasangan
- Senantiasa memahami bahwa ada kekurangan pada pasangan kita, tapi ingat firman Allah:
- Menerima setiap kelebihan yang ada pada pasangan dan memberi penghargaan untuk hal itu
- Melakukan komunikasi yang terbuka dan hangat, setiap masalah dibicarakan dan dicarikan solusinya bersama
- Cepat memaafkan bila terjadi kekeliruan pada pasangan kita

Sebaik-baik Shaf Shalat.

Sebaik-baik Shaf Shalat.
"Khairu Shufuf al-rijal awwaluha wa khiru shufuf al-nisa' akhiruha."
yang artinya:
"Sebaik-baik shaf shalat laki-laki adalah yang terdepan dan sebaik-baik shaf shalat perempuan adalah yang terbelakang.
Hadits riwayat dari:
-Abu Hurairah.
-Abu Umamah.
-Fatimah binti Qais.
-Ibn Abbas.
-Anas.
-Umar ibn Khattab.



Kalau membaca hadits di atas teringatlah kita ketika Rasulullah SAW di masjid Nabawi yang sederhana dan bersahaja, tidak ada tabir dan belum dibangun bersusun seperti dewasa ini.

Paparan yang sedemikian ini disebut Sya'nul Wurud ( kondisi riil saat Nabi menyampaikan sebuah pesan ).
Belum algi pakaian yang digunakan oleh kebanyakan laki-laki yang sampai tengah betis, sehingga pada pelaksanaan shalat jama'ah ketika bangun untuk melaksanakan rakaat berikutnya, pihak wanita dinasehati oleh Rasulullah supaya tidak langsung ikut berdiri, melainkan menunggu kaum lelaki benar-benar telah berdiri tegak.

Tentu laki-laki yang berdiri pada shaf terdepan merasa aman dari terlihatnya aurat oleh kaum wanita.
Hal itu tentu berbeda ketika seseorang berada pada shaf terbelakang, yang konsentrasinya akan terasa risih bila auratnya terlihat oleh wanita yang berdiri di belakangnya.


Kekhusyu'an mereka yang berdiri pada shaf terdepan tentu lebih sempurna ketimbang mereka yang berdiri di shaf terbelakang.
Seperti itu juga kebalika yang terjadi pada wanita.
Mereka tentu lebih nikmat berdiri pada shaf terbelakang daripada mereka berdiri pada shaf terdepan.

Pemahaman seperti ini tentu akan berbeda sekiranya masjid di renovasi menjadi 2 tingkat misalnya.
Tingkat bawah diperuntukkan untuk kaum laki-laki dan tingkat atas untuk kaum perempuan.
Atau bisa juga kondisi masjid diberi sekat kain atau kayu untuk memisahkan jama'ah lelaki dan perempuan.

Masihkah shaf shalat wanita yang terbaik pada yang terbelakang.
Untuk memberikan pemahaman seperti ini tidaklah mudah, ketika kita harus berhadapan dengan teman yang memahami hadits dengan pendekatan tekstual murni.
Wallahu A'lam.

..**Sayang, nikah yuk?**..


Bismillahirrahmanirrahim..
Seorang wanita berbicara dengan kekasihnya,” Sayang, nikah yuk?”
Kekasihnya menjawab,”Nanti dulu ya neng, ntar abang nggak bisa membahagiakan kamu.”
Dalam hati kekasihnya berkata, kalau aku menikah pasti aku nggak akan bebas lagi.Sang wanita pun hanya bisa pasrah.
Di lain tempat ada seorang muslimah sedang ber-FB an ria dengan seseorang yang dia sebut ikhwan.
Muslimah itu pun mengirimkan pesan,”Kapan antum ke rumah ana, akh? kita tidak akan seperti ini terus kan akh?”
Ikhwan itu pun membalas,”Sabar yaa ukhti, ana pasti akan datang ke rumah anti, hanya ana ingin agar anti mau menanti ana sampai selesai kuliah lalu bekerja. Bila ini memang cinta, sungguh anti pasti sanggup menanti ana.”
Si ikhwan dalam hati berkata, kalau aku lulus kuliah itu 4 tahun lagi, terus nanti cari kerja kira-kira 2 tahun. Bisa nggak ya?
Muslimah itu pun meski ragu tapi tetap menerima dengan dalih karena cinta.
***
Berapa banyak laki-laki atau wanita yang beralasan seperti di atas, berapa banyak muslim atau muslimah yang tidak jelas alasannya. Diajak menikah alasannya banyak dan berubah-ubah, dari yang belum cocok jadi meng-halalkan pacaran dengan dalih ingin mencari yang cocok. Atau menanti tanpa batas waktu dengan dalih ta’aruf, padahal tak ada bedanya dengan mereka yang pacaran.
Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Kalau memang belum sanggup untuk mengikat seseorang dalam sebuah hubungan halal yakni Pernikahan, tak perlulah kamu rela dikerubuti syetan yang akan membawamu pada perzinaan.
Hilangkan pikiran untuk pacaran yang akhirnya hanya akan membuatmu terpuruk pada kesemuan cinta. Awalnya memang meyakinkan akhirnya menyesakkan, hanya karena alasan ketidak cocokan atau karena dia bukan orang yang tepat buat mendampingimu. Sampai kapan hal itu akan menjadi alasan untuk meng-halalkan pacaran?
Pupuskan dahulu untuk berta’aruf, agar tidak adanya seseorang yang menantimu sepanjang waktu sedangkan kamu tidak tahu sampai kapan bisa mewujudkannya. Jangan membuat dalih-dalih untuk membuatnya menunggu atas nama cinta, padahal kamu tidak siap untuk melamarnya. Semua ini hanya akan menambah kegalauan dan kekecewaan bahkan menghancurkan hidup orang lain.
Apabila memang kamu sudah siap, segera halalkan lah hubunganmu, namun bila kamu belum siap untuk menikah, maka jagalah hatimu dahulu. Jangan kamu umbar janjimu padahal kamu tahu kamu belum mampu menepatinya.
Pikirkanlah lagi bila kamu ingin menerima ta’arufan dari laki-laki, padahal kamu tahu bila kamu harus menanti ketidakpastian. Iya kalau memang penantianmu ada hasilnya, kalau tidak? kamu hanya akan membuang waktu. Apabila dia ingin serius denganmu, dia tidak akan membiarkanmu dalam ketidakpastian.
***

Di suatu rumah, seorang wanita sedang bercengkrama dengan seorang laki-laki. Tak lain dia adalah suaminya yang sudah di nikahinya selama 20 tahun.
Suaminya bertanya,”Kenapa kamu memilihku untuk menikahimu? padahal kita tidak lama berjumpa. Semudah itu kah kau jatuh cinta padaku?”
Wanita itu pun tersenyum manja seraya menjawab,”Karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah memilihmu untuk ku cintai.”
Sungguh cinta yang hakiki datangnya dari sebuah Pernikahan, bukan hanya dengan janji semata.

Sanksi meninggalkan Shalat


Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu.
Rasulullah SAW. bersabda, "Barangsiapa menjaga shalat, niscaya di muliakan oleh Allah dengan lima kemuliaan" :
  1. Allah menghilangkan kesempitan hidupnya
  2. Allah hilangkan siksa kubur darinya
  3. Allah akan memberikan buku catatan amalnya dengan tangan kanannya
  4. Dia akan melewati jembatan (Shirat) bagaikan kilat
  5. Akan masuk syurga tanpa hisab
Dan barangsiapa yang menyepelekan shalat, niscaya Allah akan mengazabnya dengan lima belas siksaan ; enam siksa di dunia, tiga siksaan ketika mati, tiga siksaan ketika masuk liang kubur dan tiga siksaan ketika bertemu dengan Tuhannya (akhirat).
Adapun siksa di dunia adalah :
  1. Dicabut keberkahan umurnya
  2. Dihapus tanda orang saleh dari wajahnya
  3. Setiap amal yang dikerjakan, tidak diberi pahala oleh Allah
  4. Tidak diterima do'anya
  5. Tidak termasuk bagian dari do'anya orang-orang saleh
  6. Keluar ruhnya (mati) tanpa membawa iman
Adapun siksa ketika akan mati :
  1. Mati dalam keadaan hina
  2. Mati dalam keadaan lapar
  3. Mati dalam keadaan haus, yang seandainya diberikan semua air laut tidak akan menghilangkan rasa hausnya
Adapun siksa kubur :
  1. Allah menyempitkan liang kuburnya sehingga bersilang tulang rusuknya
  2. Tubuhnya dipanggang di atas bara api siang dan malam
  3. Dalam kuburnya terdapat ular yang bernama Suja'ul Aqro' yang akan menerkamnya karena menyia-nyiakan shalat. Ular itu akan menyiksanya, yang lamanya sesuai dengan waktu shalat
Adapun siksa yang menimpanya waktu bertemu dengan Tuhan:
  1. Apabila langit telah terbuka, maka malaikat datang kepadanya dengan membawa rantai. Panjang rantai tsb. tujuh hasta. Rantai itu digantungkan ke leher orang tersebut, kemudian dimasukkan ke dalam mulutnya dan keluar dari duburnya. Lalu malaikat mengumumkan : 'Ini adalah balasan orang yang menyepelekan perintah Allah'. Ibnu Abbas r.a berkata, 'seandainya lingkaran rantai itu jatuh ke bumi pasti dapat membakar bumi'.
  2. Allah tidak memandangnya dengan pandangan kasih sayang-Nya Allah tidak mensucikannya dan baginya siksa yang pedih.
  3. Menjadi hitam pada hari kiamat wajah orang yang meninggalkan shalat, dan sesungguhnya dalam neraka Jahannam terdapat jurang yang disebut "Lam-lam". Di dalamnya terdapat banyak ular, setiap ular itu sebesar leher unta, panjangnya sepanjang perjalanan sebulan. Ular itu menyengat orang yang meninggalkan shalat sampai mendidih bisanya dalam tubuh orang itu selama tujuh puluh tahun kemudian membusuk dagingnya.

------------------
(Risalah As Sayyid Ahmad Dahlan) Hafidz Al Mundziri, terjemah kitab At Targhiib wat Tarhiib, hal 32

Bila Cinta Tak Berbalas


“Maaf Akhi, bukannya saya tidak menghormati permintaan akhi. Tapi
rasanya kita cukup menjalin ukhuwah saja dalam perjuangan. Saya doakan
semoga akhi menemukan pasangan lain yang lebih baik dari saya.

Amboi, bagaimana rasanya bila kalimat di atas dialami oleh para
ikhwan? Bisa saja langit terasa runtuh, hati berkeping-keping. Sang
pujaan hati yang kita harapkan menjadi teman setia dalam mengarungi
perjalanan hidup menampik khitbah kita. Segala asa yang pernah coba
ditambatkan akhirnya karam. Cinta suci sang ikhwan bertepuk sebelah
tangan.

Ya drama kehidupan menuju mahligai pelaminan memang beragam. Ada yang
menjalaninya dengan smooth, amat mulus, tapi ada yang berliku penuh
onak duri, bahkan ada yang pupus ditengah perjalanan karena cintanya
tak bertaut dalam maghligai pernikahan.

Ini bukan saja dialami oleh para ikhwan, kaum akhwat pun bisa
mengalaminya. Bedanya, para ikhwan mengalami secara langsung karena
posisi mereka sebagai subyek/pelaku aktif dalam proses melamar.
Sehingga getirnya kegagalan cinta -seandainya memang terasa getir-
langsung terasa. Sedangkan kaum akhwat perasaanya lebih aman
tersembunyi karena mereka umumnya berposisi pasif, menunggu pinangan.
Tapi manakala sang ikhwan yang didamba memilih berlabuh dihati yang
lain kekecewaan juga merebak dihati mereka.
Mengambil sikap

Ikhwan dan akhwat rahimakumullah, siapapun berhak kecewa manakala
keinginan dan cita-citanya tidak tercapai. Perasaan kecewa adalah
bagian dari gharizatul baqa (naluri mempertahankan diri) yang Allah
ciptakan pada manusia. Dengannya, manusia adalah manusia, bukan
onggokan daging dan tulang belulang. Ia juga bukan robot yang bergerak
tanpa perasaan, tapi manusia memiliki aneka emosi jiwa. Ia bisa
bergembira tapi juga bisa kecewa.

Emosi negatif, seperti perasaan kecewa akibat tertolak, bukannya tanpa
hikmah. Kesedihan akan memperhalus perasaan manusia, bahkan akan
meningkatkan kepekaannya pada sesama. Bila dikelola dengan baik maka
akan semakin matanglah emosi yang terbentuk. Tidak meledak-ledak lalu
lenyap seketika. Ia akan siap untuk kesempatan berikutnya; kecewa
ataupun bergembira. Jadi mengapa tidak bersyukur manakala kita
ternyata bisa kecewa? Karena berarti kita adalah manusia seutuhnya.

Kegagalan bukanlah akhir dari segalanya, tapi justru awal dari
segala-galanya. Meski terdengar klise tapi ada benarnya; ambillah
pelajaran dari sebuah kegagalan lalu buatlah perbaikan diri. Tentu
saja itu dengan tetap mengimani qadla Allah SWT.

Agar kegagalan mengkhitbah tidak menjadi petaka, maka ikhwan dan
akhwat, persiapkanlah diri sebaik-baiknya, ada beberapa langkah yang
bisa diambil:

Percayai qadla
Manusia tidak suka dengan penolakan. Ia ingin semua
keinginannya selalu terpenuhi. Padahal ditolak adalah salah satu
bagian dari kehidupan kita. Kata seorang kawan, hidup itu adakaanya
tidak bisa memilih. Perkataan itu benar adanya, cobalah kita
renungkan, kita lahir kedunia ini tanpa ada pilihan; terlahir sebagai
seorang pria atau wanita, berkulit coklat atau putih, berbeda suku
bangsa, dan sebagainya. Demikian pula rezeki dan jodoh adalah hal yang
berada di luar pilihan kita. Man propose, god dispose. Kita hanya bisa
menduga dan berikhtiar, tapi Allah jua yang menentukan.
“Sesungguhnya salah seorang di antara kalian dikumpulkan
penciptaannya di dalam rahim ibunya selama 40 hari kemudian menjadi
alaqah kemudian menjadi janin, lalu Allah mengutus malaikat dan
diperintahkannya dengan empat kata dan dikatakan padanya: tulislah
amalnya, rizkinya dan ajalnya. (HR.Bukhari).
Maka kokohkanlah keimanan saat momen itu terjadi pada
kita. Yakinilah skenario Allah tengah berlangsung, dan jadilah
penyimak yang baik dengan penuh sangka yang baik padaNya. Tanamkan
dalam diri kita Allah Mahatahu yang terbaik bagi hamba-hambaNya
Jangan biarkan kekecewaan menggerogoti keimanan kita
kepadaNya. Apalagi dengan terus menanamkan prasangka buruk padaNya.
Segerahlah sadar bahwa ini adalah ujian dari Allah. Akankah kita
menerima qadla-Nya atau merutuknya?
Dengan demikian, fragmen yang pahit dalam kehidupan
InsyaAllah akan memperkuat keyakinan kita bahwa Allah sayang pada
kita. Demikian sayangnya, sampai-sampai Allah tidak rela menjodohkan
kita dengan si fulan yang kita sangka sebagai pelabuhan cinta kita.

Bersiap untuk cinta dan bahagia
“Seandainya ukhti menjadi istri saya, saya berjanji akan
membahagiakan ukhti,” demikian ungkapan keinginan para ikhwan terhadap
akhwat yang akan mereka lamar. Puluhan, mungkin ratusan angan-angan
kita siapkan seandainya si dia menerima pinangan cinta kita. Kita
begitu siap untuk berbahagia dan membahagiakan orang lain. Sama
seperti banyak orang yang ingin menjadi kaya, tenar dan dipuja banyak
orang.

Sayang, banyak diantara kita yang belum siap untuk merasa
kecewa. Dan ketika impian itu berakhir kita seperti terhempas. Tidak
percaya bahwa itu bisa terjadi, ada akhwat yang berani menolak
pinangan kita. Bila kurang waras, mungkin akan keluar ucapan,
“berani-beraninya…” atau “apa yang kurang dari saya…..”
Akhi dan ukhti, jangan biarkan angan-angan membuai kita
dan membuat diri menjadi tulul amal, panjang angan-angan. Sadarilah
semakin tinggi angan membuai kita, semakin sakit manakala tak tergapai
dan terjatuh. Ambillah sikap simbang setiap saat; bersiap diri menjadi
senang sekaligus kecewa. Sikap itu akan menjadi buffer penyangga
mental kita, apapun yang terjadi kelak.
Manakala kenyataan pahit yang ada di depan mata, sang
akhwat menolak khitbah kita atau sang ikhwan memilih bunga yang lain,
hati ini tidak akan tercabik. Yang akan datang adalah keikhlasan dan
sikap lapang dada. Demikian pula saat ia menjatuhkan pilihannya pada
kita, hati ini akan bersyukur padaNya karena doa terkabul, keinginan
menjadi kenyataan.
“Menakjubkan perkara seorang mukmin, sesungguhnya
urusannya seluruhnya baik dan tidaklah hal itu dimiliki oleh seseorang
kecuali bagi seorang mukmin. Jika mendapat nikmat ia bersyukur maka
hal itu baik baginya, dan jika menderita kesusahan ia bersabar maka
hal itu lebih baik baginya.” (HR. Muslim).

Bukan Aib
Ditolak? Emang enak! Wah, mungkin demikian pikiran
sebagian ikhwan. Malu, kesal dan kecewa menjadi satu. Tapi itulah
bentuk perjuangan menuju pernikahan. Kita tidak akan pernah tahu
apakah sang pujaan menerima atau menolak kita, kecuali setelah
mengajukan pinangan padanya. Manakala ditolak tidak usah malu, bukan
cuma kita yang pernah ditolak, banyak ikhwan yang senasib dan
sependeritaan.
Saatnya berjiwa besar ketika ditolak. Tidak perlu merasa
terhina. Demikian pula saat banyak orang tahu hal itu. Bukankah apa
yang kita lakukan adalah sesuatu yang benar? Mengapa mesti malu.

Kita mungkin takkan Bahagia
Marah-marah karena lamaran tertolak? Mendoakan keburukan
pada ikhwan/akhwat yang tidak mencintai kita? Itu bukan sikap seorang
muslim/muslimah yang baik. Tidak ada yang bisa melarang seseorang
untuk jatuh cinta maupun menolak cinta. Sebagaimana kita punya hak
untuk mencintai dan melamar orang, maka ada pula hak yang diberikan
agama pada orang lain untuk menolak pinangan kita. Bahkan dalam
kehidupan rumah tangga pun seorang suami dan istri diberikan hak oleh
Allah SWT. Untuk membatalkan sebuah ikatan pernikahan.
Mengapa ada hak penolakan cinta yang diberikan Allah pada
kita? Bahkan dalam pernikahan ada pintu keluar perceraian. Jawabannya
adalah sangat mungkin manusia yang jatuh cinta atau setelah membangun
rumah tangga, ternyata tak kunjung memperoleh kebahagiaan (al hanaah)
dari pasangannya, maka tiada guna mempertahankan sebuah bahtera rumah
tangga bila kebahagiaan dan ketentraman tak dapat diraih. Wallahu
aflam bi ash shawab.
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh
rujuk lagi dengan cara yang mafruf atau menceraikan dengan cara yang
baik.” (QS. Al-Baqarah [2] : 229).

Berpikir positiflah manakala cinta tak berbalas. Belum tentu kita
memperoleh kebahagiaan bila hidup bersamanya. Apa yang kita pandang
baik secara kasat mata, belum tentu berbuah kebaikan di kemudian hari.
Adakalanya keinginan untuk hidup bersama orang yang kita
idamkan begitu menggoda. Tapi bila ternyata cinta kita bertepuk
sebelah tangan, untuk apa semua kita pikirkan lagi? Allah Maha
Pangatur, ia pasti akan mempertemukan kita dengan orang yang
memberikan kebahagiaan seperti yang kita angankan. Bahkan mungkin
lebih dari yang kita harapkan.
Be positive thinking, suatu hari kelak ketika antum telah
menikah dengan orang lain -bukan dengan si dia yang antum idamkan-
niscaya antum takjub dengan kebahagiaan yang antum rasakan. Percayalah
banyak orang yang telah merasakan hal demikian.

Saya tak mungkin berbahagia tanpanya
Ini adalah perangkap, ia akan memenjarakan kita terus
menerus dalam kekecewaan. Perasaan ini juga menghambat kita untuk
mendapatkan kesempatan berbahagia dengan orang lain. Mereka yang terus
menerus mengingat orang yang pernah menolaknya, dan masih terbius
dengan angan-angannya sebenarnya tengah menyiksa perasaan mereka
sendiri dan menutup peluang untuk bahagia.
Mari berpikir jernih, untuk apa memikirkan orang lain
yang sudah menjalani kehidupannya sendiri? Jangan biarkan orang lain
membatalkan kebahagiaan kita. Diri kitalah yang bisa menciptakannya
sendiri. Untuk itu tanamkan optimisme dan keyakinan terhadap qadla
Allah SWT. Insya Allah, akan ada orang yang membahagiakan kita kelak.

Cinta membutuhkan waktu
“Maukah ukhti menjadi istri saya? Saya tunggu jawaban
ukhti dalam waktu 1 X 24 jam!” Masya Allah, cinta bukanlah martabak
telor yang bisa di tunggu waktu matangnya. Ia berproses, apalagi
berbicara rumah tangga, pastinya banyak pertimbangan-pertimbangan yang
harus dipikirkan. Ada unsur keluarga yang harus berperan. Selain juga
ada pilihan-pilihan yang mungkin bisa diambil.
Jadi harap dipahami bila kesempatan datangnya cinta itu
menunggu waktu. Seorang akhwat yang akan dilamar -contoh extrim pada
kasus diatas- bisa jadi tidak serta merta menjawab. Biarkanlah ia
berpikir dengan jernih sampai akhirnya ia melahirkan keputusan. Jadi
cara berpikir seperti di atas sebenarnya lebih cocok dimiliki anggota
tim SWAT ketimbang orang yang berkhitbah

Ideal bagus, Tapi realistik adalah sempurna
“Suami yang saya dambakan adalah yang bertanggungjawab
pada keluarga, giat berdakwah dan rajin beribadah, cerdas serta
pengertian, penyayang, humoris, mapan dan juga tampan.” Itu mungkin
suami dambaan anda duhai Ukhti. tapi jangan marah bila saya katakan
bahwa seandainya kriteria itu adalah harga mati yang tak tertawar,
maka yang ukhti butuhkan bukanlah seorang ikhwan melainkan kitab-kitab
pembinaan.

Kenyataannya tidak ada satupun lelaki didunia ini yang
bisa memenuhi semua keinginan kita. Ada yang mapan tapi kurang
rupawan, ada yang rajin beribadah tapi kurang mapan, ada yang giat
dakwah dakwah tapi selalu merasa benar sendiri, dan sebagainya.
Ini bukan berarti kita tidak boleh memiliki kriteria bagi
calon suami/istri kita, tapi realistislah, setiap menusia punya
kekurangan sekaligus kelebihan. Mereka yang menikah adalah orang-orang
yang berani menerima kekurangan pasangannya, bukan orang-orang yang
sempurna. Tapi berpikir realistis terhadap orang yang akan melamar
kita, atau yang akan kita lamar, adalah kesempurnaan.
Maka doa kita kepada Allah bukanlah, “berikanlah
padaku pasangan yang sempurna” tetapi “ya Allah, karuniakanlah padaku
pasangan yang baik bagi agamaku dan duniaku.”

Kekuatan Ruhiyah
Percaya diri itu harus, tapi overselfconfidence adalah
kesalahan. Jangan terlalu percaya diri akhi bahwa lamaran antum
diterima. Jangan juga terlalu yakin ukhti, bahwa sang pujaan akan
datang ke rumah anti. Perjodohan adalah perkara gaib. Tanpa ada
seorang pun yang tahu kapan dan dengan siapa kita akan berjodoh. Cinta
dan berjodohan tidak mengenal status dan identifikasi fisik. Bukan
karena ukhti cantik maka para ikhwan menyukai ukhti. Juga bukan karena
akhi seorang hamalatud dafwah lalu setiap akhwat mendambakannya.
Kita tidak bisa mengukur kebahagiaan orang lain menurut
persepsi kita. Bukankah sering kita melihat seseorang yang menurut
kita “luar biasa” berjodoh dengan yang biasa-biasa saja. Seperti
seringnya kita melihat pasangan yang ganteng dan cantik, populer tapi
kemudian berpisah. Inilah rahasia cinta dan perjodohan, tidak bisa
terukur dengan ukuran-ukuran manusia.

Maka landasilah rasa percaya diri kita dengan sikap
tawakal kepada Allah. Kita berserah diri kepadaNya akan keputusan yang
ia berikan. Jauhilah sikap takkabur dan sombong. Karena itu semua
hanya akan membuat diri kita rendah dihadapan Allah dan orang lain.
Intinya saya bermaksud mengatakan jangan ke-ge-er-an dengan segala
title dan atribut yang melekat pada diri kita.

Beri cinta kesempatan (lagi)
“… dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang
kafir.” (QS. Yusuf [12] : 87).
Bersedih hati karena gagal bersanding dengan dambaan hati wajar
adanya. Tapi bukan alasan untuk menyurutkan langkah berumah tangga.
Dunia ini luas, demikian pula dengan orang-orang yang mencintai kita.
Kegagalan cinta bukan berarti kita tidak berhak bahagia atau tidak
bisa meraih kebahagiaan. Bila hari ini Allah belum mempertemukan kita
dengan orang yang kita cintai, Insya Allah ia akan datang esok atau
lusa, atau kapanpun ia menghendaki, itu adalah bagian dari
kekuasaanNya.

Cinta juga berproses. Ia membutuhkan waktu. Ia bisa
datang dengan cepat tak terduga atau mungkin tidak seperti yang kita
harapkan. Ada orang yang dengan cepat berumah tangga, tapi ada pula
yang merasakan segalanya berjalan lambat, namun tidak pernah ada kata
terlambat untuk merasakan kebahagiaan dalam pernikahan. Beri
kesempatan diri kita untuk kembali merasakan kehangatan cinta. glove
is knocking outside the doorh. Tidak pernah ada kata menyerah untuk
meraih kebahagiaan dalam naungan ridhoNya. Yang pokok, ikhwan atau
akhwat yang kelak akan menjadi pasangan kita adalah mereka yang
dirihoi agamanya.

“Jika melamar kepada kalian seseorang yang kalian ridho
agamanya dan akhlaknya maka nikahkanlah ia, bila kalian tidak
melakukannya maka akan ada fitnah di muka bumi dan kerusakan yang
nyata.” (HR. Turmudzi).

“Wanita dinikahi karena satu dari tiga hal; dinikahi
karena hartanya, dinikahi karena kecantikannya, dinikahi karena
agamanya. Maka pilihlah yang memiliki agama dan akhlak (mulia) niscaya
selamat dirimu.” (HR. Ahmad)


Awas, Jangan Ingat Akhwat Terus. . !!BAHAYA. . !!^____^

~. NABI AYUB ADALAH ORANG YANG PALING SABAR (al-Shabir).~

Nabi Ayub diuji oleh Allah SWT dengan penyakit aneh. Sekujur tubuhnya membusuk. Bukan hanya itu, luka di sekujur tubuhnya dikerumuni belatung. Akibatnya, ia dikucilkan oleh oleh masyarakat, termasuk oleh istri yang selama ini mendampinginya. Ia dibuang jauh diluar perkampungan, disebuah pegunungan. Ia hidup dalam sebuah gua yang gelap dan sepi. Didalam gua, Nabi Ayub menghabiskan waktunya seorang diri. Didalam kesendiriannya inilah, Nabi Ayub pernah bersumpah di dalam dirinya, 'seandainya Allah memberikan kesembuhan niscaya akan aku cambuk istriku karena sikapnya yang tega membuang dirinya ditempat yang sepi..

Suatu ketika ia termenung dan memandangi belatung yang sedang menggerogoti tubuhnya. Ia tiba-tiba berubah pandangan terhadap belatung-belatung yang menggerogoti tubuhnya. Ia menjadikan belatung-belatung tersebut sebagai temannya dan mengatakan, " Wahai para belatung sahabatku, makanlah sepuas-puasnya dagingku karena kalian semua sudah menjadi sahabatku.. Kalau hari-hari yang lampau kalian kuanggap musuhku, kemana-mana aku mencari tabib untuk memusnahkan kalian, maka sekarang satu-satunya yang bersedia menemaniku dikegelapan malam didalam gua ini hanyalah kalian. Semua orang, termasuk anggota keluargaku, membuang aku di tempat yang jauh ini.."

Konon belatung yang terjatuh pada saat ia beribadah diangkat lagi naik ke badannya. Begitu sayangnya Nabi Ayub terhadap belatung itu. Belatung-belatung itu seperti menjadi binatang kesayangannya.. Kalau dahulu gigitan belatung itu menyakitkan, kini ia menyukai dan menyayangi belatung itu.. Ini menjadi pelajaran bahwa perubahan paradigma dan persepsi ternyata bisa mempengaruhi perasaan seseorang.. Dari rasa yang amat sakit menjadi berkurang rasa sakitnya, bahkan mungkin menjadi kenikmatan tersendiri..

Setelah sekian lama Allah SWT menguji Nabi Ayub, suatu ketika ia diperintahkan oleh Allah untuk melakukan sesuatu : " Hantamkanlah kakimu,, inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.''
(QS. Shad [38] :42).
Setelah Nabi Ayub memukulkan kakinya ketanah, tiba-tiba memancarkan aliran air yang jernih dan sejuk dari bekas tumit Nabi Ayub.
Nabi Ayub pun minum dan mandi dari air itu, dan tiba-tiba ia merasakan perubahan yang amat besar didalam dirinya. Ia tidak menyaksikan lagi luka didalam dirinya dan sahabat-sahabat belatungnya tiba-tiba menghilang entah kemana.. Bahkan, bekas-bekas luka pun tidak tampak pada diri Nabi Ayub. Ia lalu sembah sujud kepada Allah SWT dan bersyukur atas diakhirinya seluruh cobaan pada dirinya..

Peristiwa memancarkan air dari pukulan kaki Nabi Ayub mengingatkan kita pada Nabi Ismail yang juga melakukan hal yang sama, tiba-tiba keluar mata air yang kini menjadi sumur ZamZam. Hanya bedanya sumur ZamZam dirawat dengan baik, sedangkan sumur Nabi Ayub yang terletak sekitardua jam dari Kota Damaskus, dekat dari makam Imam al-Nawawi, pengarang kitab Riyadh al-Shalihin, tidak terurus dengan baik.. Kini sumur itu baru dipugar oleh seorang Kanada yang mengaku kakinya yang dulu korengan dan sulit sembuh, tiba-tiba sembuh setelah dicuci dengan air itu. Ia kembali ke Kota kecil ini untuk membangun tembok dan pagar di sekeliling sumur Nabi Ayub..

Ketika Nabi Ayub masuk kembali ke perkampungan di dalam kota dengan wajah tampan seperti semula, semua orang memujanya, termasuk istrinya. Nmun, karena sudah terlanjur bersumpah akan mencambuk istrinya kalau ia kembali sembuh. Ia diminta Allah SWT untuk menunaikan sumpahnya tanpa menimbulkan rasa sakit pada istrinya. ” Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Nabi Ayub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya) (QS. Shad [38] : 44).

Yang menarik untuk diperhatikan dari kisah ini ialah Allah SWT menyebut Nabi Ayub sebagai orang yang shabir, bukan mashabir atau shabur. Didalam Alquran ada tiga istilah yang sering digunakan Allah SWT, yaitu Shabir, Mashabir, dan Shabur.
Meskipun ketiga kata tersebut berasal dari akar kata yang sama (shabara), ketiga membentuk makna berbeda satu sama lain. Kata shabir menunjukkan kepada orang yang sabar, tetapi kesabarannya masih temporer, sewaktu-waktu masih bisa lepas kontrol sehingga kesabaran menjadi lenyap. Sedangkan kata mashabir berarti orang yangnsabar dan kesabarannya bersifat permanen. Kalau ada orang yang membatasi kesabaran dalam kurun waktu tertentu, seperti ungkapan '' Kesabaran kan punya batas.'' maka orang itu belum masuk kategori 'mashabir' sedangkan shabur hanya berlaku untuk Allah SWT. Karena itu, salah satu sifat Allah yang ditempatkan dalam asma yang terakhir ialah al-Shabur...

TUJUAN HIDUP KITA (MANUSIA) DI DUNIA


Oleh: Narfa Insani As-Salafy
Allah Ta’ala sudah menjelaskan dengan sangat gamblangnya di dalam Al Qur’an apa yang menjadi tujuan kita hidup di muka bumi ini. Cobalah kita membuka lembaran-lembaran Al Qur’an dan kita jumpai pada surat Adz Dzariyat ayat 56. Di sana, Allah Ta’ala berfirman,

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)

Saudaraku ... Jadi, Allah tidaklah membiarkan kita begitu saja. Bukanlah Allah hanya memerintahkan kita untuk makan, minum, melepas lelah, tidur, mencari sesuap nasi untuk keberlangsungan hidup. Ingatlah, bukan hanya dengan tujuan seperti ini Allah menciptakan kita. Tetapi ada tujuan besar di balik itu semua yaitu agar setiap hamba dapat beribadah kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman,

“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al Mu’minun: 115).

Ibnu Qoyyim Al Jauziyah mengatakan, “Apakah kalian diciptakan tanpa ada maksud dan hikmah, tidak untuk beribadah kepada Allah, dan juga tanpa ada balasan dari-Nya[?] ” (Madaarijus Salikin, 1/98) Jadi beribadah kepada Allah adalah tujuan diciptakannya jin, manusia dan seluruh makhluk. Makhluk tidak mungkin diciptakan begitu saja tanpa diperintah dan tanpa dilarang. Allah Ta’ala berfirman,

“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)?” (QS. Al Qiyamah: 36).

Imam Asy Syafi’i mengatakan,

“(Apakah mereka diciptakan) tanpa diperintah dan dilarang?”.

Ulama lainnya mengatakan,

“(Apakah mereka diciptakan) tanpa ada balasan dan siksaan?” (Lihat Madaarijus Salikin, 1/98)

Bukan Berarti Allah Butuh pada Kita, Justru Kita yang Butuh Beribdah pada Allah
Saudaraku, setelah kita mengetahui tujuan hidup kita di dunia ini, perlu diketahui pula bahwa jika Allah memerintahkan kita untuk beribadah kepada-Nya, bukan berarti Allah butuh pada kita. Sesungguhnya Allah tidak menghendaki sedikit pun rezeki dari makhluk-Nya dan Dia pula tidak menghendaki agar hamba memberi makan pada-Nya. Allah lah yang Maha Pemberi Rizki. Perhatikan ayat selanjutnya, kelanjutan surat Adz Dzariyat ayat 56. Di sana, Allah Ta’ala berfirman,

“Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari makhluk dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan pada-Ku. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz Dzariyat: 57-58)

Jadi, justru kita yang butuh pada Allah. Justru kita yang butuh melakukan ibadah kepada-Nya.
Saudaraku ... Semoga kita dapat memperhatikan perkataan yang sangat indah dari ulama Robbani, Ibnul Qoyyim rahimahullah tatkala beliau menjelaskan surat Adz Dzariyaat ayat 56-57.

Beliau rahimahullah mengatakan,“Dalam ayat tersebut Allah Ta’ala mengabarkan bahwa Dia tidaklah menciptakan jin dan manusia karena butuh pada mereka, bukan untuk mendapatkan keuntungan dari makhluk tersebut. Akan tetapi, Allah Ta’ala Allah menciptakan mereka justru dalam rangka berderma dan berbuat baik pada mereka, yaitu supaya mereka beribadah kepada Allah, lalu mereka pun nantinya akan mendapatkan keuntungan. Semua keuntungan pun akan kembali kepada mereka. Hal ini sama halnya dengan perkataan seseorang, “Jika engkau berbuat baik, maka semua kebaikan tersebut akan kembali padamu”. Jadi, barangsiapa melakukan amalan sholeh, maka itu akan kembali untuk dirinya sendiri. ” (Thoriqul Hijrotain, hal. 222)

Jelaslah bahwa sebenarnya kita lah yang butuh pada ibadah kepada-Nya karena balasan dari ibadah tersebut akan kembali lagi kepada kita.

Apa Makna Ibadah?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Dalam ibadah itu terkandung mengenal, mencintai, dan tunduk kepada Allah. Bahkan dalam ibadah terkandung segala yang Allah cintai dan ridhoi. Titik sentral dan yang paling urgent dalam segala yang ada adalah di hati yaitu berupa keimanan, mengenal dan mencintai Allah, takut dan bertaubat pada-Nya, bertawakkal pada-Nya, serta ridho terhadap hukum-Nya. Di antara bentuk ibadah adalah shalat, dzikir, do’a, dan membaca Al Qur’an.” (Majmu’ Al Fatawa, 32/232)

Tidak Semua Makhluk Merealisasikan Tujuan Penciptaan Ini
Perlu diketahui bahwa irodah (kehendak) Allah itu ada dua macam.
Pertama adalah irodah diniyyah, yaitu setiap sesuatu yang diperintahkan oleh Allah berupa amalan sholeh. Namun orang-orang kafir dan fajir (ahli maksiat) melanggar perintah ini. Seperti ini disebut dengan irodah diniyyah, namun amalannya dicintai dan diridhoi. Irodah seperti ini bisa terealisir dan bisa pula tidak terealisir.
Kedua adalah irodah kauniyyah, yaitu segala sesuatu yang Allah takdirkan dan kehendaki, namun Allah tidaklah memerintahkannya. Contohnya adalah perkara-perkara mubah dan bentuk maksiat. Perkara-perkara semacam ini tidak Allah perintahkan dan tidak pula diridhoi. Allah tidaklah memerintahkan makhluk-Nya berbuat kejelekan, Dia tidak meridhoi kekafiran, walaupun Allah menghendaki, menakdirkan, dan menciptakannya. Dalam hal ini, setiap yang Dia kehendaki pasti terlaksana dan yang tidak Dia kehendaki tidak akan terwujud. Jika kita melihat surat Adz Dzariyat ayat 56,

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)

Tujuan penciptaan di sini termasuk irodah diniyyah. Jadi, tujuan penciptaan di sini tidaklah semua makhluk mewujudkannya. Oleh karena itu, dalam tataran realita ada orang yang beriman dan orang yang tidak beriman. Tujuan penciptaan di sini yaitu beribadah kepada Allah adalah perkara yang dicintai dan diridhoi, namun tidak semua makhluk merealisasikannya. (Lihat pembahasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa, 8/189)

Dengan Tauhid dan Kecintaan pada-Nya, Kebahagiaan dan Keselamatan akan Diraih
Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan, “Tujuan yang terpuji yang jika setiap insan merealisasikannya bisa menggapai kesempurnaan, kebahagiaan hidup, dan keselamatan adalah dengan mengenal, mencintai, dan beribadah kepada Allah semata dan tidak berbuat syirik kepada-Nya. Inilah hakekat dari perkataan seorang hamba “Laa ilaha illallah (tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah)”. Dengan kalimat inilah para Rasul diutus dan semua kitab diturunkan. Suatu jiwa tidaklah menjadi baik, suci dan sempurna melainkan dengan mentauhidkan Allah semata.” (Miftaah Daaris Sa’aadah, 2/120)

Kami memohon kepada Allah, agar menunjuki kita sekalian dan seluruh kaum muslimin kepada perkataan dan amalan yang Dia cintai dan ridhoi. Tidak ada daya untuk melakukan ketaatan dan tidak ada kekuatan untuk meninggalkan yang haram melainkan dengan pertolongan Allah.

وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيرًا دَائِمًا إلَى يَوْمِ الدِّينِ .

Wallahu a'lam bisshowab.

"Kisah Seorang Pemuda yang "MEMELET" orang yg dicintainya dgn PUASA DAWUD dan SHOLAT TAHAJJUD"


Suatu ketika, Ibnu Sina didatangi pasien remaja ‘nakal’, masih tergolong keluarganya, yang mengalami obesitas (kegemukan) dan mengeluh kesulitan memikat hati wanita.

“Paman, saya ingin menikahi seorang gadis yang saya cintai, tapi dia menolak lamaran saya,” keluhnya sambil terus mengunyah kacang “Sudan” kesukaannya.

Ibnu Sina tertawa lirih. ”Kamu harus ‘memeletnya’ dengan salat Malam (Qiyamul Lail) setiap hari dan berpuasa seperti puasanya Nabi Daud (sehari puasa sehari tidak) selama setahun.
Juga ingat! Calon isteri kamu tidak suka kebiasaanmu makan kacang Sudan ini, maka jangan dimakan!”

Metode halus Ibnu Sina yang memberi nasihat kepada Kholid tidak mempergunakan bahasa ‘ceplas-ceplos’ yang makna sebenarnya: “Berdoalah dan kuruskan dulu badan kamu dengan berpuasa agar setiap gadis tidak menolakmu!”

Mengingat obsesi Kholid yang begitu besar untuk mendapatkan dambaan hatinya, dia mematuhi terapi ‘ajaib’ Ibnu Sina. Setiap malam, dia bangun mengerjakan salat Sunnah Qiyamul Lail, siang harinya berpuasa sebagaimana puasanya Nabi Daud, dan tidak mau lagi memakan kacang Sudan.

Seminggu sebelum tepat satu tahun, wanita yang diidam-idamkan Kholid meninggal dunia sebab lepra (turunan).
Kholid yang sudah terlihat kurus, tapi sehat, kembali mengeluh. “Paman, dia meninggal”.

Ibnu Sina mengambil napas dalam-dalam dan berucap,”Kholid, mengingat gadis yang kamu cintai sudah wafat, sekarang terserah kamu, apakah kamu akan kembali pada kebiasaan burukmu? Atau kamu akan mengalihkan cintamu kepada Tuhanmu yang telah menyayangimu dengan tidak menikahkan kamu dengan gadis itu?”

Kholid menangis sambil menjawab,“Paman, Tuhan telah memberi saya kesembuhan rohani dan jasmani setelah bertahun-tahun saya merasa sakit.
Saya akan tetap menjalankan terapi salat dan puasa untuk mencurahkan cinta saya kepada Tuhan.”

Menyingkap 1001 Hikmah Shalat Subuh

“Sesungguhnya amal manusia yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya” Jika shalatnya baik, maka baik pula seluruh amalnya; dan kalau jelek, maka jeleklah seluruh amalnya. Bagaimana mungkin seorang mukmin mengharapkan kebaikan di akhirat, sedang pada hari kiamat bukunya kosong dari shalat Subuh tepat waktu?

“Sesungguhnya shalat yang paling berat bagi orang munafik adalah shalat Isya’ dan shalat Subuh. Sekiranya mereka mengetahui apa yang terkandung di dalamnya, niscaya mereka akan mendatangi keduanya (berjamaah di masjid) sekalipun dengan merangkak” [HR Al-Bukhari dan Muslim]

Shalat Subuh memang shalat wajib yang paling sedikit jumlah rekaatnya; hanya dua rekaat saja. Namun, ia menjadi standar keimanan seseorang dan ujian terhadap kejujuran, karena waktunya sangat sempit (sampai matahari terbit)

Ada hukuman khusus bagi yang meninggalkan shalat Subuh. Rasulullah saw telah menyebutkan hukuman berat bagi yang tidur dan meninggalkan shalat wajib, rata-rata penyebab utama seorang muslim meninggalkan shalat Subuh adalah tidur.

“Setan melilit leher seorang di antara kalian dengan tiga lilitan ketika ia tidur. Dengan setiap lilitan setan membisikkan, ‘Nikmatilah malam yang panjang ini’. Apabila ia bangun lalu mengingat Allah, maka terlepaslah lilitan itu. Apabila ia berwudhu, lepaslah lilitan yang kedua. Kemudian apabila ia shalat, lepaslah lilitan yang ketiga, sehingga ia menjadi bersemangat. Tetapi kalau tidak, ia akan terbawa lamban dan malas”.

“Berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang banyak berjalan dalam kegelapan (waktu Isya’ dan Subuh) menuju masjid dengan cahaya yang sangat terang pada hari kiamat” [HR. Abu Dawud, At-Tarmidzi dan Ibnu Majah]

Allah akan memberi cahaya yang sangat terang pada hari kiamat nantinya kepada mereka yang menjaga Shalat Subuh berjamaah (bagi kaum lelaki di masjid), cahaya itu ada dimana saja, dan tidak mengambilnya ketika melewati Sirath Al-Mustaqim, dan akan tetap bersama mereka sampai mereka masuk surga, Insya Allah.

“Shalat berjamaah (bagi kaum lelaki) lebih utama dari shalat salah seorang kamu yang sendirian, berbanding dua puluh tujuh kali lipat. Malaikat penjaga malam dan siang berkumpul pada waktu shalat Subuh”. “Kemudian naiklah para Malaikat yang menyertai kamu pada malam harinya, lalu Rabb mereka bertanya kepada mereka - padahal Dia lebih mengetahui keadaan mereka - ‘Bagaimana hamba-2Ku ketika kalian tinggalkan ?’ Mereka menjawab, ‘Kami tinggalkan mereka dalam keadaan shalat dan kami jumpai mereka dalam keadaan shalat juga’. ” [HR Al-Bukhari]

Sedangkan bagi wanita - walau shalat di masjid diperbolehkan - shalat di rumah adalah lebih baik dan lebih banyak pahalanya, yaitu yang mengerjakan shalat Subuh pada saat para pria sedang shalat di masjid. Ujian yang membedakan antara wanita munafik dan wanita mukminah adalah shalat pada permulaan waktu.

“Barang siapa yang menunaikan shalat Subuh maka ia berada dalam jaminan Allah. Shalat Subuh menjadikan seluruh umat berada dalam jaminan, penjagaan, dan perlindungan Allah sepanjang hari. Barang siapa membunuh orang yang menunaikan shalat Subuh, Allah akan menuntutnya, sehingga Ia akan membenamkan mukanya ke dalam neraka” [HR Muslim, At-Tarmidzi dan Ibnu Majah]

Banyak permasalahan, yang bila diurut, bersumber dari pelaksanaan shalat Subuh yang disepelekan. Banyak peristiwa petaka yang terjadi pada kaum pendurhaka terjadi di waktu Subuh, yang menandai berakhirnya dominasi jahiliyah dan munculnya cahaya tauhid. “Sesungguhnya saat jatuhnya adzab kepada mereka ialah di waktu Subuh; bukankah Subuh itu sudah dekat?” (QS Huud:81)

Rutinitas harian dimulainya tergantung pada pelaksanaan shalat Subuh. Seluruh urusan dunia seiring dengan waktu shalat, bukan waktu shalat yang harus mengikuti urusan dunia.

“Jika kamu menolong (agama) Allah, maka ia pasti akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu” (QS Muhammad : 7)

“Sungguh Allah akan menolong orang yang menolong agamanya, sesungguhnya Allah Maha Kuat dan Maha Perkasa” (QS Al-Hajj:40)

TIPS MENJAGA SHALAT SUBUH :

1. Ikhlaskan niat karena Allah, dan berikanlah hak-hak-Nya
2. Bertekad dan introspeksilah diri Anda setiap hari
3. Bertaubat dari dosa-dosa dan berniatlah untuk tidak mengulangi kembali
4. Perbanyaklah membaca doa agar Allah memberi kesempatan untuk shalat Subuh
5. Carilah kawan yang baik (shalih)
6. Latihlah untuk tidur dengan cara yang diajarkan Rasulullah saw (tidur awal; berwudhu sebelum tidur; miring ke kanan; berdoa)
7. Mengurangi makan sebelum tidur serta jauhilah teh dan kopi pada malam hari
8. Ingat keutamaan dan hikmah Subuh; tulis dan gantunglah di atas dinding
9. Bantulah dengan 3 buah bel pengingat(jam weker; telpon; bel pintu)
10. Ajaklah orang lain untuk shalat Subuh dan mulailah dari keluarga
11. Perbanyaklah berzikir pada-Nya agar selalu ingat pada-Nya dan selalu merasa diawasi oleh-Nya

Jika Anda telah bersiap meninggalkan shalat Subuh, hati-hatilah bila Anda berada dalam golongan orang-orang yang tidak disukai Allah untuk pergi shalat. Anda akan ditimpa kemalasan, turun keimanan, lemah dan terus berdiam diri.



Disarikan dari :

Buku “MISTERI SHALAT SUBUH”

Menyingkap 1001 Hikmah Shalat Subuh Bagi Para Pribadi dan Masyarakat

Pengarang : DR. Raghib As-Sirjani
Penerbit : Aqwam