Monday 30 July 2012

Bukan Pria Idaman

Manusia idaman sejati adalah makhluk langka. Begitu banyak ujian dan rintangan untuk menjadi seorang idaman sejati. Kebalikannya, yang bukan idaman malah tersebar ke mana-mana. Inilah yang akan kita bahas pada kesempatan kali ini. Siapakah pria yang tidak pantas menjadi idaman dan tambatan hati? Apa saja ciri-ciri mereka? Mudah-mudahan -dengan izin Allah- kami dapat mengungkapkannya pada tulisan yang singkat ini.

Ciri Pertama: Akidahnya Amburadul
Di antara ciri pria semacam ini adalah ia punya prinsip bahwa jika cinta ditolak, maka dukun pun bertindak. Jika sukses dan lancar dalam bisnis, maka ia pun menggunakan jimat-jimat. Ingain buka usaha pun ia memakai pelarisan. Jika berencana nikah, harus menghitung hari baik terlebih dahulu. Yang jadi kegemarannya agar hidup lancar adalah mempercayai ramalan bintang agar semakin PD dalam melangkah.
Inilah ciri pria yang tidak pantas dijadikan idaman. Akidah yang ia miliki sudah jelas adalah akidah yang rusak.

Ibnul Qayyim mengatakan, “Barangsiapa yang hendak meninggikan bangunannya, maka hendaklah dia mengokohkan pondasinya dan memberikan perhatian penuh terhadapnya. Sesungguhnya kadar tinggi bangunan yang bisa dia bangun adalah sebanding dengan kekuatan pondasi yang dia buat. Amalan manusia adalah ibarat bangunan dan pondasinya adalah iman.” (Al Fawaid)
Berarti jika aqidah dan iman seseorang rusak -padahal itu adalah pokok atau pondasi-, maka bangunan di atasnya pun akan ikut rusak. Perhatikanlah hal ini!

Ciri Kedua: Menyia-nyiakan Shalat
Tidak shalat jama'ah di masjid juga menjadi ciri pria bukan idaman. Padahal shalat jama'ah bagi pria adalah suatu kewajiban sebagaimana disebutkan dalam al Qur'an dan berbagai hadits. Berikut di antaranya.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, seorang lelaki buta datang kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan berkata, ”Wahai Rasulullah, saya  tidak memiliki penunjuk jalan yang dapat mendampingi saya untuk mendatangi masjid.” Maka ia meminta keringanan kepada Rasulullah untuk tidak shalat berjama'ah dan agar diperbolehkan shalat di rumahnya. Kemudian Rasulullah memberikan keringanan kepadanya. Namun  ketika lelaki itu hendak beranjak, Rasulullah memanggilnya lagi dan bertanya, “Apakah kamu mendengar adzan?” Ia menjawab, ”Ya”. Rasulullah bersabda, ”Penuhilah seruan (adzan) itu.” (HR. Muslim). Orang buta ini tidak dibolehkan shalat di rumah apabila dia mendengar adzan. Hal ini menunjukkan bahwa memenuhi panggilan adzan adalah dengan menghadiri shalat jama’ah. Hal ini ditegaskan kembali dalam hadits Ibnu Ummi Maktum. Dia berkata, “Wahai Rasulullah, di Madinah banyak sekali tanaman dan binatang buas. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah kamu mendengar seruan adzan hayya ‘alash sholah, hayya ‘alal falah? Jika iya, penuhilah seruan adzan tersebut”.” (HR. Abu Daud. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Lihatlah laki-laki tersebut memiliki beberapa udzur: [1] dia adalah seorang yang buta, [2] dia tidak punya teman sebagai penunjuk jalan untuk menemani, [3] banyak sekali tanaman, dan [4] banyak binatang buas. Namun karena  dia mendengar adzan, dia tetap diwajibkan menghadiri shalat jama’ah. Walaupun punya berbagai macam udzur semacam ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap memerintahkan dia untuk memenuhi panggilan adzan yaitu melaksanakan shalat jama’ah di masjid. Bagaimana dengan orang yang dalam keadaan tidak ada udzur sama sekali, masih diberi kenikmatan penglihatan dan sebagainya?!
Imam Asy Syafi'i sendiri mengatakan, “Adapun shalat jama’ah, aku tidaklah memberi keringanan bagi seorang pun untuk meninggalkannya kecuali bila ada udzur.” (Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha, hal. 107)

Jika pria yang menyia-nyiakan shalat berjama'ah di masjid saja bukan merupakan pria idaman, lantas bagaimana lagi dengan pria yang tidak menjalankan shalat berjama'ah sendirian maupun secara berjama'ah?!
Seorang ulama besar, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, dalam kitabnya Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha, hal. 7, mengatakan, ”Kaum muslimin tidaklah berselisih pendapat (sepakat) bahwa meninggalkan shalat wajib (shalat lima waktu) dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, zina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.
Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Al Kaba’ir (pembahasan dosa-dosa besar), hal. 25, Ibnu Hazm berkata, “Tidak ada dosa setelah kejelekan yang paling besar daripada dosa meninggalkan shalat hingga keluar waktunya dan membunuh seorang mukmin tanpa alasan yang bisa dibenarkan.”

Ciri Ketiga: Sering Melotot Sana Sini
Inilah ciri berikutnya, yaitu pria yang sulit menundukkan pandangan ketika melihat wanita. Inilah ciri bukan pria idaman. Karena Allah Ta'ala berfirman,
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".” (QS. An Nur: 30)
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kepada para pria yang beriman untuk menundukkan pandangan dari hal-hal yang diharamkan yaitu wanita yang bukan mahrom. Namun jika ia tidak sengaja memandang wanita yang bukan mahrom, maka hendaklah ia segera memalingkan pandangannya.

Dari Jarir bin Abdillah, beliau mengatakan, “Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku agar aku segera memalingkan pandanganku.” (HR. Muslim no. 5770)

Boleh jadi laki-laki tersebut jika telah menjadi suami malah memandang lawan jenisnya sana-sini ketika istrinya tidak melihat. Kondisi seperti ini pun telah ditegur dalam firman Allah,
يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ
Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (QS. Ghofir: 19)
Ibnu 'Abbas ketika membicarakan ayat di atas, beliau mengatakan bahwa yang disebutkan dalam ayat tersebut adalah seorang yang bertamu ke suatu rumah. Di rumah tersebut ada wanita yang berparas cantik. Jika tuan rumah yang menyambutnya memalingkan pandangan, maka orang tersebut melirik wanita tadi. Jika tuan rumah tadi memperhatikannya, ia pun pura-pura menundukkan pandangan. Dan jika tuan rumah sekali lagi berpaling, ia pun melirik wanita tadi yang berada di dalam rumah. Jika tuan rumah sekali lagi memperhatikannya, maka ia pun pura-pura menundukkan pandangannya. Maka sungguh Allah telah mengetahui isi hati orang tersebut yang akan bertindak kurang ajar. Kisah ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya (12/181-182).
Ibnu 'Abbas mengatakan, “Allah itu mengetahui setiap mata yang memandang apakan ia ingin khianat ataukah tidak.” Demikian pula yang dikatakan oleh Mujahid dan Qotadah. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 12/182, Darul Qurthubah)

Ciri Keempat: Senangnya Berdua-duaan
Inilah sikap pria yang tidak baik yang sering mengajak pasangannya yang belum halal baginya untuk berdua-duaan (baca: berkhalwat). Berdua-duaan (khokwat) di sini bisa pula bentuknya tanpa hadir dalam satu tempat, namun lewat pesan singkat (sms), lewat kata-kata mesra via FB dan lainnya. Seperti ini pun termasuk semi kholwat yang juga terlarang.
Dari Ibnu Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali jika bersama mahromnya.” (HR. Bukhari, no. 5233)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya karena sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga di antara mereka berdua kecuali apabila bersama mahromnya.” (HR. Ahmad no. 15734. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan hadits ini shohih ligoirihi)

Ciri Kelima: Tangan Suka Usil
Ini juga bukan ciri pria idaman. Tangannya suka usil menyalami wanita yang tidak halal baginya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun ketika berbaiat dan kondisi lainnya tidak pernah menyentuh tangan wanita yang tidak halal baginya.
Dari Abdulloh bin ‘Amr, ”Sesungguhnya Rasulullah tidak pernah berjabat tangan dengan wanita ketika berbaiat.” (HR. Ahmad dishohihkan oleh Syaikh Salim dalam Al Manahi As Syari’ah)
Dari Umaimah bintu Ruqoiqoh dia berkata, ”Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya aku tidak pernah menjabat tangan para wanita, hanyalah perkataanku untuk seratus orang wanita seperti perkataanku untuk satu orang wanita.” (HR. Tirmidzi, Nasai, Malik dishohihkan oleh Syaikh Salim Al Hilaliy)
Zina tangan adalah dengan menyentuh lawan jenis yang bukan mahrom sehingga ini menunjukkan haramnya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,  “Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim no. 6925)

Ciri Keenam: Tanpa Arah yang Jelas
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يَحْبِسَ عَمَّنْ يَمْلِكُ قُوتَهُ
Seseorang dianggap telah berdosa jika ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Muslim no. 996)

Berarti kriteria pria idaman adalah ia bertanggungjawab terhadap istrinya dalam hal nafkah.
Sehingga seorang pria harus memiliki jalan hidup yang jelas dan tidak boleh ia hidup tanpa arah yang sampai menyia-nyiakan tanggungannya. Sejak dini atau pun sejak muda, ia sudah memikirkan bagaimana kelak ia bisa menafkahi istri dan anak-anaknya. Di antara bentuk persiapannya adalah dengan belajar yang giat sehingga kelak bisa dapat kerja yang mapan atau bisa berwirausaha mandiri.
Begitu pula hendaknya ia tidak melupakan istrinya untuk diajari agama. Karena untuk urusan dunia mesti kita urus, apalagi yang sangkut pautnya dengan agama yang merupakan kebutuhan ketika menjalani hidup di dunia dan akhirat. Sehingga sejak dini pun, seorang pria sudah mulai membekali dirinya dengan ilmu agama yang cukup untuk dapat mendidik istri dan keluarganya.
Sehingga dari sini, seorang pria yang kurang memperhatikan agama dan urusan menafkahi istrinya patut dijauhi karena ia sebenarnya bukan pria idaman yang baik.

Mudah-mudahan tulisan ini bisa sebagai petunjuk bagi para wanita muslimah yang ingin memilih laki-laki yang pas untuk dirinya. Dan juga bisa menjadi koreksi untuk pria agar selalu introspeksi diri. Nasehat ini pun bisa bermanfaat bagi setiap orang yang sudah berkeluarga agar menjauhi sifat-sifat keliru di atas. Semoga Allah memudahkannya.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal



Sunday 22 July 2012

Jangan Khatamkan Al-Qur’an di Bulan Ramadhan

Ramadhan disebut juga bulan-nya Al-Qur’an; karena memang pada bulan inilah Allah swt menurunkan ayat pertama Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad saw yang juga sebagai tanda bahwa beliau telah diangkat menjadi Rasul untuk semesta alam ini.
Selain itu juga, karena memang pada bulan ini semua orang muslim menjadi sangat begitu dekat dengan al-Qur’an. Sehingga kita tidak bisa mendapati seorang muslim di bulan Ramadhan ini kecuali ia sedang menggenggam mushaf Al-Qur’an, baik itu dikantongi ataupun di-‘tengteng’. Itu saking giatnya mereka, sehingga mereka tidak ingin melewatkan kesempatan sedikit pun di waktu-waktu bulan Ramadhan ini kecuali ia manfaatkan dengan membaca mushaf Al-Qur’an.
Dan tidak jarang, bahkan hampir semua umat Islam mengusung target khatam Qur’an pada bulan suci ini. Bukan hanya sekali, tapi berkali-kali. Bahkan ada sekelompok pemuda atau remaja yang mengadakan perlombaan siapa yang paling banyak khatam-nya, dan menjadi sebuah prestise tinggi jika bisa mengatakan “Alhamdulillah saya sudah khatam 2 kali Ramadhan ini”. Begitulah kira-kiranya.
Tapi semangat ini, semangat mengkhatam-kan al-Qur’an di bulan Ramadhan hendaknya tidak digeneralisir untuk semua orang. Bagi mereka yang memang sudah mahir dan mengerti hokum-hukum Tajwid (kaidah membaca al-Qur’an) dan bisa membacanya dengan benar, ya sah-sah saja buat mereka untuk mengkhatamkan al-Qur’an. Karena tidak akan menjadi masalah.
Tapi bagi mereka yang belum mahir membaca al-Qur’an atau bahkan tidak mengerti hokum-hukum tajwid (sebenarnya membaca al-Quran dengan tajwid itu –sesuai Ijma’ Ulama- hukumnya fardhu ‘Ain), maka program mengkhatamkan al-Quran ini sungguh tidak layak dikerjakan oleh mereka.
Al-Qur’an itu ada 30 Juz, berarti kalau kita ingin mengkhatamkan al-Qur’an pada bulan Ramadhan ini, kita diharuskan untuk menghabiskan satu hari ini dengan membaca 1 juz AL-Qur’an (dengan asumsi bahwa 1 bulan Ramadhan itu 30 hari). Dan satu juz Al-Qur’an itu terdiri dari sepuluh lembar mushaf Madani (cetakan Arab Saudi) yang sama juga 20 halaman Mushaf. Berarti mau tidak mau, kita harus membaca 20 halaman mushaf setiap harinya.
Menurut pengalaman yang saya temui dari beberapa kawan yang memang sudah mahir membaca al-Qur’an dan tentu saja mereka sangat mengerti hukum tajwid, membaca 1 juz atau 20 halaman mushaf al-Qur’an itu membutuhkan waktu 60-90 menit (1 sampai 1,5 jam). Itu bagi mereka yang lancar membacanya.
Tentu bagi kawan-kawan yang belum lancer dan mungkin tidak mengerti hokum-hukum tajwid, tentunya akan membutuhkan waktu lebih lama lagi. Tapi yang terjadi di lapangan, karena memang keinginan besarnya dan sudah menjadi target Ramadhan dari jauh-jauh hari, ia paksakan untuk bisa mengkhatamkan Al-Qur’an di bulan suci ini, akhirnya ia membaca sesukanya, tanpa peduli dengan kaidah-kaidah hokum tajwid. Ia tergesa-gesa dan terus membaca al-Quran walaupun salah, yang penting bisa memenuhi target baca satu hari satu juz bahkan lebih.
Padahal Allah telah memerintahkan dalam ayat-Nya:
“Dan Bacalah Al-Qur’an dengan perlahan-lahan (tartil)” (Al-Muzzammil 4)
Belum lagi mereka yang punya kesibukan, pekerjaan yang memang memakan waktu dan tenaga. Apa mungkin mereka kuat duduk 1 jam lebih dengan bacaan yang sudah tidak bisa dimengerti lagi? Yang terjadi akhirnya mereka bukan membaca Qur’an, tapi justru malah menghinakan Qur’an itu sendiri karena telah dibaca seenaknya, sesukanya, padahal ada kaidah yang HARUS diikuti. Alih-alih ingin menghargai dan menghormati al-Qur’an dengan mengkhatamkannya, tapi mereka malah menghinakannya.
“Loh bukankah baca Qur’an itu tetap mendapat pahala walaupun tidak mengerti artinya?”. Ya benar sekali. Siapapun yang membaca al-Qur’an pasti mendapat pahala walaupun ia tidak mengerti artinya atau tidak paham kaidahnya, malah mendapat 2 pahala, begitu hadits Nabi menjelaskan.
Tapi itu bagi mereka yang ma uterus belajar mempelajari kaidah-kaidahnya, bukan untuk kejar target khatam Qur’an tanpa mau belajar di sebelum bulan atau sesudah bulan Ramadhan seperti kebanyakan yang orang kerjakan belakangan ini. Mereka sepertinya menyepelekan al-Qur’an dengan ke-ogah-an mereka untuk belajar.
Lalu Bagaimana?
Semangat beribadah di bulan Ramadhan ini harusnya juga di implementasikan dengan melakukan ibadah sesuai kaidah yang telah ditetapkan oleh syariah itu sendiri. Dan di bulan Ramadhan ini, baiknya kita konversi semangat mengkhatamkan Qur’an itu menjadi semangat “BELAJAR TAJWID”. Jadi bulan Ramadhan ini sebutan barunya ialah “Bulan Tajwid”.
Tidak ada lagi cara kita untuk bisa lancer membaca al-Qur’an dan mengerti hokum serta kaidah-kaidahnya kecuali dengan kita mempelajari Tajwid itu sendiri. Karena ulama sejagad raya ini telah bersepakat bahwa mambaca AL-Quran dengan tajwid itu hukumnya Fardhu ‘Ain. Artinya kewajiban itu sama seperti kewajiban shalat 5 waktu yang harus dikerjakan oleh personal masing-masing muslim. Tidak ada tawar-tawaran lagi.
Waktu-waktu yang awalnya telah kita jadwalkan untuk berkhatam (tapi dengan bacaan salah), kita rubah dengan belajar tajwid, entah itu dengan mendatangi kawan yang mengerti guna meminta beliau mengajarkan kita tajwid. Atau mendatangi seorang ustadz/kiyai, atau juga kita mengikuti halaqah-halaqah tajwid yang biasa banyak digelar di masjid-masjid sekitar rumah kita masing-masing.
Satu bulan ini kita “khatamkan” ilmu tajwid itu, sehingga nantinya ketika keluar bulan Ramadhan ini kita sudah mampu membaca Qur’an dengan benar tanpa salah Insya Allah. Akhirnya bulan Ramadhan yang akan dating kita sudah siap dengan segudang target, baik itu meng-khatamkan al-Qur’an ataupun yang lainnya.
Akhirnya juga kita bisa tinggalkan kebiasaan buruk kita yang telah lama kita kerjakan, yaitu “masuk Ramadhan baca Qur’an nya begitu, keluar Ramadhan juga tetep ngga berubah, tetep salah. Tiap taon kaya begitu, trus buat apa ada kesempatan belajar di Ramadhan?”

Meng-Khatam-Kan Qur’an Itu Gampang Dan Tidak Perlu Nunggu Ramadhan
Urusan mengkhatamkan Qur’an itu buat saya urusan yang paling gampang di antara ibadah-ibadah yang lain. Jadi jangan takut nggak bisa mengkhatamkan Qur’an, karena mengkhatamkan Qur’an itu gampang, sebentar dan bisa kapan saja, nggak perlu nunggu Ramadhan untuk bisa khatam.
Percayakah Anda bahwa dalam satu hari saja, saya atau kita semua itu bisa mengkhatamkan al-Qur’an sebanyak 70 kali bahkan seratus kali. Lah wong nggak butuh waktu lama kok, Cuma sekitar 3 sampai 5 menit kita bisa mengkhatamkan al-Qur’an.
Nabi Muhammad saw bersabda:
“Barang siapa yang membaca ‘qul huwallahu ahad’ (surat al-ikhlas) sekali berarti ia telah membaca sepertiga al-Qur’an” (HR Tirmidzi)
Dengan begitu, kalau kita membaca surat Al-Ikhlas itu sebanyak 3 kali berarti kita telah mengkhatamkan al-Qur’an. Mudah bukan? Jadi tidak perlu nunggu-nunggu Ramadhan untuk kita bisa khatam Qur’an.
Ramadhan itu kesempatan emas untuk kita menambah intensitas ibadah kita kepada Allah termasuk dengan membaca dan mempelajari Al-Qur’an. Bukan kejar-kejaran target siapa yang paling banyak khatamnya. Buat apa khatam berkali-kali tapi tidak mau belajar dan tidak mau sadar kalau bacaan kita tidak benar?
Jadi pertanyaan yang harus keluar dari mulut kita ketika bertemu saudara dan kawan ialah bukan “berapa kali sudah khatam?” tapi “sudah berapa hukum tajwid yang sudah dipelajari?”.
Wallahu A’lam.


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/07/21726/jangan-khatamkan-al-quran-di-bulan-ramadhan/#ixzz21IZjUXWo

Friday 2 March 2012

Keutamaan Penghafal Al-Qur’an


Menghafal Al-Qur’an memang bukan suatu hal mudah, ya, banyak yang merasa kecewa dengan diri sendiri karena merasa begitu sulit untuk menjadi seorang penghafal Al-Quran itu. Terlalu banyak kendala dan keluhan. Yang tersisa kemudian hanyalah keinginan terpendam untuk menjadi seorang hafizh.


akan tetapi jika setiap muslim tau keutamaan menjadi seorang hafizh / hafizhah, maka semuanya akan berlomba menghafal Al-Qur’an, benar, menghafal Al-Qur’an adalah sesuatu yang harus diperjuangkan oleh para pendamba surga.


Sobat, inilah janji Allah SWT untuk para penghafal Al-Qur’an, semoga bisa menjadi pembakar semangat untuk istiqamah menghafal Al-Qur’an. check this out ^^ …


1. MEREKA ADALAH KELUARGA ALLAH SWT.


Sabda Rasulullah s.a.w:
“Dari Anas ra. Ia berkata bahawa Rasulullah s.a.w bersabda, “Sesungguhnya Allah itu mempunyai keluarga yang terdiri dari manusia.” Kemudian Anas berkata lagi, lalu Rasulullah s.a.w bertanya: “Siapakah mereka itu wahai Rasulullah. Baginda menjawab: “Iaitu ahli Quran (orang yang membaca atau menghafal Al- Quran dan mengamalkan isinya).Mereka adalah keluarga Allah dan orang-orang yang istimewa bagi Allah.


2. DI TEMPATKAN SYURGA YANG PALING TINGGI


Sabda rasulullah s.a.w:
“Dari Abdullah Bin Amr Bin Al Ash ra dari nabi s.a.w, baginda bersabda; Diakhirat nanti para ahli Al Quran di perintahkan, “Bacalah dan naiklah kesyurga. Dan bacalah Al Quran dengan tartil seperti engkau membacanya dengan tartil pada waktu di dunia. Tempat tinggal mu di syurga berdasarkan ayat paling akhir yang engkau baca.”


3. AHLI AL QURAN ADALAH ORANG YANG ARIF DI SYURGA


Sabda rasulullah s.a.w “Dari Anas ra. Bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda; “Para pembaca Al Quran itu adalah orang-orang yang arif di antara penghuni syurga,”


4. MENGHORMATI ORANG YANG MENGHAFAL AL QURAN BERERTI MENGAGUNGKAN ALLAH SWT.


Sabda rasulullah s..a.w “Dari Abu Musa Al Asya’ari ra.ia berkata bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: “Diantara perbuatan mengagungkan Allah adalah menghormati Orang Islam yang sudah tua, menghormati orang yang menghafal Al-Quran yang tidak berlebih-lebihan dalam mengamalkan isinya dan tidak membiarkan Al-Quran tidak di amalkan, serta menghormati kepada penguasa yang adil.”


5. HATI PENGHAFAL AL-QURAN TIDAK DI SEKSA


Sabda rasulullah s.a.w.
” Dari Abdullah Bin Mas’ud ra. Dari nabi s.a.w. baginda bersabda: ” bacalah Al Quran kerana Allah tidak akan menyeksa hati orang yang hafal al-quran.


Sesungguhanya Al -Quran ini adalah hidangan Allah, siapa yang memasukkunya ia akan aman. Dan barangsiapa yang mencintai Al Quran maka hendaklah ia bergembira.”


6. MEREKA LEBIH BERHAK MENJADI IMAM DALAM SOLAT


Sabda rasulullah s.a.w. :
“Dari Ibnu Mas’ud ra. Dari Rasulullah s.a.w. beliau bersabda; “yang menjadi imam dalam solat suatu kaum hendaknya yang paling pandai membaca Al Quran.”


7. DISAYANGI RASULULLAH S.A.W


Sabda rasulullah s.a.w.:
“Dari Jabir Bin Abdullah ra. Bahawa nabi s.a.w menyatukan dua orang dari orang-orang yang gugur dalam perang uhud dalam satu liang lahad.


Kemudian nabi s.a.w. bertanya, “dari mereka berdua siapakah paling banyak hafal Al Quran?” apabila ada orang yang dapat menunjukkan kepada salah satunya, maka nabi s.a.w memasukkan mayat itu terlebih dahulu ke liang lahad.”


8. DAPAT MEMBERIKAN SYAFAAT KEPADA KELUARGA


Sabda rasulullah s.a.w.:
“Dari Ali Bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah ia berkata, “Barangsiapamembaca Al Quran dan menghafalnya, maka Allah akan memasukkannya kedalam syurga dan memberikannya hak syafaat untuk sepuluh anggota keluarganya di mana mereka semuanya telah di tetapkan untuk masuk neraka.”


9. PENGHAFAL AL QURAN AKAN MEMAKAI MAHKOTA KEHORMATAN


Sabda rasulullah s.a.w.:
“Dari Abu Hurairah ra.dari nabi s.a.w. baginda bersabda: “orang yang hafal Al Quran nanti pada hari kiamatnanti akan datang dan Al Quran akan berkata; “Wahai Tuhan ,pakaikanlah dia dengan pakaian yang baik lagi baru.” Maka orang tersebut di berikan mahkota kehormatan. Al Quran berkata lagi:


“Wahai Tuhan tambahlah pakaiannya.” Maka orang itu di beri pakaian kehormatannya. Al Quran lalu berkata lagi, “Wahai Tuhan, redailah dia.” Maka kepadanya di katakan; “Bacalah dan naiklah.” Dan untuk setiap ayat, ia di beri tambahan satu kebajikan.”


10. HAFAL AL QURAN MERUPAKAN BEKAL YANG PALING BAIK.


Sabda rasulullah s.a.w.:
“Dari jabir bin nufair, katanya rasulullah s.a.w. bersabda; “Sesungguhnya kamu tidak akan kembali menghadap Allah dengan membawa sesuatu yang paling baik daripada sesuatu yang berasal dari-Nya yaitu Al Quran.


11. ORANG TUA MEMPEROLEHI PAHALA KHUSUS JIKA ANAKNYA PENGHAFAL AL QURAN.


Sabda rasulullah s.a.w.:
“Dari Buraidah Al Aslami ra, ia berkata bahawasanya ia mendengar Rasulullah s..a.w bersabda: “Pada hari kiamat nanti, Al Quran akan menemui penghafalnya ketika penghafal itu keluar dari kuburnya. Al Quran akan berwujud seseorang dan ia bertanya kepada penghafalnya: “Apakah anda mengenalku?”.


Penghafal tadi menjawab; “saya tidak mengenal kamu.” Al Quran berkata; “saya adalah kawanmu, Al Quran yang membuatmu kehausan di tengah hari yang panas dan membuatmu tidak tidur pada malam hari. Sesungguhnya setiap pedagang akan mendapat keuntungan di belakang dagangannya dan kamu pada hari ini di belakang semua dagangan. Maka penghafal Al Quran tadi di beri kekuasaan di tangan kanannya dan diberi kekekalan ditangan kirinya, serta di atas kepalanya dipasang mahkota perkasa. Sedang kedua orang tuanya diberi dua pakaian baru lagi bagus yang harganya tidak dapat di bayar oleh penghuni dunia keseluruhannya. Kedua orang tua itu lalu bertanya: “kenapa kami di beri dengan pakaian begini?”. Kemudian di jawab, “kerana anakmu hafal Al Quran.”


Kemudian kepada penghafal Al Quran tadi di perintahkan, “bacalah dan naiklah ketingkat-tingkat syurga dan kamar-kamarnya.” Maka ia pun terus naik selagi ia tetap membaca, baik bacaan itu cepat atau perlahan (tartil)


12. AKAN MENEMPATI TINGKATAN TERTINGGI DI DALAM SYURGA.


Sabda rasulullah s.a.w.:
“Dari Sisyah ra ia berkata, bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda; jumlah tingkatan-tingkatan syurga sama dengan jumlah ayat-ayat Al Quran. Maka tingkatan syurga yang di masuki oleh penghafal Al Quran adalah tingkatan yang paling atas, dimana tidak ada tingkatan lagi sesudah itu.


Semoga dengan memahami hal ini, kita semua bisa lebih terpacu untuk bisa menghafal Al Qur’an setiap harinya, semampu kita.

Sunday 29 January 2012

Khaulah Binti Tsa’labah (Wanita Yang Aduannya Didengar Allah Dari Langit Ketujuh)


Beliau adalah Khaulah binti Tsa`labah bin Ashram bin Fahar bin Tsa`labah Ghanam bin ‘Auf. Beliau tumbuh sebagai wanita yang fasih dan pandai. Beliau dinikahi oleh Aus bin Shamit bin Qais, saudara dari Ubadah bin Shamit r.a yang beliau menyertai perang Badar dan perang Uhud dan mengikuti seluruh perperangan yang disertai Rasulullah saw. Dengan Aus inilah beliau melahirkan anak laki-laki yang bernama Rabi`.

Khaulah binti Tsa`labah mendapati suaminya Aus bin Shamit dalam masalah yang membuat Aus marah, dia berkata, “Bagiku engkau ini seperti punggung ibuku.”

Kemudian Aus keluar setelah mengatakan kalimat tersebut dan duduk bersama orang-orang beberapa lama lalu dia masuk dan menginginkan Khaulah. Akan tetapi kesadaran hati dan kehalusan perasaan Khaulah membuatnya menolak hingga jelas hukum Allah terhadap kejadian yang baru pertama kali terjadi dalam sejarah Islam. Khaulah berkata, “Tidak…jangan! Demi yang jiwa Khaulah berada di tangan-Nya, engkau tidak boleh menjamahku karena engkau telah mengatakan sesuatu yang telah engkau ucapkankan terhadapku sehingga Allah dan Rasul-Nya lah yang memutuskan hukum tentang peristiwa yang menimpa kita."

Kemudian Khaulah keluar menemui Rasulullah saw, lalu dia duduk di hadapan beliau dan menceritakan peristiwa yang menimpa dirinya dengan suaminya. Keperluannya adalah untuk meminta fatwa dan berdialog dengan nabi tentang urusan tersebut. Rasulullah saw bersabda, “Kami belum pernah mendapatkan perintah berkenaan urusanmu tersebut… aku tidak melihat melainkan engkau sudah haram baginya.”

Wanita mukminah ini mengulangi perkatannya dan menjelaskan kepada Rasulullah saw apa yang menimpa dirinya dan anaknya jika dia harus cerai dengan suaminya, namun rasulullah saw tetap menjawab, “Aku tidak melihat melainkan engkau telah haram baginya”.

Sesudah itu wanita mukminah ini senantiasa mengangkat kedua tangannya ke langit sedangkan di hatinya tersimpan kesedihan dan kesusahan. Pada kedua matanya nampak meneteskan air mata dan semacam ada penyesalan, maka beliau menghadap kepada Yang tiada akan rugi siapapun yang berdoa kepada-Nya. Beliau berdo’a, “Ya Allah sesungguhnya aku mengadu kepada-Mu tentang peristiwa yang menimpa diriku”.
Alangkah bagusnya seorang wanita mukminah semacam Khaulah, beliau berdiri di hadapan Rasulullah saw dan berdialog untuk meminta fatwa, adapun istighatsah dan mengadu tidak ditujukan melainkan untuk Allah Ta`ala. Ini adalah bukti kejernihan iman dan tauhidnya yang telah dipelajari oleh para sahabat kepada Rasulullah saw.

Tiada henti-hentinya wanita ini berdo`a sehingga suatu ketika Rasulullah saw pingsan sebagaimana biasanya beliau pingsan tatkala menerima wahyu. Kemudian setelah Rasulullah saw sadar kembali, beliau bersabda, “Wahai Khaulah, sungguh Allah telah menurunkan al-Qur`an tentang ditimu dan suamimu kemudian beliau membaca firman-Nya (artinya), “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkatan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan [halnya] kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat,…sampai firman Allah: “dan bagi oranr-orang kafir ada siksaan yang pedih.”(Al Mujadalah:1-4)

Kemudian Rasulullah saw menjelaskan kepada Khaulah tentang kafarat (tebusan) Zhihar:

Nabi : Perintahkan kepadanya (suami Khansa`) untuk memerdekan seorang budak

Khaulah : Ya Rasulullah dia tidak memiliki seorang budak yang bisa dia merdekakan.

Nabi : Jika demikian perintahkan kepadanya untuk shaum dua bulan berturut-turut

Khaulah : Demi Allah dia adalah laki-laki yang tidak kuat melakukan shaum.

Nabi : Perintahkan kepadanya memberi makan dari kurma sebanyak 60 orang miskin

Khaulah : Demi Allah ya Rasulullah dia tidak memilikinya.

Nabi : Aku bantu dengan separuhnya

Khaulah : Aku bantu separuhnya yang lain wahai Rasulullah.

Nabi : Engkau benar dan baik maka pergilah dan sedekahkanlah kurma itu sebagai kafarat baginya, kemudian bergaulah dengan anak pamanmu itu secara baik.” Maka Khaulah pun melaksanakannya.


Inilah kisah seorang wanita yang mengajukan gugatan kepada pemimpin anak Adam a.s yang mengandung banyak pelajaran di dalamnya dan banyak hal yang menjadikan seorang wanita yang mengangkat kepalanya tinggi-tinggi dengan bangga dan perasaan mulia dan besar perhatian Islam terhadapnya.

Ummul mukminin Aisyah ra berkata tentang hal ini, “Segala puji bagi Allah yang Maha luas pendengaran-Nya terhadap semua suara, telah datang seorang wanita yang mengajukan gugatan kepada Rasulullah saw, dia berbincang-bincang dengan Rasulullah saw sementara aku berada di samping rumah dan tidak mendengar apa yang dia katakan, maka kemudian Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat, “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkatan wanita yang memajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya dan mengadukan (halnya) kepada Allah…” (Al-Mujadalah: 1)

Inilah wanita mukminah yang dididik oleh Islam yang menghentikan Khalifah Umar bin Khaththab r.a saat berjalan untuk memberikan wejangan dan nasehat kepadanya. Beliau berkata, “Wahai Umar aku telah mengenalmu sejak namamu dahulu masih Umair (Umar kecil) tatkala engkau berada di pasar Ukazh engkau mengembala kambing dengan tongkatmu, kemudian berlalulah hari demi hari sehingga memiliki nama Amirul Mukminin, maka bertakwalah kepada Allah perihal rakyatmu, ketahuilah barangsiapa yang takut akan siksa Allah maka yang jauh akan menjadi dekat dengannya dan barangsiapa yang takut mati maka dia kan takut kehilangan dan barangsiapa yang yakin akan adanya hisab maka dia takut terhadap Adzab Allah.” Beliau katakan hal itu sementara Umar Amirul Mukminin berdiri sambil menundukkan kepalanya dan mendengar perkataannya.

Akan tetapi al-Jarud al-Abdi yang menyertai Umar bin Khaththab tidak tahan mengatakan kepada Khaulah, “Engkau telah berbicara banyak kepada Amirul Mukminin wahai wanita.!” Umar kemudian menegurnya, “Biarkan dia…tahukah kamu siapakah dia? Beliau adalah Khaulah yang Allah mendengarkan perkataannya dari langit yang ketujuh, maka Umar lebih berhak untuk mendengarkan perkataannya. “

Dalam riwayat lain Umar bin Khaththab berkata, “Demi Allah seandainya beliau tidak menyudahi nasehatnya kepadaku hingga malam hari maka aku tidak akan menyudahinya sehingga beliau selesaikan apa yang dia kehendaki, kecuali jika telah datang waktu shalat maka aku akan mengerjakan shalat kemudian kembali mendengarkannya sehingga selesai keperluannya.”


(SUMBER: buku Mengenal Shahabiah Nabi SAW., karya Mahmud Mahdi al-Istanbuly dan Musthafa Abu an-Nashar asy-Syalaby, h.242-246, penerbit AT-TIBYAN)

Read more: http://arrahmah.com/read/2009/06/18/4670-khaulah-binti-tsa.html#ixzz1kjWK2Qc1

Kaidah-kaidah menjaga Anak Dalam Islam


Delapan Kunci “Menjaga” Anak


Selain delapan “kunci”, hendaknya para orangtua tampil menjadi teladan bagi buah hatinya

Hidayatullah.com--Anak merupakan amanah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena amanah, maka kelak Dia akan meminta pertanggungjawaban kepada kita atas amanah tersebut.


Jika anak-anak tumbuh menjadi shalih dan shalihah, tentu akan membawa keuntungan dunia dan akhirat bagi orangtuanya. Sebaliknya, jika orangtua lalai dalam mengajar dan mendidik, keberadaannya akan membawa bencana dunia dan akhirat.

Bukan satu dua kali kita dikejutkan dengan pemberitaan akibat ulah anak-anak kita. Seorang siswa yang sopan, tiba-tiba bisa bunuh diri. Seorang mahasiswa yang ketika di rumah kalem, tiba-tiba bisa menjadi perampok bahkan memperkosa atau membunuh teman dekatnya. Yang tak kalah mengejutkan, berita terbaru dari Jawa Timur, seorang gadis belia, sudah mampu menjadi bos mucikari dan agen pelacuran. Sungguh mengagetkan.

Ada apa yang salah dengan kita, para orangtua? Bukankah kita semua ini, adalah para sarjana dan orang-orang terdidik?

1. Akidah yang Benar

Sesungguhnya, agama kita (Islam) telah menetapkan banyak hal, termasuk masalah pendidikan pada anak. Ini hal yang sangat penting. Jika anak-anak memiliki akidah yang benar, maka itu lahan subur bagi tumbuhnya kebaikan-kebaikan. Tidak ada kebaikan pada diri anak yang akidahnya melenceng.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai anak, aku akan ajarkan padamu beberapa kalimat: Jagalah Allah pasti engkau akan dapati Allah di hadapanmu. Jika engkau meminta, maka mintalah kepada Allah. Ketahuilah bahwa jika seluruh umat berkumpul untuk menolongmu, mereka tidak bisa menolongmu dengan sesuatu kecuali atas hal yang telah Allah takdirkan. Ketahuilah bahwa jika seluruh umat berkumpul untuk mencelakaimu, mereka tidak bisa mencelakaimu dengan sesuatu kecuali atas yang telah Allah takdirkan, pena-pena telah diangkat dan catatan-catatan telah kering.” (Riwayat Ahmad dan Tirmidzi)


2. Memohon Pahala
Rasulullah bersabda, “Jika seseorang menafkahkan hartanya kepada keluarganya dengan mengharap pahala, maka baginya adalah pahala sedekah.” (Riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Mas’ud)


3. Diingatkan Shalat
Shalat merupakan kewajiban paling utama seorang hamba terhadap Allah. Rasulullah menegaskan, “Perintahkan anakmu untuk shalat saat usia tujuh tahun dan pukullah mereka (jika meninggalkan shalat) saat usia sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka.” (Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Hakim, Baihaqi, dan lain-lain)


4. Menuntun Berakhlak Baik dan Memperbaiki Kesalahan
Umar bin Abu Salamah Radhiyallahu ‘anhu saat masih kecil dalam asuhan Rasulullah, tangannya ke sana ke mari di atas makanan. Dia bersabda, “Wahai anak, bacalah ‘Bismillah’, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah makanan yang dekat darimu.” (Riwayat Bukhari dan Muslim dari Umar bin Abu Salamah)


5. Memisahkan Tempat Tidur
Memasuki usia sepuluh tahun, pisahkanlah tempat tidurnya. Anak-anak pada usia ini sudah terhitung dewasa dan mendekati masa baligh (puber), gairahnya mulai muncul. Maka memisahkan tidur mereka akan mencegah petaka yang tidak diinginkan. Rasulullah bersabda, “…pisahkanlah tempat tidur mereka.” (Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Al-Hakim, Baihaqi, dan lain-lain)


6. Berlaku Adil

Tidak bijak bila membeda-bedakan anak dalam berinteraksi dan menafkahi. Perlakuan pilih kasih kerap membawa permusuhan di antara saudara. Hal itu merupakan bentuk kezhaliman terhadap anak.
Rasulullah bersabda, ”Aku tidak akan bersaksi atas suatu kejahatan, takutlah kamu kepada Allah dan berbuat adillah kepada anak-anakmu.” (Riwayat Bukhari dan Muslim dari Nu’man bin Basyir)


7. Lemah Lembut, Bermain, dan Mencium
Rasulullah tidak segan mengajak anak-anak untuk bermain, berlaku lemah lembut, serta mendekati dan mencium mereka. Simaklah bagaimana cara Rasulullah memanggil mereka, “Wahai anakku.”


8. Tegas Saat Diperlukan

Anak yang tidak pernah mendapat hukuman (saat diperlukan) akan mempunyai tabiat yang kurang bagus. Hendaklah orangtua bisa menunjukkan kepada anak-anak dan keluarganya bahwa dia adalah orang yang tegas dan keras saat kondisi mengharuskan itu.

Rasulullah pernah bersabda, “…pukullah mereka (jika meninggalkan shalat) saat usia sepuluh tahun.” (Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Al-Hakim, dan Al-Baihaqi).

Juga, “Gantunglah cambuk di tempat yang bisa dilihat oleh anggota keluargamu, karena hal itu akan menjadi sebuah pelajaran.” (Riwayat Bukhari dalam kitab Al-Adab Al-Mufrad)


Selain yang terurai di atas, hendaknya para orangtua tampil menjadi teladan bagi buah hatinya, lalu mengajari ilmu yang membawa kemanfaatan dunia dan akhirat, serta tidak mendoakan yang buruk kepada mereka (anak-anak). [Ali Athwa, berbagai sumber/hidayatullah.com]