Sunday 1 January 2012

..**Saat Yang Sempurna Itu ...**..


Kadang kita sering banget menunda-nunda sesuatu yg harusnya bisa kita kerjakan hari ini. May be alasan kita adalah nunggu waktu yang sempurna biar bisa ngerjainnya dengan sempurna. Tapi jangankan sempurna, kadang akhirnya hasil jadinya aja belom juga jadi. Kalo udah gitu, satu- satunya yang sempurna tinggal harapan en penyesalan kita aja. 

Saat kamu muda, kamu boleh aja bermimpi, karena masih akan banyak waktu InsyaAllah untuk merealisasikannya. Tapi sadar ato nggak, banyak dari kita yang justru ngehancurin impian itu, bahkan saat kita belum sempat merealisasikannya. Cilakanya lagih, kita melakukan itu dengan cara yang "sempurna", yaitu lewat pilihan waktu yang kita kira adalah sempurna.

Yups, pilihan waktu yang terlalu kita pilih untuk menjadi saat yang sempurna buat ngerjain sesuatu itu, lebih banyak berarti sebagai penundaan. Ternyata tugas kemarin yang kita impikan bakal selesai hari ini, disaat yang sempurna ini, ternyata belum juga selesai. Alhasil, si tugas itupun semakin terlihat tidak sempurna karena ternyata juga jauh dari deadline yang seharusnya.

Emang yang namanya suntuk atau bahan baku yang menyebabkan penundaan melakukan sesuatu, biasa datang tanpa di undang. Dan biasanya kalo udah gitu, seterusnya adalah jadi males ngerjain sesuatu. Tapi tahukan kamu, menunda nyelesaikan apapun adalah seperti nyimpan makanan yang nggak buru- buru dimakan. Jadi kalo nggak basi atau kadaluarsa, ya perut tetep aja bakalan laper.

Coba deh kamu hilangkan sebentar tentang konsep waktu yang sempurna, yang merupakan kamuflase dari sebuah bahasa menunda mu itu. Bukankah sebenarnya yang ada hanya waktu yang terbaik, yaitu waktu yang langsung dikerjakan setiap kamu punya tugas atau mimpi?
Teman, dah banyak diluar sana orang- orang yang udah mulai menua yang ternyata juga udah banyak banget kehilangan kesempatan dan waktu berharga mereka buat ngelakuin sesuatu. Mungkin dari mereka juga ada yang dah bertahun-tahun menunggu waktu lain buat merealisasikan mimpi mereka tapi ternyata nggak pernah kejadian karena saking terlalu milih waktu yang sempurna.   Mungkin kalo waktu bisa di putar, mereka bakalan bilang "Sekarang adalah waktu yang paling tepat. Karena sekarang bisa dikerjakan dan saat yang sempurna dan tepat tidak pernah ada. Karena yang ada hanya adalah saat yang sempurna setelah semua terselesaikan."

..**Tidurlah Sayang**..




“Aku tidak mau tidur sendirian Bu.” Sebutir air mata meluncur dari kelopak mata yang memiliki bola mata indah itu. Cepat tangan kecil gadis di depanku itu menghapusnya. Wajahnya kusut dan memelas. Hmm… aku menghela napas panjang. Wajah bidadari ini selalu membuatku trenyuh dan tak kuasa untuk bilang tidak. Tapi kali ini kata ‘tidak” tidak boleh keluar dari mulutku.

“Begini saja, ibu temani sebentar yah.” sebuah senyuman terlukis di wajah permata hatiku itu.

“Kita tidur bertiga dengan Teddy bear yah?” Suaranya yang cadel dan kenes itu terdengar lirih.

“Teddy bear? Boleh. Berempat dengan sang bintang juga boleh.” Lalu kami masuk ke dalam kamarnya.

Kami tidur dengan kepala menghadap jendela kamar yang berdaun jendela lebar. Sengaja tidak dipasang gordein di sana agar pemandangan langit bisa terlihat jelas dari tempat kami berbaring. Langit tampak cerah malam itu. Bintang-bintang bertaburan memenuhi angkasa raya dan bulan tampak bersinar penuh dengan cahaya yang memantul berpendar-pendar. Aisyah, yang menjadi permata hatiku, mendekatkan kepalanya ke sisi pundakku, dan tangan mungilnya menyusup melingkari lenganku. Boneka Teddy bearnya menyembul di antara tubuh kami yang berhimpitan.

“Hmm… bagus yah, bintang-bintang itu.” Aku bertanya padanya dengan segala kekagumanku yang utuh pada keindahan jagad raya di atas sana. Subhanallah… Maha Suci Allah.

“Iyah bagus.” Suara kecil Aisyah mulai melemah karena diserang kantuk terdengar begitu lirih.

“Besok-besok… kamu tidak usah takut tidur sendirian yah. Ini hari terakhir ibu menemani kamu.” Tidak ada jawabannya, tapi aku rasakan rengkuhan tangan kecil di lenganku mengeras, sebuah isyarat tak hendak berpisah. Seperti malam-malam sebelumnya, rupanya malam inipun Aisyah tidak ingin tidur seorang diri.

“Kamu lihat bintang yang paling terang itu.” Tanganku menunjuk ke angkasa raya, pada satu titik di sebelah utara, dimana ada sebuah bintang yang terlihat paling terang cahayanya dan paling besar pula keberadaannya dibanding bintang yang lain.

‘Itu namanya bintang kejora.” Kemudian kami bersama mengagumi bintang kejora. Sederetan awan kelam yang berbaris mendekati bintang kejora, rupanya malu hati akan niatnya untuk menutupi bintang tersebut sehingga dengan cepat awan itu menyingkir dan kembali bintang kejora berpendar-pendar indah.

“Bagus bu… adik suka bintang kejora.” Suara lirih Aisyah kembali terdengar.

“Besok, kalau kamu tidur sendirian, kamu lihat saja ke langit. Insya Allah bintang kejora akan selalu muncul jika langit cerah. Kamu bayangkan bahwa ibu ada di sampingmu, sedang menatap bintang kejora bersama seperti malam ini. Jadi kamu tidak takut lagi tidur sendirian.” Sebuah senyuman terukir di mulut mungil Aisyah dan sebuah kecupan mendarat di pipiku yang dihadiahkan Aisyah padaku. Lama kami terdiam hingga yang terdengar kemudian adalah bunyi napas yang teratur. Hingga…,.

“Bagaimana jika bintang itu tidak muncul Bu ? “

“Hah ?…ngggnn.” Aku tidak langsung menjawab dan jeda waktu menunggu itu membuat sebuah kegelisahan tiba-tiba muncul di wajah Aisyah.

‘Bagaimana jika langit mendung dan badai datang ?” Suaranya yang semula lirih kini dipenuhi rasa kekhawatiran.

Kurengkuh tubuh mungilnya erat-erat… dan dengan lembut kubisikkan kata di telinganya, “Ada Allah yang selalu setia menemani kamu sayang…. Allah tidak akan pergi meninggalkan kamu, apapun keadaan yang datang dan selalu berubah-ubah. Bintang kejora itu adalah kasih ibu yang akan ibu berikan untuk kamu, tapi ibu dan bintang kejora, bahkan juga kamu, ayah, kakak, adalah ciptaan Allah, yang bisa menghilang, pergi jika Allah menghendakinya…. Tapi Allah yang Maha Pencipta selalu hadir menemani kamu. “

“Ibu akan pergi kemana ?”

“Suatu hari nanti, mungkin ibu akan pergi menghadap Allah. Kalau itu terjadi, kamu tidak bisa bertemu ibu lagi, kalau kamu kangen, kamu lihat saja ke langit yang cerah, bintang kejora itu adalah kasih sayang ibu yang sudah ibu ukir di sana agar kamu selalu ingat ibu. Jangan pernah merasa putus asa jika kamu merasa seorang diri… karena bintang kejora itu selalu bersinar berpendar-pendar meskipun awan gelap selalu berusaha menutupi kehadirannya. Kamu bisa lihat bintang itu dimanapun kamu berada di muka bumi ini. Dan ingat…. Meski bintang itu hilang karena siang muncul menggantikan malam, ada yang selalu setia menemani kamu dan menyayangi kamu melebihi kasih sayang ibu ke kamu, bahkan melebihi kasih sayang seluruh makhluk di muka bumi ini. Itu adalah kasih sayang Allah Subhanallahu Wa ta’ala… nah sekarang tidurlah… Pejamkan matamu.”

Tak ada jawaban, sebaliknya muncul sebuah pertanyaan baru.

“Apakah aku akan bertemu ibu lagi di hari esok ?” Bola mata bening bagaikan mutiara itu menatapku dengan penuh tanda tanya. Sebutir mutiara bening meluncur dari sana, dan genggaman jemari kecil di lengan tanganku kian erat. “Hanya Allah yang tahu sayang. Jika Allah mengizinkan, tentu kita akan bertemu dan bermain kembali… sekarang, tidurlah.”

Mata Aisyah menatapku dengan polos dan sebuah telaga bening di kelopak matanya terlihat bergetar tak kuasa menahan bendungan air yang terkumpul di sana. Kukecup keningnya dengan penuh rasa kasih dan sayang.

“Ibu sayang sama kamu, jika takdir datang dan memisahkan kita, rasa sayang dan doa ibu akan selalu tercurah untukmu nak… Bersyukurlah selalu pada Allah, karena apapun takdir yang diberikan oleh Allah, dalam perhitunganNya, itulah yang terbaik bagimu. Tidurlah… Ada Allah yang akan menjagaMu malam ini.


(untuk semua permata hatiku di rumah.. I Love You)

..**Aku Seorang Munafik?**..


Dengarkanlah, aku sedang bertanya, dengan sangat jujur, kepada hatiku, apakah aku seorang munafik?

Aku mengakui Allah sebagai tuhanku, tapi entah sudah berapa banyak hal dan makhluk yang aku tempatkan sejajar denganNya bahkan lebih, dihatiku.

Aku mengaku muslim, namun lihatlah perhitungan rinci yang pasti aku kemukakan di depan, ketika telah sampai waktunya aku harus mengerjakan kewajibanku sebagai muslim. Bahkan sebenarnya aku adalah sudah lebih dari tahu dan sadar bahwa aturan Allah telah jelas tentang segala sesuatu dalam hidup. Namun, entah kenapa aku tetap dengan berat hati menanggalkan semua. Apalagi lah, jika bukan karena aku tak mau rugi dalam urusan dunia. Ketakutan dan kemalasan seketika menyelubungi kepala dan menjalar ke hatiku yang akhirnya akupun menghentikan arus kebaikan itu untuk menemani hari- hari itu.

Aku mengaku muslim, namun laku, tindakan, dan tutur kataku tak lebih dari menghujat, memecah belah dan merusak citra islam dan harga diriku dan saudaraku sendiri. Dan ... ajaibnya, aku tetap menganggap hal itu sebagai sebuah kebanggaan dan atau prestasi dari diriku yang akan mungkin membuahkan pahala dimata Allah. Ya robb, sudah tidak waraskah aku?

Aku mengaku muslim, namun aku tak pernah berbangga dengan identitasku ini, dan malah menghujat sesamaku yang telah mendapat rahmat Allah untuk dapat menerapkan aturan islam lebih baik dan lebih nyata dari pada aku. Entah pikiran setan apa yang menggelayuti hatiku, dan lihatlah malah kesombongan dan caci maki atas mereka yang selalu aku berikan tanpa henti.
Aku mengajarkan kebaikan namun saking sibuknya diriku dengan sebuah pengajaran, aku lupa mengajari diriku untuk mempraktekkan kebaikan itu dalam kehidupanku sendiri. Tidak ada yang tahu memang, ataupun tidak ada yang repot dengan mencampuri urusan hidupku, namun ternyata hatiku sendiri yang berprotes kepadaku dan betapapun aku mencoba lari darinya, aku tetap tidak bisa.

Aku mengakui sebuah kebaikan dan manfaat dari kejujuran. Namun diam- diam aku mengkhianati hati nuraniku dengan berbuat curang pada Allah, diriku sendiri, kepada sesamaku. Aku menyangka Allah pun hanya diam dan tanpa akan menyeruakkan aibku ini, karena ini adalah rahasiaku dengan Nya. Selanjutnya dengan bangga dan penuh kamuflase atas sebuah julukan orang alim dan jujur, aku berjalan di muka bumi, dengan tetap tenang.
Manusia lain menggelariku orang yang amanah dalam menjaga dan memenuhi titipan mereka kepadaku. Namun dibelakang mereka, amanah itu aku selewengkan dengan alasan kebutuhan dan selera duniaku. Dan jika akhirnya mereka mengetahui hal itu, maka dengarlah untaian kata- kata indah yang dengan keahlian dan kepandaianku aku rangkai dengan berbagai cara. Apalagi lah tujuannya selain agar mereka tetap mengenaliku sebagai yang terbaik.

Lihatlah betapa mulutku memang benar- benar mengekspresikan isi hatiku. Isi hati yang aku tuntun untuk menjadi munafik, namun ternyata aku tidak sekuat itu untuk memaksanya. Suara bisikan kebaikan dari Allah lewat hati nuraniku, tetap begitu kuatnya sehingga membentuk sebuah pertentangan batin yang tidak sanggup aku kuasai permainannya.

Apakah aku seorang munafik?
MasyaAllah, ternyata aku seorang munafik. Betapa banyak manusia yang menilaiku baik, namun itu sama sekali tidak mengurangi teriakan batinku yang memaki diriku karena aku sebenarnya adalah seorang munafik. Hatiku protes karena aku telah mencurangi Allah walaupun hanya dia sendiri yang mengetahuinya. Aku ternyata tidak bisa lari sama sekali dari umpatan hati nuraniku yang pasti akan jujur tentang adanya aku.

Ya robb, ampunilah hambamu yang sombong ini, yang telah berbangga hati dengan dinilai baik dan berusaha agar dinilai baik dihadapan manusia, namun sebenarnya rendah di hadapanMu. Sanggupkah hamba ketika "video" keburukanku itu nanti akhirnya akan diputar kembali dan di pergelarkan pada semua makhlukmu diakherat nanti? Sanggupkah hamba saat nanti tiada lagi ampunan darimu dan rahmat untuk hamba, untuk tertutupnya dengan rapi semua aib dan kekurangan hamba?

Ya Allah, semakin manusia menilai baik terhadap hamba, sebenarnya semakin dalam sakit yang hamba rasakan. Sakit lantaran semakin keras pula teriakan hati nurani hamba yang mengatakan bahwa hamba adalah seorang MUNAFIK, yang hanya pandai memoles jati diri dengan sejuta kebohongan, kecurangan dan dan topeng demi terlihat sempurna dihadapan manusia.

Ya Allah, ampunilah hamba... Ampunilah hambamu yang hina ini...

..**Hari Gini Masih Pacaran? Ngga Banget Deh...!**..



"Hari gini ngga punya pacar? payah banget sih lo...!" itulah kata yang diucapkan salah satu teman ana ketika tahu ana ngga punya pacar. Dalam hati ana cuma bilang, "Yang payah itu siapa? yang payah itu elo, masa ngelanggar aturan tuhan ko bangga! Sungguh aneh...!" akan tetapi berhubung itu teman udah lama temenan ama ana jadinya perkataan itu cuma ana pendam dalam hati.
Bagi sebagian orang seperti teman ana itu mungkin pacaran adalah suatu hal yang biasa, bahkan ada yang lebih ekstrim yang menganggap bahwa pacaran itu adalah suatu keharusan, dan hidup tanpa pacaran bagaikan sayur tanpa garam (kaya lagu aja ya...). Padahal kalau saja mereka tahu (mungkin ada juga yang sudah tahu, tapi pura-pura ngga tahu) bahwa pacaran itu ngga punya untung sama sekali bahkan membuat hidup menjadi bergelimang dosa, mungkin mereka akan berpikir ulang untuk berpacaran.
"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk."(QS. Al Isra' [17] : 32)
Itulah bunyi salah satu ayat dalam surat cintaNya untuk kita. Begitu sayangnya Allah Subhanahu Wata'ala terhadap kita, sehingga Allah memperingatkan kita untuk tidak mendekati zina. Begitu besarnya kerusakan dan kehancuran yang bisa dihasilkan oleh suatu perzinahan, sehingga mendekatinya pun kita dilarang oleh Allah.
Lantas apa hubunganya dengan pacaran?
Ya jelas ada hubungannya dong, gimana sih lo ini. Kan elo tahu gimana pacaran itu, yang pasti ngga lepas deh dari yang namanya dua-duaan, deket-deketan, pegangan tangan, mesra-mesraan, dan akhirnya kebablasan.
Elo Muslim-kan? pastinya elo percaya dong dengan yang namanya hadits Rasulullah Shallahu 'alaihi wassalam,
"Telah ditulis bagi setiap bani Adam bagiannya dari zina, pasti dia akan melakukannya, kedua mata zinanya adalah memandang, kedua telinga zinanya adalah mendengar, lidah (lisan) zinanya adalah berbicara, tangan zinanya adalah memegang, kaki zinanya adalah melangkah, sementara qalbu berkeinginan dan berangan-angan, maka kemaluanlah yang membenarkan (merealisasikan) hal itu atau mendustakannya". (HR. Al-Bukhori [5889] dari Ibnu Abbas, dan Muslim [2657] dari Abu Hurairah)
Nah coba deh elo resapi itu hadits, pasti deh elo bakalan tahu bahwa pacaran itu udah amat sangat dekat dengan yang namanya zina. Kalo elo masih nganggap kalo pacaran ama zina itu jauh, lo coba deh untuk pacaran tapi ngga saling ngeliat, ngga pernah saling ngerayu (apalagi ngegombal ya...), terus ngga pernah pegangan, and ngga pernah dua-duaan...
Bisa ngga elo ngelakuin yg kayak gitu, kalo bisa gue akui elo emang hebat....
Terus kalo ngga pacaran gimana gue dapat jodohnya? apa lo ngga mikir tentang itu?
Buset dah, elo ngga percaya dengan Allah ya, coba deh lo baca Al-Qur'an...
"Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah." (QS. Adz Dzariyat [41] : 49)
"Maha Suci Tuhan yang Telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui." (QS. Yaasiin [81] : 36)
Kalo elo Muslim, elo harus percaya kalo masalah jodoh itu udah ditentuin oleh Allah Subhanahu Wata'ala, jadinya ngga usah takut kalo ngga dapat jodoh, toh kalo emang ngga dapat jodoh di dunia, masih ada ko kesempatan tuk nemuin jodoh di akhirat, tapi dengan catatan elo harus menjadi orang yang baik biar dapat tiket untuk ke surga ya.
Terus nih kalo gue ngga pacaran, gimana gue bisa mengenal sifat ato kelakuan jodoh gue? Ntar yg ada ngga sesuai harapan lagi...!
Sekarang gue mau nanya ama elo, emangnya kalo elo pacaran elo bisa mengenal lebih dekat dengan orang pilihan elo? Kalo menurut gue sih ngga ngaruh sama sekali, soalnya sepengetahuan gue yang namanya pacaran itu lebih banyak jaga imej nya daripada jujurnya. Orang pacaran itu lebih memilih menjadi some body perect daripada jadi dirinya sendiri, jadi kalo elo ingin menjadikan pacaran sebagai ajang tuk saling mengenal, lo 100% salah besar bro...!
And kalo elo yakin ama janji Allah, seharusnya elo ngga perlu merisaukan tentang masalah itu. Coba deh elo baca ayat berikut...
"Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)." (QS. An-Nur [24] : 26)
Nah sekarang elo tahu kan, kalo elo berharap mendapatkan yang baik maka perbaiki dulu deh diri lo...
Udah dulu ya pembahasannya, gue udah cape banget nih, insya Allah kapan-kapan kita sambung lagi ya...
To Ikhwan
Kalo elo emang ngaku sebagai laki-laki and lo suka ama cewe, langsung aja deh elo lamar tu orang ke ortunya, jangan elo jadikan cinta itu sebagai alasan untuk berpacaran, cowoj yang lebih memilih berpacaran daripada menikah adalah cowo yang bermental kerupuk bin pecundang and pengecut, ingat itu...!
To Akhwat
Kalo elo emang akhwat sejati, janganlah elo suka mengumbar aurat ataupun juga mengundang kaum the gombalers untuk menggoda. Jangan lupa juga untuk menjaga diri baik itu di dunia nyata maupun di dunia maya, karena biasanya para cowo punya beribu macam muslihat untuk menggoda. Selain itu yang terakhir jangan lupa baca note ku yang sebelumnya di "ProPic Facebookmu Memalingkan Wajahku" ya (promosi mode on)