Wednesday 9 June 2010

Khutbah Rasulullah Menyambut Ramadhan

Selain memerintah shaum, dalam menyambut menjelang bulan Ramadhan, Rasulullah selalu memberikan beberapa nasehat dan pesan-pesan. Inilah ‘azimat’ Nabi tatkala memasuki Ramadhan.

Wahai manusia! Sungguh telah datang pada kalian bulan Allah dengan membawa berkah rahmat dan maghfirah. Bulan yang paling mulia disisi Allah. Hari-harinya adalah hari-hari yang paling utama. Malam-malamnya adalah malam-malam yang paling utama. Jam demi jamnya adalah jam-jam yang paling utama.

Inilah bulan ketika kamu diundang menjadi tamu Allah dan dimuliakan oleh-NYA. Di bulan ini nafas-nafasmu menjadi tasbih, tidurmu ibadah, amal-amalmu diterima dan doa-doamu diijabah. Bermohonlah kepada Allah Rabbmu dengan niat yang tulus dan hati yang suci agar Allah membimbingmu untuk melakukan shiyam dan membaca Kitab-Nya.

Celakalah orang yang tidak mendapat ampunan Allah di bulan yang agung ini. Kenanglah dengan rasa lapar dan hausmu di hari kiamat. Bersedekahlah kepada kaum fuqara dan masakin.

Muliakanlah orang tuamu, sayangilah yang muda, sambungkanlah tali persaudaraanmu, jaga lidahmu, tahan pandanganmu dari apa yang tidak halal kamu memandangnya dan pendengaranmu dari apa yang tidak halal kamu mendengarnya. Kasihilah anak-anak yatim, niscaya dikasihi manusia anak-anak yatimmu.

Bertaubatlah kepada Allah dari dosa-dosamu. Angkatlah tangan-tanganmu untuk berdoa pada waktu shalatmu karena itulah saat-saat yang paling utama ketika Allah Azza wa Jalla memandang hamba-hamba-Nya dengan penuh kasih; Dia menjawab mereka ketika mereka menyeru-Nya, menyambut mereka ketika mereka memanggil-Nya dan mengabulkan doa mereka ketika mereka berdoa kepada-Nya.

Wahai manusia! Sesungguhnya diri-dirimu tergadai karena amal-amalmu, maka bebaskanlah dengan istighfar. Punggung-punggungmu berat karena beban (dosa) mu, maka ringankanlah dengan memperpanjang sujudmu.

Ketahuilah! Allah ta’ala bersumpah dengan segala kebesaran-Nya bahwa Dia tidak akan mengazab orang-orang yang shalat dan sujud, dan tidak akan mengancam mereka dengan neraka pada hari manusia berdiri di hadapan Rabb al-alamin.

Wahai manusia! Barang siapa di antaramu memberi buka kepada orang-orang mukmin yang berpuasa di bulan ini, maka di sisi Allah nilainya sama dengan membebaskan seorang budak dan dia diberi ampunan atas dosa-dosa yang lalu. (Sahabat-sahabat lain bertanya: “Ya Rasulullah! Tidaklah kami semua mampu berbuat demikian.”

Rasulullah meneruskan: “Jagalah dirimu dari api neraka walaupun hanya dengan sebiji kurma. Jagalah dirimu dari api neraka walaupun hanya dengan seteguk air.”

Wahai manusia! Siapa yang membaguskan akhlaknya di bulan ini ia akan berhasil melewati sirathol mustaqim pada hari ketika kai-kaki tergelincir. Siapa yang meringankan pekerjaan orang-orang yang dimiliki tangan kanannya (pegawai atau pembantu) di bulan ini, Allah akan meringankan pemeriksaan-Nya di hari kiamat. Barangsiapa menahan kejelekannya di bulan ini, Allah akan menahan murka-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Barang siapa memuliakan anak yatim di bulan ini, Allah akan memuliakanya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.

Barang siapa menyambungkan tali persaudaraan (silaturahmi) di bulan ini, Allah akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Barang siapa memutuskan kekeluargaan di bulan ini, Allah akan memutuskan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.

Barangsiapa melakukan shalat sunat di bulan ini, Allah akan menuliskan baginya kebebasan dari api neraka. Barangsiapa melakukan shalat fardu baginya ganjaran seperti melakukan 70 shalat fardu di bulan lain. Barangsiapa memperbanyak shalawat kepadaku di bulan ini, Allah akan memberatkan timbangannya pada hari ketika timbangan meringan.

Barangsiapa di bulan ini membaca satu ayat Al-Quran, ganjarannya sama seperti mengkhatam Al-Quran pada bulan-bulan yang lain.

Wahai manusia! Sesungguhnya pintu-pintu surga dibukakan bagimu, maka mintalah kepada Tuhanmu agar tidak pernah menutupkannya bagimu. Pintu-pintu neraka tertutup, maka mohonlah kepada Rabbmu untuk tidak akan pernah dibukakan bagimu. Setan-setan terbelenggu, maka mintalah agar ia tak lagi pernah menguasaimu.

Amirul mukminin k.w. berkata: “Aku berdiri dan berkata: “Ya Rasulullah! Apa amal yang paling utama di bulan ini?” Jawab Nabi: “Ya Abal Hasan! Amal yang paling utama di bulan ini adalah menjaga diri dari apa yang diharamkan Allah”.

Wahai manusia! sesungguhnya kamu akan dinaungi oleh bulan yang senantiasa besar lagi penuh keberkahan, yaitu bulan yang di dalamnya ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan; bulan yang Allah telah menjadikan puasanya suatu fardhu, dan qiyam di malam harinya suatu tathawwu’.”

“Barangsiapa mendekatkan diri kepada Allah dengan suatu pekerjaan kebajikan di dalamnya, samalah dia dengan orang yang menunaikan suatu fardhu di dalam bulan yang lain.”

“Ramadhan itu adalah bulan sabar, sedangkan sabar itu adalah pahalanya surga. Ramadhan itu adalah bulan memberi pertolongan ( syahrul muwasah ) dan bulan Allah memberikan rizqi kepada mukmin di dalamnya.”

“Barangsiapa memberikan makanan berbuka seseorang yang berpuasa, adalah yang demikian itu merupakan pengampunan bagi dosanya dan kemerdekaan dirinya dari neraka. Orang yang memberikan makanan itu memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa tanpa sedikitpun berkurang.”

Para sahabat berkata, “Ya Rasulullah, tidaklah semua kami memiliki makanan berbuka puasa untuk orang lain yang berpuasa. Maka bersabdalah Rasulullah saw, “Allah memberikan pahala kepada orang yang memberi sebutir kurma, atau seteguk air, atau sehirup susu.”

“Dialah bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya pembebasan dari neraka. Barangsiapa meringankan beban dari budak sahaya (termasuk di sini para pembantu rumah) niscaya Allah mengampuni dosanya dan memerdekakannya dari neraka.”

“Oleh karena itu banyakkanlah yang empat perkara di bulan Ramadhan; dua perkara untuk mendatangkan keridhaan Tuhanmu, dan dua perkara lagi kamu sangat menghajatinya.”

“Dua perkara yang pertama ialah mengakui dengan sesungguhnya bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan mohon ampun kepada-Nya . Dua perkara yang kamu sangat memerlukannya ialah mohon surga dan perlindungan dari neraka.”

“Barangsiapa memberi minum kepada orang yang berbuka puasa, niscaya Allah memberi minum kepadanya dari air kolam-Ku dengan suatu minuman yang dia tidak merasakan haus lagi sesudahnya, sehingga dia masuk ke dalam surga.” (HR. Ibnu Huzaimah).

Adab Seorang Pelajar Terhadap Dirinya Sendiri

Dalam kajian ini ada beberapa poin yang harus diperhatikan bagi seorang penuntut ilmu, yaitu sebagai berikut.

1. Ilmu adalah Ibadah
Sesuatu yang paling pokok dari adab ini, bahkan pada semua perkara yang dianjurkan, adalah engkau harus meyakini bahwa ilmu adalah ibadah. Bahkan, hal itu merupakan ibadah yang paling agung dan paling utama, sehingga Allah menjadikannya sebagai bagian dari jihad fisabilillah. Allah SWT berfirman (yang artinya), ".... Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya." (At-Taubah: 122).

Rasulullah saw. juga bersabda (yang artinya), "Barang siapa yang dikehendaki oleh Allah untuk menjadi baik, maka akan diberi kepahaman dalam perkara agama." (HR Bukhari dan Muslim, dari hadits Mu'awiyah).

Apabila Allah menganugerahkan kepadamu kepahaman dalam masalah agama ini, yang meliputi segenap ilmu syar'i, baik ilmu tauhid, aqidah, atau lainnya, maka berbahagialah, karena berarti Allah menginginkan kebaikan bagimu.

Imam Ahmad rhm. berkata, "Ilmu itu sesuatu yang tiada bandingnya bagi orang yang niatnya benar." Orang-orang bertanya kepada beliau, "Bagaimanakah benarnya niat itu, wahai Abu Abdillah?" Imam Ahmad rhm. menjawab, "Yaitu berniat untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya dan orang lain."

Dari sini, maka syarat diterimanya ibadah adalah sebagai berikut.
1. Niat yang ikhlas karena Allah Ta'ala semata.
Allah SWT berfirman, "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus ...." (Al-Bayyinah: 5).

Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya semua amal itu tergantung pada niatnya." (HR Bukhari, dari hadits Umar bin Khatbtbab). Apabila ilmu itu tidak didasari dengan niat yang ikhlas, dia berubah dari ibadah yang paling mulia menjadi kemaksiatan yang paling hina. Apabila ada yang bertanya bagaimana caranya agar bisa ikhlas dalam menuntut ilmu, jawabannya bahwa ikhlas dalam menuntut ilmu itu bisa dicapai dengan beberapa cara.
Pertama, harus berniat bahwa menuntut ilmu itu untuk menjalankan perintah Allah. Kedua, harus berniat untuk menjaga syariat Allah. Karena, menjaga syariat Allah itu bisa dilakukan dengan belajar, baik dengan cara menghapal, menulis, juga mengarang kitab. Ketiga, harus berniat untuk membela syariat Allah. Karena, seandainya tidak ada ulama, maka syariat ini tidak akan terjamin kebenarannya, juga tidak ada seorang pun yang akan membelanya. Keempat, harus berniat untuk mengikuti ajaran Rasulullah. Karena, seseorang tidak mungkin bisa mengikuti ajaran beliau kecuali jika orang itu mengetahuinya terlebih dahulu.

Berangkat dari sini, maka hendaklah setiap penuntut ilmu selalu konsisten untuk memurnikan niat dari semua yang akan merusak komitmen, seperti senang popularitas, ingin lebih unggul dibanding dengan teman sebayanya, atau menjadikannya alat mencapai tujuan tertentu, misalnya pangkat, kekayaan, kehormatan, dll. Karena, itu semua jika sudah mengotori niat seorang penuntut ilmu, ia akan merusaknya, dan lenyaplah barokah ilmu itu. Oleh karena itu, setiap penuntut ilmu wajib menjaga niat dari segala tujuan selain ikhlas, bahkan ia pun harus menjaga hal-hal yang meliputinya.

Imam Sufyan rhm. berkata, "Dulu saya mampu memahami Al-Qur'an, namun tatkala saya menerima hadiah, maka hilanglah kepahaman itu." Adapun yang dimaksud hadiah di sini adalah hadiah dari seorang penguasa. Para ulama sangat memahami masalah ini, sehingga mereka sangat hati-hati menerima pemberian penguasa. Mereka berkata, "Para penguasa itu tidak akan memberikan sesuatu apa pun kepada kita, kecuali untuk membeli agama kita dengan harta dunia mereka." Oleh karena itu, kita dapati para ulama tersebut tidak bersedia menerimanya. Juga, disebabkan oleh karena harta kekayaan para penguasa pada zaman dahulu itu biasanya diperoleh dengan cara yang tidak halal.

Sesungguhnya telah kita ketahui bersama bahwa seorang ulama tidak boleh menerima pemberian penguasa kalau memang bertujuan untuk menjadikannya tunggangan sehingga dapat mengendalikannya. Adapun kalau harta kekayaan sang penguasa tersebut bersih dan sang alim menerimanya tidak untuk menjual agamanya, maka diperbolehkan menerimanya, sebagaimana sabda Rasulullah saw. kepada Umar r.a., "Harta ini kalau datang kepadamu tanpa engkau harapkan dan tanpa engkau minta, maka ambillah, juga selagi tidak diinginkan oleh nafsumu." (HR Bukhari dan Muslim). Adapun tujuan Imam Sufyan dari perkataan beliau di atas adalah untuk memperingatkan orang lain dari perkara ini dan mencela apa yang dulu beliau lakukan.

Diriwayatkan dari Sufyan bin Sa'id ats-Tsauri rhm., bahwasannya beliau berkata, "Tidak ada sesuatu yang aku usahakan untuk diperbaiki yang lebih berat daripada keikhlasan niatku."

2. Mengikuti Sunnah Rasulullah saw.
Allah SWT berfirman, "Katakanlah: 'Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu ...." (Ali Imran: 31).

Imam Ibnul Qayyim menyebutkan dalam kitab Raudhatul Muhibbin bahwa semua aktivitas manusia itu didasari dengan rasa cinta. Seseorang tidak akan berniat untuk berbuat sesuatu kecuali yang memberikan manfaat atau menghilangkan mudharat pada dirinya, karena semua orang menginginkan berbuat sesuatu yang bisa memberinya manfaat dan membenci sesuatu yang membahayakannya. Adapun cinta kepada Rasulullah saw. akan membuatmu mengikuti beliau secara lahir maupun bathin, karena orang yang sedang jatuh cinta akan mengikuti kekasihnya, sampai pada urusan dunia sekalipun, mengikuti cara berpakaian, mengikuti cara berbicara, mengikuti tingkah lagu, dan seterusnya. Oleh karena itu, jika engkau benar-benar mencintai Rasulullah saw., maka engkau akan mengikuti Sunnah beliau. Syaikh Bakar menyebut sebuah ayat yang oleh para ulama salaf disebut sebagai ayat ujian, karena ada sebagian orang yang mengaku mencintai Allah, maka Allah pun berfirman, "Katakanlah (wahai Muhammad): 'Kalau memang engkau mencintai Allah, ikutilah aku'." Apa jawaban dari syarat ini? Jawaban sebenarnya adalah: "Ikutilah aku, baru engkau benar-benar jujur dalam pengakuanmu." Sekarang jadilah syarat dan yang disyaratkan itu adalah "jika kalian mencintai Allah, ikutilah aku, maka baru kalian jujur dalam pengakuan kalian," namun ternyata jawaban dalam ayat tersebut adalah "Ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian." Ini sebagai sebuah isyarat bahwa inti permasalahan ini adalah agar Allah mencintaimu dan bukan bagaimana engkau mencintai-Nya, karena semua orang mengaku mencintai Allah, padahal sebenarnya tidak.
2. Ikutilah Jalan Salafush Shaleh
Setiap penuntut ilmu hendaklah mengikuti jalan yang ditempuh oleh para salafush shaleh dari kalangan para sahabat serta orang-orang setelah mereka yang mengikuti jejak mereka dalam semua masalah agama, mulai dari masalah tauhid, ibadah, dan selainnya. Tetaplah konsisten untuk mengikuti Sunnah Rasulullah saw. dan merealisasikannya dalam kehidupanmu dan jauhilah perdebatan, jauhilah mempelajari ilmu kalam (filsafat), serta jauhilah segala hal yang mendatangkan dosa dan menjauhkan dari syariat Allah Ta'ala.

Ini adalah masalah yang sangat penting. Seseorang harus mengikuti jejak salafush shaleh pada semua permasalahan agama, mulai dari masalah tauhid, ibadah, muamalah, dan sebagainya. Juga, harus meninggalkan perdebatan, karena perdebatan adalah pintu yang menutupi jalan kebenaran, dikarenakan seseorang yang berdebat akan banyak berbicara dan hanya untuk membela diri saja. Sehingga, seandainya sudah jelas baginya suatu kebenaran namun tetap menolaknya, atau membawanya kepada penafsiran yang munkar demi membela diri dan memaksa lawan debat untuk menerima pendapatnya. Maka, jika engkau menjumpai lawan debatmu masih terus membangkang, padahal sebenarnya sudah nampak kebenaran itu, maka jauhilah dia.

Selain menjauhi perdebatan, mempelajari ilmu kalam juga membuang-buang waktu, karena ilmu ini membahas sesuatu yang sangat amat jelas. Pernah suatu hari saya mengajar, ada seorang murid yang bertanya, "Apakah akal itu?" Lalu dia menerangkan kepadaku definisi akal secara bahasa, istilah, adat kebiasaan, dan syar'i. Ini adalah sesuatu yang tidak punya definisi, namun ilmu kalam memasukkan hal-hal itu kepada kita. Kita dengar ada yang bertanya, "Apakah akal itu?" Subhanallah!

Yang jelas bahwa orang yang duduk termenung memikirkan apa definisi akal telah menjadi gila, karena ini adalah sesuatu yang tidak butuh didefinisikan. Ahli kalam menghalangi manusia dari mempelajari kebenaran dan manhaj salaf yang mudah dengan segala subhat, berbagai definisi, batasan, dan lainnya. Lihatlah ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tatkala membantah orang-orang ahli manthiq (jilid ke-9 dan ke-10 Majmuu' Fataawa), niscaya akan jelas perkara ini bagimu, atau lihatlah kitab Naqdhul Manthiq. Kitab ini lebih ringkas dan lebih bisa dipahami oleh para penuntut ilmu, niscaya akan jelas bagimu kesesatan mereka. Apakah yang menjadikan para ulama menakwilkan ayat-ayat tentang sifat Allah? Tidak lain adalah ilmu kalam. Mereka mempersembahkan kepadamu ilmu yang hanya akan menyesatkanmu, meskipun mereka menyangka memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.

Berakata Imam Adz-Dzahabi (lihat Siyar A'laamin Nubalaa' [XVI/57]): "Diriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Imam Ad-Daruquthni bahwasanya beliau berkata: 'Tidak ada sesuatu yang lebih saya benci melebihi ilmu kalam.' Saya (Adz-Dzahabi) berkata: 'Padahal beliau sama sekali belum pernah belajar ilmu kalam, juga ilmu perdebatan, serta belum pernah mendalaminya, akan tetapi beliau adalah seorang salafi.'."

Beliau sangat membenci ilmu kalam karena memang ilmu ini mempunyai banyak pengaruh negatif: memperpanjang sebuah permasalahan tanpa ada faidahnya, membuat ragu sesuatu yang sudah pasti, menggoncangkan akal pikiran, serta menolak Sunnah. Oleh karena itu, saya berpendapat bahwa tidak ada yang paling membahayakan aqidah umat Islam dari ilmu kalam dan manthiq. Dari sini, maka banyak tokoh-tokoh kaliber ilmu kalam yang pada akhir hayatnya mengakui bahwasannya mereka kembali kepada aqidahnya orang-orang awam, juga kembali kepada fitrahnya setelah mengetahui keruskaan ilmu kalam.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam Al-Fataawa al-Hamawiyah (Majmuu' Fataawa [V/118]): "Kebanyakan orang yang dikhawatirkan menjadi sesat adalah orang yang masih sedang-sedang dalam mempelajari ilmu kalam, karena orang yang sama sekali tidak pernah mempelajarinya akan selamat dari bahayanya, sedangkan orang yang mencapai puncaknya ilmu kalam pasti akan mengetahui kerusakan dan kebathilannya, maka dia akan bertaubat."

Ilmu kalam ini sangat berbahaya karena berhubungan dengan Sifat dan Dzat Allah, menolak nash dan menuhankan akal. Mereka memiliki prinsip yang bertentangan dengan apa yang ditempuh para salaf. Prinsip atau kaidah-kaidah yang mereka gunakan sama sakali tidak berdasar, mereka sesat dan menyesatkan, mereka juga ragu-ragu dan bingung. Oleh karena itu, orang yang paling bingung pada akhir hayatnya adalah para ulama kalam. Mereka mengutak-atik apakah Allah itu benda konkret atau abstrak, apakah Dia berdiri sendiri atau butuh lainnya, apakah Allah berbuat atau tidak, dan begitu seterusnya sampai saat kematian menjemput dia masih ragu-ragu. Kita memohon kepada Allah semoga selamat dari bencana ini.

Adapun jika jalan yang ditempuh adalah jalan ulama salaf, maka urusannya akan menjadi mudah dan hatinya tidak akan terhinggapi penyakit bingung dan ragu-ragu. Mereka Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang mengikuti Sunnah Rasulullah. Merekalah orang-orang yang dikatakan oleh Syakhul Islam Ibnu Taimiyah: "Ahlus Sunnah adalah umat Islam yang bersih dan sebaik-baik manusia bagi manusia lainnya." (Minhajus Sunnah an-Nabawiyyah [V/158]).

Maka, tetaplah mengikuti jalan ini dan jangan mengikuti jalan-jalan lainnya yang akan memisahkan kalian dari jalan Allah. ".... Dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya ...." (Al-An'aam: 153).

3. Senantiasa Takut kepada Allah Ta'ala
Allah SWT berfirman, ".... Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama ...." (Faathir: 28).
Imam Ahmad rhm. berkata, "Inti ilmu adalah rasa takut kepada Allah."
Jika seseorang telah mengenal Allah dengan sebenar-benarnya, dia akan taat kepada Allah dengan sebenar-benarnya dari hati sanubarinya. Maka, senantiasa takutlah kepada Allah, baik dalam keadaan sembunyi maupun terang-terangan. Dengan demikian, ilmu itu menuntut untuk diamalkan, karena jika seorang ulama tidak mengamalkan ilmunya, dia akan menjadi orang yang pertama kali dimasukkan ke dalam neraka pada hari kiamat nanti. Seorang ulama yang tidak mengamalkan ilmunya akan diazab sebelum para penyembah berhala. Ini adalah kerugian pertama bagi yang tidak mengamalkan ilmunya.

Orang yang tidak mengamalkan ilmunya juga akan gagal dalam proses belajarnya, ilmunya tidak akan membawa berkah, juga dia akan menjadi lupa, sebagaimana firman Allah Ta'ala, "(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mereka, dan kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah perkataan (Allah) dati tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya ...." (Al-Maa-idah: 13).

Adapun jika seseorang itu mengamalkan ilmunya, maka Allah Ta'ala menambahkan petunjuk baginya, sebagaimana fiaman-Nya, "Dan orang-orang yang mendapat petunjuk Allah menambah petunjuk kepada mereka ...." (Muhammad: 17).

4. Selalu Merasa Diawasi oleh Allah Ta'ala
Hiasilah dirimu dengan merasa selalu mendapatkan pengawasan dari Allah Ta'ala, baik dalam keadaan sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Berjalanlah menuju Rabbmu dengan rasa takut dan penuh harapan, karena bagi seorang muslim keduanya bagaikan dua sayap burung, hadapkan dirimu semuanya kepada Allah, penuhilah hatimu dengan rasa cinta kepada-Nya dan lisanmu dengan selalu berdzikir kepada-Nya, serta selalu gembira, senang, suka dengan semua hukum dan hikmah-Nya.

Selalu merasa diawasi oleh Allah adalah buah dari rasa takut kepada-Nya. Jikalau seseorang selalu merasa bersama Allah, dalam beribadah dia akan merasa dilihat oleh Allah, saat ingin mendirikan shalat lalu berwudhu seakan-akan dia menunaikan perintah Allah SWT dalam firman-Nya, "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu ...." (Al-Maa-idah: 6).

Dan, seakan-akan dia melihat Rasulullah saw. sedang berwudhu lalu bersabda, "Barang siapa yang berwudhu seperti wudhuku ini ...." (HR Bukhari dan Muslim). Begitulah kesempurnaan merasa diawasi oleh Allah, dan ini adalah sesuatu yang sangat penting.

Perkataan syaikh: "Hendaklah seseorang itu selalu berjalan antara rasa takut dan penuh harap, karena keduanya bagi seorang muslim semacam dua sayap burung," ini adalah salah satu pendapat para ulama tentang manakah yang lebih utama apakah seseorang itu harus menyatukan antara rasa takut dan harap ataukah mengutamakan rasa takut, ataukah sebaliknya, lebih mengutakaman rasa harap.

Imam Ahmad rhm. berpendapat, "Hendaknya seseorang itu menyatukan antara rasa takut dan harap, kalau salah satu di antara keduanya lebih kuat, akan rusaklah iman orang tersebut."

Sebagian ulama merinci masalah ini, mereka mengatakan, "Apabila engkau ingin melakukan perbuatan ketaatan, utamakan rasa berharap bahwa jika engkau melakukan amalan itu niscaya Allah akan menerimanya dan mengangkat derajatmu. Namun, apabila engkau hendak melaksanakan semua kemaksiatan, maka utamakanlah rasa takut sehingga engkau tidak jadi melakukannya. Nah, atas dasar inilah, maka tentang mana yang diutamakan antara dua hal tersebut adalah tergantung pada keadaan seseorang itu sendiri.

5. Tawadhu', Rendah Hati, dan Tidak Sombong dan Congkak
Hiasilah dirimu dengan etika-etika jiwa (hati), berupa menjaga kehormatan diri, santun, sabar, rendah hati dalam menerima kebenaran, berperilaku tenang dengan sikap yang berwibawa, teguh serta tawadhu, juga mampu menanggung beban berat selama belajar demi memperoleh kemuliaan ilmu serta bersedia tunduk pada kebenaran.

Oleh karena itu, hidarilah segala perilaku yang akan merusak adab ini, karena disamping mengundang dosa juga akan menunjukkan bahwa ada cacat pada akalmu, serta engkau tidak akan memperoleh ilmu dan tidak akan mampu mengamalkannya. Maka dari itu, jauhilah sikap sombong, karena itu adalah kemunafikan dan sikap takabbur. Dulu para ulama salaf amat sangat keras dalam menjaga diri dari kesombongan.

Adz-Dzahabi dalam biografi 'Amr bin Al-Aswad al-'Ansy rhm. yang wafat pada masa kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan rhm., konon apabila beliau keluar dari masjid pasti menggenggamkan tangan kanan pada tangan kirinya. Tatkala beliau ditanya: "Mengapa berbuat begitu?" Beliau menjawab: "Saya khawatir tangan saya ini akan berbuat kemunafikan." Saya berkata, "Beliau menggenggamnya karena takut akan melenggangkan tangannya tatkala sedang berjalan, karena perbuatan itu termasuk kesombongan." (Lihat Siyar A'laaamin Nubalaa' [IV/80]).

Ini adalah sesuatu yang tidak sengaja dilakukan oleh Al-Ansy rhm., oleh karena itu berhati-hatilah terhadap kesombongan yang merupakan penyakit para diktator. Kelancangan pada gurumu adalah kesombongan, keangkuhanmu pada orang yang telah mengajarkan ilmu kepadamu hanya karena umurnya lebih muda daripada engkau merupakan suatu kesombongan, engkau sembrono tidak mengamalkan ilmumu adalah lumpur kesombongan dan tanda diharamkan ilmu itu darimu. Ilmu itu musuh bagi pemuda yang sombong, seperti aliran air juga musuh bagi tempat yang tinggi.

6. Qana'ah (Puas) dan Zuhud
Qana'ah adalah sikap paling utama yang harus dimiliki seorang penuntut ilmu, maksudnya yaitu menerima apa adanya yang diberikan oleh Allah Ta'ala serta tidak menginginkan menjadi orang yang kaya raya. Karena, sebagian para pelajar ingin mengikuti tren orang-orang kaya, maka akhirnya dia banyak mengeluarkan biaya. Oleh karena itu, hendaklah engkau menjadi orang yang qana'ah karena sifat ini adalah sebaik-baik bekal bagi seorang muslim.

Adapun yang dimaksud zuhud di sini adalah tidak berbuat yang haram serta menjauhkan diri dari segala sesuatu yang bisa menjerumuskan pada keharaman dengan cara menahan diri dari segala syubhat, juga tidak menginginkan terhadap apa yang dimiliki orang lain.

Diriwayatkan dari Imam Asy-Syafi'i rhm bahwasannya beliau berkata, "Seandainya ada seseorang yang berwasiat agar memberikan sesuatu kepada orang yang paling berakal, maka harus diberikan kepada orang-orang yang zuhud." Menapa demikian, sebab orang yang zuhud adalah orang yang paling berakal, karena mereka menjahui segala yang tidak membawa manfaat bagi akhirat mereka.

Dulu guru kami, Syaikh Muhammad Amin asy-Syinqithi (beliau wafat 17/12/1393 H), adalah orang yang sangat zuhud pada urusan dunia. Saya menyaksikan bahwa beliau tidak pernah memiliki lembaran uang dalam jumlah besar. Pernah suatu hari beliau berbicara kepadaku: "Saya datang dari negeri Syinqith dengan membawa modal yang jarang dimiliki orang lain, yaitu rasa qana'ah, seandainya saya menginginkan jabatan, saya akan bisa mencapainya, namun saya tidak akan mementingkan urusan duniaku di atas akhiratku, saya tidak akan menjadikan ilmu ini untuk memperoleh kedudukan duniawi." Semoga Allah mencurahkan kepada beliau keluasan rahmat-Nya.

7. Hiasilah Diri dengan Keindahan Ilmu
Menghiasi diri dengan keindahan ilmu berupa bagusnya budi pekerti, bersikap tenang, berwibawa, khusus, tawadhu, dan senantiasa bersikap istiqamah secara lahir maupun batin, serta tidak melakukan segala yang bisa merusaknya.

Imam Ibnu Sirin berkata, "Dulu para ulama mempelajari budi pekerti sebagaimana mereka mempelajari ilmu." (Diriwayatkan oleh Al-Khathib al-Baghdadi dalam Al-Jaami' [9]).

Dari Raja' bin Haiwah, beliau berkata kepada seseorang, "Sampaikanlah kepadaku sebuah hadits, tetapi jangan sampaikan hadits dari riwayat orang yang pura-pura mati, juga jangan dari orang yang suka mencela." (Diriwayatkan oleh Al-Khathib al-Baghdadi dalam Al-Jaami' [166] dan Al-'Uqaili dalam Adh-Dhu'afa' [I/12]). Kedua kisah ini diceritakan oleh Al-Khatib dalam kitab Al-Jami', lalu beliau berkata, "Wajib bagi penuntut ilmu hadits untuk menghindari suka bermain, berbuat yang sia-sia dan bersikap rendah dalam majelis ilmu serta tertawa terbahak-bahak, banyak membuat lelucon, suka senantiasa bersenda gurau. Senda gurau itu hanya diperbolehkan kalau dilakukan kadang-kadang saja asal tidak sampai melanggar adab dan sopan santun dalam menuntut ilmu. Adapun kalau dilakukan secara terus-menerus, mengucapkan ucapan kotor, jorok, serta yang bisa menyakitkan hati, semua itu adalah perbuatan tercela. Sebab, banyak senda gurau dan tertawa akan menghilangkan kewibawaan dan harga diri." (Lihat Al-Jaami' oleh Al-Khathib [I/156]).

Ada sebuah pepatah: "Barang siapa yang banyak melakukan sesuatu, maka dia akan dikenal dengannya." Jauhilah segala perusak ilmu ini, baik dalam majelis maupun dalam setiap pembicaraanmu. Namun, sebagian orang-orang dungu menyangka bahwa bersikap longgar dalam seperti ini adalah sebuah sikap toleransi.

Dari Imam Al-Ahnaf bin Qais, ia berkata, "Jauhkanlah majelis kita dari menyebut-nyebut wanita dan makanan, saya benci seorang laki-laki yang suka membicarakan kemaluan dan perutnya." (Lihat Siyar A'laamin Nubalaa' [IV/94] dan Faidhul Qadir [I/537]).

Hal ini karena akan bisa mengalihkan perhatian dari menuntut ilmu, semacam kalau berkata, "Tadi malam saya makan sampai kekenyangan." Atau, ucapan sejenis yang tidak ada gunanya sama sekali. Juga berbicara seputar urusan wanita, terlebih lagi kalau ada yang membicarakan hubungan suami istri yang dilakukannya, maka orang semacam ini adalah sejelek-jelek manusia pada hari kiamat dalam pandangan Allah Ta'ala.

Umar bin Khaththab r.a. berkata dalam surat yang ditulisnya kepada Abu Musa al-Asy'ari tentang qadha': "Barang siapa yang menghiasi dirinya dengan sesuatu yang tidak dia miliki, maka Allah akan menampakkan keburukannya." (Riwayat Al-Baihaqi [21124], Daruquthni [IV/206], Al-Khathib dalam Tarikh Baghdad [X/449], dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq [XXXII/71-72] dari Abu 'Awwam al-Bashri).

Apa pun akhlak yang terdapat pada diri seseorang, meskipun dia sembunyikan dari manusia, pasti akan ketahuan juga. Bagaimanapun usaha manusia untuk menyembunyikannya, Allah pasti mengetahuinya dan akan membongkar kedok orang yang beramal tidak ikhlash untuk-Nya. Maka, jadikanlah ucapan Umar ini untuk menimbang seluruh aktivitasmu.

8. Berhiaslah dengan Muru-ah (Kehormatan/Kesatriaan)
Selalu berhias dengan muru-ah serta segala yang bisa membawamu kepada muru-ah dengan selalu berakhlak mulia, berwajah manis saat bertemu, menyebarkan salam, menolong orang lain, tegas tanpa sombong, gagah berani tanpa kediktatoran, bersikap kesatria tanpa harus fanatik golongan dan punya semangat yang menggelora tanpa harus seperti orang-orang jahiliah.

Muru-ah adalah melakukan segala perbuatan yang bisa membuatnya terhormat serta menjahui segala perbuatan yang bisa merendahkan martabatnya. Hal ini bersifat umum. Bahwasannya segala sesuatu yang bisa membuatnya terhormat dalam pandangan orang lain serta membuat orang lain akan memujinya adalah sifat muru-ah meskipun bukan sebuah perkara ibadah, dan segala sesuatu yang merupakan kebalikan dari perbuatan tersebut berarti lawan dari muru-ah.

Maka, hindarilah hal-hal yang dapat merusak kehormatan, baik dalam watak (perangai), perkataan, perbuatan, dan juga sikap yang rendah dan jelek lainnya seperti ujub (berbangga diri), riya, sombong, takabur, meremehkan orang lain, serta mengunjungi tempat-tempat yang kotor penuh meragukan.

9. Bersikap Kesatria
Milikilah sifat kesatria, berupa keberanian, tegas dalam mengatakan kebenaran, berakhlak mulia, berkorban demi kebaikan agar engkau disegani oleh orang lain, dan jauhilah sifat-sifat yang sebaliknya, berupa tidak tabah, tidak sabar, tidak bermoral. Karena, itu akan menghanurkan ilmu dan menyebabkan lisanmu tidak mau mengatakan sebuah kebenaran, yang berakibat pada pertikaian pada saat tersebarnya racun-racun di antara hamba Allah yang shaleh.

Ada ungkapan yang indah dari seorang penyair, Al-Mutanabbi, "Barpikir harus didahulukan sebelum keberanian para kesatria. Yang pertama adalah berpikir dahulu, baru yang kedua mengambil sikap berani. Apabila kedua sifat ini ada pada seorang yang merdeka, maka akan bisa mencapai cita-cita yang tertinggi."

10. Menjauhi Kemewahan
Janganlah terus-menerus hanyut dalam kelezatan dan kemewahan, karena kesederhanaan termasuk sebagian dari iman dan ambillah wasiat dari Amirul Mukminin Umar bin Khaththab dalam suratnya yang masyhur, di dalamnya tertulis, "Jauhilah oleh kalian hanyut dalam kemewahan, dan senang berhias dengan mode orang asing, bersikaplah dewasa dan berpakaianlah secara sederhana (tidak mewah) ...." (Shahih riwayat Ibnu Hibban [5454], Abu 'Awanah [8514], Al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubra [X/14] dan dalam Syu'abul Iman [6186], Ahmad dalam Musnad [301], Abu Ya'la [213], dan Ibnul Ja'd dalam Musnad [995] dari hadits Abu Usman an-Nahdi).

Oleh karena itu, hidarilah kepalsuan peradaban modern, karena itu watak (perangai) menjinakkan sikap dan mengendorkan otot serta mengikatmu dengan tali angan-angan. Orang-orang yang bersungguh-sungguh sudah dapat mencapai tujuan, namun engkau masih belum beranjak dari tempatmu, engkau hanya sibuk dengan penampilan pakaianmu. Anggaplah pakaian itu tidak haram juga tidak makruh, namun itu bukan ciri pakaian orang-orang shaleh. Penampilan luar semacam pakaian merupakan tanda kecenderungan hati seseorang, bahkan itulah jati diri yang sebenarnya. Bukankah pakaian sekadar salah satu cara untuk mengungkapkan siapa sebenarnya jati dirinya?

Behari-hatilah dalam berpakaian, karena pakaian itu dapat mengungkapkan kepada orang lain mengenai jati diri Anda dalam hal kecenderungan, sikap, dan perasaan. Dari sini ada sebuah ungkapan: "Penampilan luar menunjukkan kecenderungan hati." Orang lain akan menggolongkanmu dari pakaianmu, bahkan cara engkau berpakaian pun akan memberikan gambaran bagi orang lain bahwa yang memakainya itu memiliki keteguhan dan kecerdasan ataukah ia orang yang ahli ibadah ataukah orang yang glamour dan suka popularitas. Berpakaianlah yang pantas bagimu, jangan membuat orang lain mencelamu, juga jangan membuat orang lain menggunjingmu. Jika pakaianmu serta caramu memakainya sesuai dengan keluhuran ilmu syar'i yang engkau miliki, niscaya itu semua akan lebih membuatmu mulia serta ilmumu lebih bermanfaat, bahkan jika engkau berniat yang baik, maka itu semua akan menjadi amal shaleh karena merupakan wasilah (perantara) untuk bisa memberi hidayah pada orang lain agar menerima kebenaran. Ada sebuah atsar dari Amirul Mukminin Umar bin Khaththab: "Saya lebih senang melihat pembaca Al-Qur'an itu berpakaian putih." (Diriwayatkan oleh Malik [1621]).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengungkapkan bahwa manusia itu seperti sekumpulan burung terbang yang memiliki watak untuk saling menyerupai satu sama lainnya. Oleh karena itu, hidarilah pakaian kekanak-kanakan. Adapun mengenai pakaian orang-orang kafir, maka hukumnya tidak asing lagi bagimu.

11. Menghindar dari Tempat-Tempat yang Sia-Sia
Janganlah injakkan kakimu di tempat orang-orang yang bergelimang dengan kemungkaran serta merobek-robek tirai kesopanan dengan berpura-pura bodoh terhadap semua itu. Jika engkau melakukannya, maka dosamu pada ilmu dan ulama akan sangat besar.

Allah SWT berfirman, "Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam Al-Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain ...." (An-Nisaa': 140).

Barang siapa yang duduk di tempat yang ada kemungkarannya, maka wajib atasnya mencegah kemungkaran tersebut. Kalau keadaannya berubah menjadi baik, itulah yang diharapkan; jika tidak, dan bahkan mereka tetap terus-menerus melakukan kemungkarannya, maka wajib untuk menghindarinya. Bukan seperti yang dipikirkan oleh kebanyakan orang bahwa saya membenci kemungkaran itu dalam hati sebagaimana sabda Rasulullah saw., "Maka jika engkau tidak mampu (mencegah kemungkaran dengan tangan dan lisan), maka cegahlah dengan hati." (HR Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, dan Ibnu Hibban dari hadits Abu Sa'id al-Khudri r.a.). Katakan kepada orang semacam itu: "Seandainya benar engkau membencinya, pasti engkau tidak akan duduk bersama mereka, karena manusia tidak mungkin duduk bersama yang dibencinya, kecuali kalau terpaksa, adapun engkau duduk dengan suka hati, lalu engkau mengaku membencinya, maka pengakuan ini tidak mungkin benar."

12. Hindari Hura-Hura
Jagalah dirimu dari kegaduhan dan hiruk-pikuk, karena kesalahan sering kali disebabkan oleh hiruk-pikuk, dan ini dapat menafikan adab menuntut ilmu.

Hiruk-pikuk yang dimaksud di sini adalah keramaian pasar. Hal itu sebagaimana terdapat dalam sebuah hadits yang memperingatkan pergi ke pasar, karena dalam pasar terdapat keributan, cercaan, can makian. Ada sebagian penuntut ilmu yang berkata: "Saya duduk-duduk di pasar untuk melihat apa saja yang terjadi dan diperbuat orang-orang di sana." Kita katakan kepada orang semacam ini: "Ada perbedaan antara sekadar ingin tahu dengan kalau dilakukan terus-menerus." Maksudnya, seandainya disebutkan bahwa di pasar anu ada periwtiwa begini dan begitu, maka tidak mengapa engkau datang untuk mengetahuinya, namun kalau engkau selalu duduk-duduk di pasar setiap waktu, maka ini adalah sebuah kesalahan, karena bisa membuatmu hina, bahkan bisa juga merupakan penghinaan bagi ilmu itu sendiri.

13. Bersikap Lemah Lembut
Bersikaplah lemah lembut selau dalam bertutur kata, jauhilah ucapan yang kasar, karena ucapan yang lemah lembut akan mampu menjinakkan jiwa yang sedang berontak. Sangat banyak dalil-dalil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah mengenai hal ini.

Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah mencintai kelembutan pada semua perkara." (HR Bukhari dan Muslim).

Juga, sabda beliau, "Tidaklah kelemahlembutan itu terdapat pada sesuatu kecuali akan mengiasinya, dan tidak dicabut dari sesuatu kecuali akan merusaknya." (HR Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan Ibnu Hibban).

Hanya saja, seharusnya seseorang dalam bersikap lemah lembut itu tanpa dibarengi dengan sifat lemah diri. Adapun kalau lemah lembutnya menjadikan dia dihina, pendapatnya tidak dipakai dan tidak diperhatikan, maka ini bertentangan dengan keharusan bersikap tegas. Oleh karena itu, harus lemah lembut pada saat butuh kelembutan dan harus tegas pada saat butuh ketegasan.

Tidak ada satu pun yang paling penyayang dengan makhluk selain Allah Ta'ala sendiri, meskipun begitu, Dia berfirman, "Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah ...." (An-Nuur: 2).

Setiap keadaan menuntut kebijakan sikap masing-masing. Seandainya seseorang memperlakukan anaknya dengan lemah lembut terus-menerus sampai-sampai pada masalah yang butuh ketegasan, maka dia tidak akan mampu mendidiknya.


14. Berpikir dan Merenung
Hiasilah dirimu dengan selalu berpikir, karena orang yang berpikir akan bisa mengetahui. Ada sebuah ungkapan: "Berpikirlah, niscaya engkau akan tahu." Oleh karena itu, berpikirlah tatkala berbicara, dengan apa engkau berbicara? Apakah dampaknya? Berhati-hatilah dalam mengungkapkan kata dan menyampaikannya namun tanpa harus keterlaluan atau menampakkan kepandaian. Berhati-hatilah tatkala mengingatkan orang lain, bagaimana engkau memilih bahasa yang pas dengan yang engkau kehendaki, berpikirlah tatkala ada yang bertanya, bagaimana engkau berusaha memahami pertanyaan tersebut dengan sebenarnya, sehingga tidak akan mengandung dua kemungkinan. Dan begitu seterusnya.

Para ulama dulu berkata, "Janganlah engkau letakkan kakimu kecuali mengetahui bahwa tempat itu selamat bagimu." Karena, bisa saja seseorang melangkah berjalan, namun jangan meletakkan kaki pada lubang duri atau batu, jangan letakkan kaki kecuali engkau tahu di mana harus diletakkan. Berpikir dan merenung ini penting, jangan tergesa-gesa kecuali kalau memang harus melakukannya.

15. Teguh Pendirian dan Selektif Menerima Berita
Hiasilah dirimu dengan teguh pendirian, serta mengecek kebenaran setiap kabar yang diterima, terutama pada saat-saat genting dan penting. Sikap ini mencakup sabar dan teguh dalam belajar dan melewatkan waktu-waktunya untuk belajar kepada para ulama, karena orang yang teguh (sabar) akan tumbuh menghsailkan yang dia inginkan.

Sumber: Diringkas dari Syarah Adab dan Manfaat Menuntut Ilmu, terj. Ahmad Sabiq, Lc (Pustaka Imam Asy-Syafi'i, 2005); judul asli: Syarah Hilyah Thaalibil 'Ilmi, Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin (Maktabah Nurul Huda, 2003).

Oleh: Abu Annisa

JANGAN BERPUTUS ASA DENGAN RAHMAT ALLAH BAGI MEREKA YANG MELAMPAUI BATAS.

SURAH 31 LUQMAN AYAT 33 :
Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang ( pada hari itu ) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat ( pula ) menolong bapaknya sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan ( pula ) penipu ( syaitan ) memperdayakan kamu dalam ( mentaati ) Allah.

SURAH 39 AZ ZUMAR ( ROMBONGAN-ROMBONGAN ) AYAT 53 :
Katakanlah: “Hai hamba-hambaku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

SURAH 39 AZ ZUMAR ( ROMBONGAN-ROMBONGAN ) AYAT 54 :
Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepadanya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong ( lagi ).

SURAH 39 AZ ZUMAR ( ROMBONGAN-ROMBONGAN ) AYAT 55 :
Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya,

SURAH 39 AZA ZUMAR ( ROMBONGAN-ROMBONGAN ) AYAT 56 :
Supaya jangan ada orang yang mengatakan: “Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam ( menunaikan kewajiban ) terhadap Allah, sedang aku sesungguhnya termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan ( agama Allah ).

SURAH 39 AZ ZUMAR ( ROMBONGAN-ROMBONGAN ) AYAT 57 :
Atau supaya jangan ada yang berkata ketika ia melihat azab: ‘Kalau sekiranya aku dapat kembali ( ke dunia ), niscaya aku akan termasuk orang-orang yang baik’.

SURAH 39 AZ ZUMAR ( ROMBONGAN-ROMBONGAN ) AYAT 59 :
( Bukan demikian ) sebenarnya telah datang keterangan-keteranganku kepadamu lalu kamu mendustakannya dan kamu menyombongankan diri dan adalah kamu termasuk orang-orang yang kafir”.

MENGENAL KEDUDUKAN HATI

Segala puji hanya milik Allah Dzat Pencipta alam semesta. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah ke hadirat penghulu para Nabi dan rasul, kepada keluarganya, seluruh para shahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari akhir. Amma ba’du:

Sesungguhnya, sebagaimana tubuh itu memiliki ilmu, demikian juga hatipun memiliki ilmu; akan tetapi dari sisi ilmu yang lain.

Untuk menjelaskan pentingnya ilmu tersebut, Rosulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

“Ketahuilah, sesungguhnya setiap penguasa memiliki daerah terlarang. Ketahuilah, sesungguhnya daerah terlarang Allah di bumi-Nya adalah perkara-perkara yang diharamkan oleh-Nya. Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging. Apabila dia baik, maka seluruh tubuh akan baik. Apabila dia rusak, maka seluruh tubuh akan rusak. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati.” (Muttafaqun ‘Alaih).

Masalah ini telah dibahas dengan tema-tema yang begitu banyak; inilah ringkasannya. Saya telah membaginya di dalam beberapa tema judul berikut ini:

1. Penciptaan Hati.
2. Kedudukan Hati.
3. Kebaikan Hati.
4. Kehidupan Hati.
5. Pintu-pintu Hati.
6. Macam-macam Hati.
7. Makanan Hati.
8. Mengenal Amalan-amalan Hati.
9. Ciri-ciri Hati Yang Selamat.
10. Mengenal Ketenangan Hati.
11. Mengenal Ketenteraman Hati.
12. Mengenal Kesenangan Hati.
13. Mengenal Kekhusyu’an Hati.
14. Mengenal Rasa Malu Hati.
15. Sebab-sebab Sakit dan Sehatnya Hati.
16. Perusak-perusak Hati.
17. Pintu-pintu Masuk Setan Ke Dalam Hati.
18. Tanda-tanda Sakit dan Sehatnya Hati.
19. Mengenal Penyakit-penyakit Hati dan Pengobatannya.
20. Obat-obat Penyakit Hati.

Saya menempatkan ayat-ayat yang tertera pada tempat-tempatnya di dalam Al-Qur’an. Saya juga mentakhrij hadits-hadits dan hukum yang berkaitan tentangnya apabila tidak terdapat di dalam Shahih Al-Bukhori dan Shahih Muslim atau di salah satunya; dan kebanyakannya berkisar antara shahih dan hasan.

Oleh karena itu, saya mengharap dari Allah Subhanahu wa Ta’ala agar kitab kami ini menjadi pintu untuk memperbaiki dan membersihkan hati. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” [Ar-Ra'd: 28]

Penciptaan Hati

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” [An-Nahl: 78]

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:

“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” [Al-Hajj: 46]

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan manusia. Manusia memiliki bagian luar dan bagian dalam. Pada bagian dalam manusia terdapat banyak anggota tubuh, yang paling pentingnya adalah jantung, hati, dan lambung.

Lafadz Al-Qalbu dapat disebutkan untuk dua makna :

Pertama, (Jantung) Daging yang berbentuk sanubari, yang terletak di sebelah kiri dada. Dia adalah daging istimewa. Di bagian dalamnya terdapat rongga. Pada rongga tersebut terdapat darah hitam yang merupakan sumber dan tempat penyimpanan ruh. Darah mengalir ke dalam jantung lalu dipompa kembali dengan perantara pembuluh-pembuluh darah untuk memelihara tubuh.

Kedua, Lathifah Rabbaniyyah Ruhaniyyah. Dia memiliki keterikatan dengan jantung. Lathifah tersebut merupakan hakikat manusia. Dialah yang dapat memahami, mengetahui, dan mengenal. Dialah yang diberikan perintah, tuntutan, pahala, dan hukuman. Lathifah tersebut memiliki keterikatan dengan jantung.

Ruh adalah raga halus. Sumbernya adalah rongga jantung. Dia menyebar ke seluruh bagian-bagian tubuh dengan perantara pembuluh-pembuluh darah.

Dia berjalan di dalam tubuh. Pancaran cahaya kehidupan dan indera; pendengaran, penglihatan, dan penciuman berasal darinya menuju anggota-anggota tubuh, sama seperti pancaran cahaya lampu yang diedarkan di pojok-pojok rumah.

Perjalanan dan pergerakan ruh di bagian dalam tubuh manusia menyerupai pergerakan lampu di bagian sisi-sisi rumah dengan digerakkan oleh penggeraknya.

An-Nafsu dapat diartikan sebagai dzat manusia, yaitu lathifah yang merupakan jiwa dan dzat manusia; juga dapat diartikan sebagai penghimpun kekuatan amarah dan syahwat di dalam tubuh manusia.

Akal adalah segala sesuatu yang dipikirkan oleh manusia tentang perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan yang dapat mencacati dan menodainya; kebalikannya adalah kegilaan. Akal dapat diartikan sebagai ilmu tentang hakikat-hakikat perkara, sehingga dia menjadi suatu ungkapan tentang sifat ilmu yang tempatnya adalah hati; juga dapat diartikan sebagai lathifah yang dapat menangkap ilmu, sehingga dia menjadi sebagai hati.

Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan manusia, Allah menguji dan mencobanya dengan beberapa hal yang dapat mengorek kejujuran dan kedustaannya, keta’atan dan kemaksiatannya, juga kebaikan dan keburukannya.

Sehingga Allah mencampur empat unsur di dalam penciptaan dan pembentukan manusia, yaitu: Sifat-sifat binatang buas, sifat-sifat binatang ternak, sifat-sifat setan, dan sifat-sifat rabbani. Itu semua dikumpulkan di dalam hatinya.

Manusia, dari segi amarah yang menguasainya, dia akan melakukan perbuatan-perbuatan binatang buas, seperti permusuhan, kebencian, menghujam orang-orang dengan cercaan, pukulan, dan pembunuhan.

Manusia, dari segi syahwat yang menguasainya, dia akan melakukan perbuatan-perbuatan binatang ternak, seperti kerakusan, ketamakan, doyan kawin, nafsu sex, dan lain sebagainya.

Manusia, dari segi keistimewaannya dari binatang ternak dengan akal yang dimilikinya, namun menyerupai binatang di dalam amarah dan syahwat, dia akan dirasuki sifat setan. Sehingga dia akan menjadi orang picik yang menggunakan akalnya untuk menciptakan jalan-jalan kejahatan, menggapai tujuan-tujuan dengan makar dan tipu muslihat, dan menampakkan keburukan dengan tampilan kebaikan. Itu semua adalah akhlak-akhlak setan.

Manusia, dari segi perkara rabbani yang ada di dalam jiwanya, dia akan mengaku-ngaku sifat rububiyyah (ketuhanan) bagi dirinya, mencintai kekuasaan di dalam segala perkara, suka bertindak sewenang-wenang di dalam segala urusan, egois terhadap kepemimpinan, dan lepas dari tali peribadatan dan sikap tawadhu’. Dia juga akan mengaku-ngaku mengetahui hakikat segala perkara (mengaku mengetahui hal-hal ghÃ¥ib -red). Padahal mengetahui seluruh hakikat dan menguasai seluruh makhluk adalah termasuk di antara sifat-sifat rububiyyah; dan di dalam jiwa manusia terdapat ketamakan akan hal tersebut.

Di dalam setiap jiwa manusia terdapat noda kotoran dari keempat sifat-sifat tersebut, sehingga mengenal hati dan hakikat sifat-sifatnya merupakan landasan agama dan asas jalannya orang-orang yang melangkah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“(Dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun.” [An-Nuur: 40]

Hati dapat tenggelam di dalam perkara yang menguasainya seperti sesuatu yang dia suka, dia benci, dan dia takuti.

Sesuatu yang dia suka akan terus dia cari; sesuatu yang dia benci akan terus dia lawan; dan sesuatu yang takuti akan terus dia hindari.

Rasa harap selalu bergantung dengan sesuatu yang disukai; dan rasa takut selalu bergantung dengan sesuatu yang dibenci.

Tidak ada yang dapat mendatangkan kebaikan-kebaikan dan segala sesuatu yang disukai kecuali Allah; dan tidak ada yang dapat menghilangkan keburukan-keburukan dan segala sesuatu yang dibenci kecuali Allah. Allah Maha Mengetahui di mana Dia menjadikan risalah-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Yunus: 107]

Kedudukan Hati

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.” [Qaaf: 37]

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

“Ketahuilah, sesungguhnya setiap penguasa memiliki daerah terlarang. Ketahuilah, sesungguhnya daerah terlarang Allah di bumi-Nya adalah perkara-perkara yang diharamkan oleh-Nya. Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging. Apabila dia baik, maka seluruh tubuh akan baik. Apabila dia rusak, maka seluruh tubuh akan rusak. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari no. 52. Imam Muslim no. 1599).

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan kelebihan kepada manusia dan memuliakan-nya atas kebanyakan makhluk-Nya, yaitu dengan memberikannya kemampuan untuk mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mengenal Allah merupakan keindahan, kesempurna-an, kebanggaan, kebahagiaan, dan ketenteraman manusia di dunia. Juga bekal dan tabungannya di akhirat.

Manusia hanya mampu mengenal Allah dengan hatinya, bukan dengan anggota tubuh yang lain. Hatilah yang mengenal Allah; dialah yang dekat kepada Allah; dialah yang beramal karena Allah; dialah yang berjalan menuju Allah; dan dialah yang mengetahui apa-apa yang ada di sisi Allah. Adapun anggota-anggota tubuh lainnya hanyalah pengikut, pelayan, dan alat bantu baginya.

Hati mempergunakan dan memperkerjakan anggota-anggota tubuh layaknya seorang majikan memperkerjakan seorang budak; layaknya seorang pemimpin memperkerjakan rakyat; dan layaknya seorang manusia mempergunakan alat bantu.

Hatilah yang diterima di sisi Allah apabila dia selamat dari peribadatan kepada selain Allah. Hati pula yang terhalangi dari Allah apabila dia tenggelam di dalam peribadatan kepada selain Allah.

Dialah yang berbahagia dengan kedekatannya kepada Allah, sehingga dia beruntung apabila dia membersihkannya. Dia pula yang merugi dan sengsara apabila dia mengotorinya dan menghinakannya.

Dialah yang patuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala pada hakikatnya. Adapun amal-amal ibadah dan tingkah laku yang keluar dari anggota-anggota tubuh adalah cahaya dan pengaruh hati.

Kebaikan-kebaikan bagian luar manusia dan kejelekan-kejelekannya akan nampak terlihat tergantung dengan cahaya dan kegelapan yang ada di dalam hati, karena setiap bejana akan meneteskan apa yang ada di dalamnya. Hati sama seperti tungku yang akan mendidihkan apa yang ada di dalamnya.

Kebaikan dunia dan kerusakannya tergantung dengan aktifitas manusia di dalam kehidupan, karena dia adalah jantung dunia dan penghuninya. Kebaikan tubuh manusia dan kerusakan-nya tergantung dengan kebaikan hati dan kerusakannya pula, sebagaimana Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Ketahuilah, sesungguhnya setiap penguasa memiliki daerah terlarang. Ketahuilah, sesungguhnya daerah terlarang Allah di bumi-Nya adalah perkara-perkara yang diharamkan oleh-Nya. Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging. Apabila dia baik, maka seluruh tubuh akan baik. Apabila dia rusak, maka seluruh tubuh akan rusak. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari no. 52. Imam Muslim no. 1599)

Apabila manusia dapat mengenal hatinya, pasti dia dapat mengenali dirinya. Apabila dia telah mengenal dirinya, niscaya dia dapat mengenal Rabbnya.[1] Namun, apabila manusia bodoh terhadap hatinya, maka diapun akan bodoh terhadap dirinya. Apabila dia bodoh terhadap dirinya, sudah pasti dia bodoh terhadap Rabbnya. Barangsiapa yang mengenal Rabbnya, pasti dia dapat mengenal segala sesuatu.

Namun, barangsiapa yang bodoh terhadap Rabbnya, dia pasti bodoh terhadap segala sesuatu.
Barangsiapa yang bodoh terhadap hatinya, maka dia lebih bodoh terhadap yang lainnya. Kebanyakan manusia bodoh terhadap hati mereka, diri mereka sendiri, dan bahkan terhadap Rabb mereka. Hatinya telah dibatasi antara mereka dan antara diri-diri mereka, karena sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu [2]. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya [3] dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.” [Al-Anfaal: 24]

Pembatasan hati adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala menghalanginya dari melihat Allah, muraqabah terhadap-Nya, dan mengenal nama-nama dan sifat-sifat-Nya.

Terkadang hati terjerumus ke tempat yang serendah-rendahnya dan terus turun sampai pada tingkatan para setan; dan terkadang dia meningkat ke tempat yang setinggi-tingginya dan terus naik sampai kepada alam para malaikat yang didekatkan kepada Allah. Demikianlah dia berbolak-balik di antara dua jari dari jari-jari Ar-Rahmaan.[4]

Kebutuhan hati terhadap mengenal Allah, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan perbuatan-perbuatan-Nya adalah lebih besar daripada kebutuhan tubuh terhadap makanan dan minuman.
Perbandingan kebutuhan hati terhadap keimanan dan mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kebutuhan tubuh terhadap makanan dan minuman adalah seperti perbandingan gunung dan semut merah yang kecil, juga seperti perbandingan lautan dan setetes air.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan tiga wadah penting di dalam tubuh setiap manusia, yaitu: Otak, hati, dan lambung.

Otak adalah wadah untuk akal dan ilmu. Hati adalah wadah untuk keimanan dan tauhid. Sedangkan lambung adalah wadah untuk makanan dan minuman. Masing-masing wadah akan mendapatkan makanannya dan kamupun akan mendapatkan hasilnya.

Hati adalah tempat keimanan, tashdiq (kepercayaan), keyakinan, pengagungan, rasa takut, rasa tawakkal, rasa cinta, rasa tenteram, mengenal, patuh, dan berserah diri terhadap Rabb Pencipta alam semesta.

Oleh karena itu, hati telah menjadi pusat perhatian Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap seorang hamba, sebagaimana Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

“Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa-rupa kalian juga harta-benda kalian, melainkan Allah melihat hati-hati kalian juga amal-perbuatan kalian.” (HR. Muslim no. 2564).

Sumber ilmu yang dapat mewariskan amal perbuatan dan mendatangkan kekhusu’an hati, rasa takut, rasa cinta, kedekatan, rasa tenteram, dan terus ta’at terhadap Rabbnya adalah ilmu tentang Allah, yaitu mengenal nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, karunia-karunia-Nya, kenikmatan-kenikmatan-Nya,
dan sifat-sifat kemulian dan keindahan-Nya; lalu mengenal janji dan ancaman-Nya, yaitu kenikmatan surga yang telah Allah persiapkan untuk orang-orang yang bertakwa dan siksa api neraka yang telah Allah persiapkan untuk orang-orang yang jahat.

Selanjutnya adalah ilmu tentang hukum-hukum Allah dan perkara-perkara yang Allah cintai dan Allah ridhoi dari seorang hamba seperti perkataan, amal perbuatan, keadaan, ataupun keyakinan. Dia terus istiqamah terhadap ilmu tersebut sampai dia mati.

Barangsiapa yang tidak mendapatkan ilmu yang bermanfaat itu, maka dia akan terjerumus di dalam empat hal yang Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memohon perlindungan darinya, beliau bersabda:

“Ya Allah, Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak pernah khusyu’, dari jiwa yang tidak pernah puas, dan dari doa yang tidak pernah dikabulkan.” (HR. Muslim no. 2722).

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya [5]; Allah menciptakan hati untuk manusia yang dengannya dia dapat mengetahui banyak hal; Allah menciptakan mata untuk manusia yang dengannya dia dapat melihat banyak hal; Allah menciptakan telinga untuk manusia yang dengannya dia dapat mendengar banyak suara; dan Allah menciptakan akal untuk manusia yang dengannya dia mengerti banyak hal.

Demikian juga Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan seluruh anggota tubuh manusia untuk suatu perkara dan suatu pekerjaan. Tangan untuk bertindak, kaki untuk berjalan, lidah untuk berucap, mulut untuk makan, hidung untuk mencium, begitu juga seluruh anggota tubuh bagian luar dan bagian dalam, masing-masing memiliki tugas dan hikmah.

Apabila manusia menggunakan anggota tubuh itu sesuai dengan tujuan penciptaannya, maka itulah kebenaran. Perbuatan itu pantas dan layak bagi anggota tubuh tersebut, bagi Rabb Penciptanya, dan bagi sesuatu yang dikerjakan.

Namun, apabila dia tidak menggunakan anggota tubuh itu pada haknya bahkan membiar-kannya sia-sia, maka itulah kerugian, dan pemiliknya adalah orang yang tertipu. Apabila dia menggunakannya tidak sesuai dengan tujuan penciptaannya, maka itulah kesesatan dan kebinasaan, dan pemiliknya termasuk di antara orang-orang yang merubah kenikmatan Allah menjadi kekufuran.[6]

Hati adalah pemimpin, penguasa, dan pengendali anggota tubuh. Pikiran bagi hati laksana pendengaran bagi telinga.

Kebaikan, hak, dan tujuan penciptaan hati adalah untuk memikirkan banyak hal:

Sehingga dia mengenal Rabbnya, Dzat yang disembahnya, dan Dzat Penciptanya; dia mengetahui apa yang bermanfaat dan yang bermudharat baginya; dia mengetahui apa yang baik dan yang merusak dirinya; dan dia juga mengetahui sebab-sebab keselamatan dan sebab-sebab kebinasaan. Dia dapat membedakan antara ini dan itu. Dia dapat memilih apa yang bermanfaat dan baik bagi dirinya. Dia berpegang dengan tali Allah dan tidak menoleh kepada selain-Nya.

Manusia berbeda-beda dalam penciptaannya dan berbeda-beda dalam memikirkan banyak hal. Ada yang sempurna, ada juga yang kurang. Ada yang memikirkan banyak hal, ada juga yang sedikit. Ada yang baik pikirannya, ada juga yang buruk.

Apabila seorang hamba beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan kemuliaan kepada hatinya dengan sepuluh kemuliaan:

Pertama: Kehidupan,

sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dan apakah orang yang sudah mati [7] kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.” [Al-An’aam: 122]

Barangsiapa yang menghidupkan tanah yang mati, maka tanah itu menjadi miliknya.[8] Begitu juga Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan hati dan memberikan cahaya keimanan di dalamnya, maka tidak boleh memberikan bagian dari hati itu kepada selain-Nya.

Kedua: Penawar,

sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Serta melegakan hati orang-orang yang beriman.” [At-Taubah: 14]

Madu adalah penawar tubuh; keimanan adalah penawar hati; dan ilmu adalah penawar kebodohan.

Ketiga: Kesucian.

Tukang emas atau perak, apabila dia membersihkan emas sekali, dia tidak akan memasukkannya ke dalam api. Begitu juga Allah Subhanahu wa Ta’ala, apabila Dia membersihkan hati-hati kaum mukminin, Dia tidak akan memasukkan mereka ke dalam api neraka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.” [Al-Hujuraat: 3]

Kempat: Hidayah,

Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.” [At-Taghaabun: 11]

Kelima: Keteguhan iman.

Sesungguhnya kertas, apabila telah dituliskan ayat Al-Qur’an di dalamnya, maka tidak boleh membakarnya. Begitu juga hati seorang mukmin, apabila telah ditanamkan keimanan di dalamnya, maka tidak boleh membakarnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan [9] yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.” [Al-Mujaadilah: 22]

Keenam: Ketenangan,

Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi [10] dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” [Al-Fath: 4]

Ketujuh: Persatuan,

Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman) [11]. Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana.” [Al-Anfaal: 63]

Kedelapan: Ketenteraman,

Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” [Ar-Ra’d: 28]

Kesembilan: Rasa cinta,

sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.” [Al-Hujuraat: 7]

Maksudnya adalah barangsiapa yang mengenal kelemahan, kefakiran, kelalaian, kerendahan, dan rasa takut yang ada pada dirinya sendiri, maka dia akan mengenal sifat-sifat kemuliaan dan keindahan Rabbnya sebagaimana yang layak untuk-Nya. Sehingga diapun terus-menerus mengawasinya hingga dibukakan baginya pintu penyaksian-Nya. Diapun termasuk di antara orang-orang special yang dipenuhi sifat makrifatullah dan dipakaikan pakaian kekhilafahan-Nya.

[2] Maksudnya: menyeru kamu berperang untuk meninggikan kalimat Allah yang dapat membinasakan musuh serta menghidupkan Islam dan muslimin. juga berarti menyeru kamu kepada iman, petunjuk jihad dan segala yang ada hubungannya dengan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

[3] Maksudnya: Allah-lah yang menguasai hati manusia.

[4] Diriwayatkan dari Abdullah bin ’Amr bin Al-‘Ash Radhiyallahu Anhuma, dia berkata bahwasanya dia telah mendengar Rosulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

“Sesungguhnya hati-hati anak Adam (manusia) berada di antara jari-jari Ar-Rahman seperti satu hati. Dia membolak-balikkanya sebagaimana Dia kehendaki.” Lalu beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam berdoa, “Ya Allah, wahai Dzat yang Maha membolak-balikkan hati, palingkanlah hati-hati kami di atas keta’atan-Mu.” (HR. Imam Muslim no. 6921)

[5] Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

((Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.)) [At-Tiin: 4]

[6] Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

((Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan?)) [Ibrahim: 28]

[7] Maksudnya ialah orang yang telah mati hatinya yakni orang-orang kafir dan sebagainya.

[8] Shahih, Sunan Abu Daud no. 3075.

[9] Yang dimaksud dengan pertolongan ialah kemauan bathin, kebersihan hati, kemenangan terhadap musuh dan lain-lain.

[10] Yang dimaksud dengan tentara langit dan bumi ialah penolong yang dijadikan Allah untuk orang-orang mukmin seperti malaikat-malaikat, binatang-binatang, angin taufan dan sebagainya

[11] Penduduk Madinah yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj selalu bermusuhan sebelum nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam hijrah ke Madinah dan mereka masuk islam, permusuhan itu hilang.

DOA



Ya Allah,
Ampunilah jika aku jatuh cinta pada mahluk MU.
Tolonglah pelihara agar tidak berkurang cintaku untuk MU.
Penuhilah hatiku dengan cinta hanya untuk MU.

Ya Allah,
Jika saatnya tiba untuk menggenapkan Diin ku
Pilihkanlah seorang yang hatinya hanya cinta pada MU.
Seorang yang Engkau cintai karena akhlak dan cintanya pada MU.

Ya Allah,
Satukanlah kami agar dapat saling mengingatkan ketika khilaf, meluruskan ketika berbelok tak berarah dan menguatkan ketika lemah.
Berikan kekuatan agar kami dapat menyelesaikan persoalan dengan kesabaran, petunjuk serta perintah MU.
Kami mohon bimbing dan kuatkanlah cinta-cinta kami agar kami semakin cinta pada MU.
Agar kami memiliki keluarga Sakinah, Mawaddah Warahmah dengan Ridho MU.
Jadikanlah Keluarga dan keturunan kami hingga akhir zaman mengabdi hanya kepada MU.

Hingga diakhirat nanti kami semua dapat bertemu dengan MU.

Amiin... Ya Rabb...

CINTA


makhluk mana yang bisa lepas dari fitrah yang satu ini?

kecenderungan..
untuk mencintai..
atau dicintai..

adalah sesuatu yang wajar..
tidak untuk disalahkan..

tidak untuk dimaki..
tidak untuk disesali..

tapi untuk disyukuri..
karena anugrah itu hanya tertuju untuk orang-orang yang punya hati..

CINTA..

bukan untuk diumbar..
namun, untuk dirasakan..

bahwa kata yang satu ini kadang..
membuat kita lupa..
terhadap Sang Pemilik Cinta...

kita lupa..
bahwa Dia lah yang memberikan rasa itu..
kita lupa..
bahwa karena Cinta-Nya lah kita masih bisa berjuang di jalan ini..
kita lupa..
bahwa karena Cinta-Nya lah, kita masih bisa terikat dalam dakwah ini..

aku..
kalian..
kita..
yang mengaku seorang aktivis dakwah..
yang mengaku seorang dai...
yang mengaku seorang penyeru kebaikan...

sudah seberapa besar pengorbanan yang dilakukan untuk mendapatkan setinggi-tinggi CINTA dari Sang Pemilik Cinta?
sudah seberapa banyak air mata yang kita teteskan karena lalai untuk menggapai CINTA-Nya?
sudah seberapa banyak tetesan darah yang kita korbankan untuk menegakkan al-haq di lingkungan kita?

yakinkah kita bahwa kita termasuk orang-orang yang sudah terdaftar dalam list orang-orang yang dicintai-Nya?

atau..
kita lebih cinta pada waktu-waktu yang kita gunakan untuk kemaksiatan?
kita lebih cinta pada seseorang sehingga kita rela membalutnya dengan rayuan-rayuan tanpa makna?

aku,,
kalian..
kita..

sedang berada di ujung penantian..
penantian untuk menjadi orang pertama yang dinanti para bidadari-bidadara surga..

karena kecintaan kita pada-Nya..

Cinta Kepada Allah SWT.

MENCINTAI ALLAH

"Katakan (wahai Muhammad) apabila bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluarga besarmu, harta yang kamu cari, perdagangan yang kamu khawatir kebangkrutannya dan rumah tinggal yang disenanginya, lebih kamu cintai daripada Allah, Rasul-Nya dan berjuang di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." (QS. At-Taubah:24)


Pendahuluan

Alhamdulillah kita telah dijadikan sebagai hamba-hamba muslim yang berserah diri kepada-Nya dengan menyatakan Laailaha illallah wa anna Muhammad Rasulullah. Hanya saja kenyataannya masih banyak dari kita yang belum konsekuen dengan pernyataannya. Kita menyatakan mencintai Allah, kenyataannya lebih mencintai hawa nafsu kita, sehingga tidak sedikit ajaran Allah yang kita langgar. Bahkan lebih dari itu menuhankan kebendaan dengan cara mencintainya melebihi cinta kita kepada Allah. Oleh karena itu Allah mensinyalir hal tersebut dalam Al-Quran surat Al-Baqarah:165, "Sungguh orang beriman lebih mencintai Allah daripada yang lainnya."

Definisi cinta menurut terminologi bahasa adalah kecenderungan atau keberpihakan. Sementara menurut terminologi syara� adalah keberpihakan kepada yang dicintai sehingga mengikuti apa yang dia kehendaki dan meninggalkan apa yang tidak dia sukai, baik secara terang-terangan atau tersembunyi.

Hal-hal yang dapat memalingkan cinta kita kepada Allah, seperti yang disitir Allah dalam Al-Quran surat Al-Imran, "Dihiasi bagi manusia cinta kepada hawa nafsunya daripada wanita, anak-anak, kumpulan emas dan perak, kuda berwarna (kendaraan), peternakan, pertanian, itulah isi dari kehidupan dunia, dan Allah memiliki tempat kembali yang labih baik"

Di atas disebutkan enam bagian yang apabila dicintai oleh manusia melebihi cintanya kepada Allah atau mengikuti kehendak mereka sampai mengangkangi kehendak Allah, maka berarti telah menuhankan hal-hal tersebut, ini sangat berbahaya. Lebih tegas lagi Allah memperingatkan dalam surat At-Taubah:24, "Katakan (wahai Muhammad) apabila bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluarga besarmu, harta yang kamu cari, perdagangan yang kamu khawatir kebangkrutannya dan rumah tinggal yang disenanginya, lebih kamu cintai daripada Allah, Rasul-Nya dan berjuang di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya."

Bagaimana Kita Mencintai Allah

Dalam upaya mencintai Allah, kita harus mengenalnya dengan baik sesuai dengan informasi Al-Quran dan Rasulullah saw, baik kaitannya dengan rububiyah-Nya atau uluhiyah-Nya atau asma' dan sifat-sifat-Nya, baru kemudian mengenal hukum-hukum-Nya, baik perintah maupun larangan. Seorang dikatakan mencintai Allah apabila memenuhi empat syarat:

1. Berbuat sesuai dengan kehendak Allah, dengan menjalankan perintah-perintah-Nya.

2. Meninggalkan seluruh larangan-Nya baik secara dhohir maupun batin.

3. Mencintai orang-orang yang dicintai Allah, yaitu kaum beriman.

4. Membenci mereka yang dibenci Allah, yaitu kaum kafir, fasik dan munafik.

Apa saja yang menghantarkan kita mencintai Allah.

Menurut Ibnul Qayyim, seorang ulama' abad ke-7, ada sepuluh hal yang menyebabkan orang mencintai Allah SWT:

1. Membaca Al-Quran dan memahaminya dengan baik.

2. Mendekatkan diri kepada Allah melalui media sholat sunnah sesudah sholat wajib.

3. Selalu menyebut dan berdzikir dalam segala kondisi dengan hati, lisan, dan perbuatan.

4. Mengutamakan kehendak Allah disaat berbenturan dengan keinginan hawa nafsu.

5. Menanamkan di dalam hati asma� dan siaft-sifat Allah SWT, dan memahami maknanya.

6. Memperhatikan karunia dan kebaikan Allah kepada kita, baik nikmat dhohir maupun nikmat batin.

7. Menunduk hati dan diri ke kehariban Allah.

8. Menyendiri bermunajat dan membaca kitab suci-Nya, diwaktu malam saat orang sedang lelap tidur.

9. Bergaul dan berkumpul bersama orang-orang sholeh, serta mengambil hikmah dan ilmu mereka.

10. Menjauhkan segala sebab-sebab yang dapat menjauhkan kita daripada Allah.

Penyeimbang Cinta Kepada Allah

Untuk mencintai Allah diperlukan penyeimbang. Digambarkan oleh para ulama bahwa cinta itu bagaikan badan burung, sehingga ia tidak bisa terbang kecuali dengan dua sayap. Dua sayap itulah penyeimbang cinta kita kepada Allah, yaitu rasa harap di satu sisi dan rasa cemas di sisi lain. Rasa harap akan menimbulkan khusnudzan (berbaik sangka) kepada Allah. Bila kita mengerjakan kebaikan, kita berharap amalan kita itu diterima sebagai amal shaleh yang berpahala. Sementara rasa cemas akan mendorong kita melakukan kebaikan, karena rasa cemas itu kita khawatir jangan-jangan amalan baik kita tidak diterima Allah karena ada faktor X-nya. Maka apabila ada rasa cemas pada diri seseorang ketika dia mengerjakan hal-hal wajib, tercermin di dalam benaknya jangan-jangan amalan itu tidak diterima atau kurang sempurna, maka dia terdorong untuk mengerjakan sunnah-sunah dst. Rasa cemas itu juga yang dapat mencegah seseorang untuk tidak melakukan maksiat dan dosa. Dengan demikian burung yang berbadan cinta, bersayap rasa harap sebelah kanan dan rasa cemas di sebelah kiri, maka burung itu akan terbang melayang ke langit bersujud dihadapan sang maha perkasa dan bijaksana.
Wallahu a'lam.. i Love Allah...

Enam pertanyaan untuk direnungkan

Suatu hari seorang guru berkumpul dengan murid2nya lalu belia mengajukan 6 pertanyaan
Pertama
“ apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?? “ murid2nya ada yang menjawab “ orang tua”, “guru”, “ teman”, dan “ kerabatnya”. Sang Guru menjelaskan semua jawaban itu benar, tapi yang paling dekat dengan kita adalah “ KEMATIAN” sebab kematian adalah pasti adanya.
Lalu sang guru meneruskan pertanyaan yang kedua
“ apa yang paling jauh dari kita di dunia ini???” murid2 ada yang menjawab” Negara cina”, “ bulan”,” matahari”,” dan “ bintang-bintang”. Lalu sang guru menjelaskan bahwa semua jaeaban yang diberikan adalah benar, tapi yang paling benar adalah “ MASA LALU” . siapapun kita , bagaimanapun kita dan betapa kayanya kita, tetap kita tidak bisa kembali kemasa lalu, sebab itu kita harus menjaga hari ini dan hari2 yang akan datang.
Sang guru meneruskan dengan pertanyaan ketiga
“ apa yang paling besar di dunia ini ???” murid2nya ada yang menjawab “gunung” , “ bumi”,” matahari”. Semua jawaban itu benar kata sang guru, tapi yang paling besar di dunia ini adalah “ NAFSU” . banyak manusia menjadi celaka karena memperturutkan hawa nafsunya. Segala cara dihalalkan demi mewujudkan impian nafsu duniawi. Karena itu kita harus hati2 dengan hawa nafsu iini, jangan sampai hawa nafsu ini membawa kita ke neraka ( kesengsaraan dunia dan akhirat).
Pertanyaan keempat adalah,
“ apa yang paling berat di dunia ini?? “murid2nya ada yang menjawab” baja, besi dan gajah. Semua jawaban hamper benar, tapi yang paling berat adalah “ MEMEGANG AMANAH”
Pertanyaan kelima adalah
“ apa yang paling ringan di dunia ini??” murid2nya ada yang menjawab “ kapas, angin, debu dan dedaunan”, semua itu benar tapi yang paling ringan di dunia ini adalah” MENINGGALKAN IBADAH”
Lalu pertanyaan keenam
“ apakah yang paling tajam di dunia ini??” murid2nya menjawab dengan serentak “ PEDANG” hamper benar kata sang guru, tapi yang paling tajam adalah “ LIDAH MANUSIA” karena melalui lidah manusia dengan mudahnya menyakiti hati dan melukai perasaannya sendiri.
Sudahkan kita menjadi insan yang selau ingat akan KEMATIAN ?
Sudahkah kita belajar dari MASA LALU, dan tidak memperturutkan HAWA NAFSU?
Sudahkah kita mampu mengmban AMANAH sekecil apapun, dengan tidak MENINGGALKAN IBADAH serta senantiasa menjaga LIDAH kita ?
Sahabat mari kita renungkan sama-sama…….

Kisah Perlawanan Suami Vs Iblis

Suami isteri itu hidup tenteram mula-mula. Meskipun melarat, mereka taat kepada perintah Allah. Segala yang dilarang Allah dihindari, dan ibadah mereka tekun sekali. Si Suami adalah seorang yang alim yang taqwa dan tawakkal. Tetapi sudah beberapa lama isterinya mengeluh terhadap kemiskinan yang tiada habis-habisnya itu. Ia memaksa suaminya agar mencari jalan keluar. Ia membayangkan alangkah senangnya hidup jika segala-galanya serba cukup.

Pada suatu hari, lelaki yang alim itu berangkat ke ibu kota, mau mencari pekerjaan. Di tengah perjalanan is melihat sebatang pohon besar yang tengah dikerumuni orang. Dia mendekat. Ternyata orang-orang itu sedang memuja-muja pohon yang konon keramat dan sakti itu. Banyak juga kaum wanita dan pedagang-pedagang yang meminta-minta agar suami mereka setia atau dagangnya laris.

"Ini syirik," pikir lelaki yang alim tadi. "Ini harus diberantas habis. Masyarakat tidak boleh dibiarkan menyembah serta meminta selain Allah." Maka pulanglah dia terburu. Isterinya heran, mengapa secepat itu suaminya kembali. Lebih heran lagi waktu dilihatnya si suami mengambil sebilah kapak yang diasahnya tajam. Lantas lelaki alim tadi bergegas keluar. Isterinya bertanya tetapi ia tidak menjawab. Segera dinaiki keledainya dan dipacu cepat-cepat ke pohon itu.

Sebelum sampai di tempat pohon itu berdiri, tiba-tiba melompat sesosok tubuh tinggi besar dan hitam. Dia adalah iblis yang menyerupai sebagi manusia. "Hai, mau ke mana kamu?" tanya si iblis. Orang alim tersebut menjawab, "Saya mau menuju ke pohon yang disembah-sembah orang bagaikan menyembah Allah. Saya sudah berjanji kepada Allah akan menebang roboh pohon syirik itu." "Kamu tidak ada apa-apa hubungan dengan pohon itu. Yang penting kamu tidak ikut-ikutan syirik seperti mereka. Sudah pulang saja." "Tidak boleh, kemungkaran mesti diberantas," jawab si alim bersikap tegas. "Berhenti, jangan teruskan!" bentak iblis marah. "Akan saya teruskan!"

Karena masing-masing tegas pada pendirian, akhirnya terjadilah perkelahian antara orang alim tadi dengan iblis. Kalau melihat perbedaan badannya, seharusnya orang alim itu dengan mudah boleh dibinasakan. Namun ternyata iblis menyerah kalah, meminta-minta ampun. Kemudian dengan berdiri menahan kesakitan dia berkata, "Tuan, maafkanlah kekasaran saya. Saya tak akan berani lagi mengganggu tuan. Sekarang pulanglah. Saya berjanji, setiap pagi, apabila Tuan selesai menunaikan solat Subuh, di bawah tikar sembahyang Tuan saya sediakan wang emas empat dinar. Pulang saja berburu, jangan teruskan niat Tuan itu dulu".

Mendengar janji iblis dengan wang emas empat dinar itu, lunturlah kekerasan tekad si alim tadi. Ia teringatkan isterinya yang hidup berkecukupan. Ia teringat akan saban hari rungutan isterinya. Setiap pagi empat dinar, dalam sebulan saja dia sudah boleh menjadi orang kaya. Mengingatkan desakan-desakan isterinya itu maka pulanglah dia. Patah niatnya semula hendak membanteras kemungkaran. Demikianlah, semenjak pagi itu isterinya tidak pernah marah lagi. Hari pertama, ketika si alim selesai solat, dibukanya tikar tempat solatnya. Betul di situ tergolek empat benda berkilat, empat dinar emas. Dia meloncat riang, isterinya gembira. Begitu juga hari yang kedua. Empat dinar emas.

Ketika pada hari yang ketiga, matahari mulai terbit dan dia membuka tikar solatnya, masih didapatinya kepingan emas itu. Tapi pada hari keempat dia mulai kecewa. Di bawah tikar sembahyangnya tidak ada apa-apa lagi kecuali tikar pandan yang rapuh. Isterinya mulai marah karena kepingan yang kemarin sudah dihabiskan sama sekali. Si alim dengan lesu menjawab, "Jangan khuatir, esok barangkali kita bakal dapat delapan keping emas sekaligus.

" Keesokkan harinya, harap-harap cemas suami-isteri itu bangun pagi-pagi. Selesai sembahyang dibuka tikar sejadahnya kosong. "Kurang ajar. Penipu," teriak si isteri. "Ambil kapak, tebanglah pohon itu." "Ya, memang dia telah menipuku. Akan aku habiskan pohon itu semuanya hingga ke ranting dan daun-daunnya," sahut si alim itu. Maka segera ia mengeluarkan keledainya. Sambil membawa kapak yang tajam dia memacu keldainya menuju ke arah pohon yang syirik itu.

Di tengah jalan iblis yang berbadan tinggi besar tersebut sudah menghalang. Katanya menyorot tajam, "mau ke mana kamu?" hardiknya menggelegar. "mau menebang pohon," jawab si alim dengan gagah berani. "Berhenti, jangan lanjutkan." "Bagaimanapun juga tidak boleh, sebelum pohon itu tumbang." Maka terjadilah kembali perkelahian yang hebat.

Tetapi kali ini bukan iblis yang kalah, tapi si alim yang terkulai. Dalam kesakitan, si alim tadi bertanya penuh heran, "Dengan kekuatan apa engkau dapat mengalahkan saya, padahal dulu engkau tidak berdaya sama sekali?" Iblis itu dengan angkuh menjawab, "Tentu saja engkau dahulu boleh menang, karena waktu itu engkau keluar rumah untuk Allah, demi Allah. Andaikata kukumpulkan seluruh belantaraku menyerangmu sekalipun, aku takkan mampu mengalahkanmu. Sekarang kamu keluar dari rumah hanya karena tidak ada kepingan emas di bawah tikar sejadahmu. Maka biarpun kau keluarkan seluruh kebolehanmu, tidak mungkin kamu mampu menjatuhkan aku. Pulang saja. Kalau tidak, kupatahkan nanti batang lehermu."

Mendengar penjelasan iblis ini si alim tadi termangu-mangu. Ia merasa bersalah, dan niatnya memang sudah tidak ikhlas karena Allah lagi. Dengan terhuyung-hayang ia pulang ke rumahnya. Dibatalkan niat semula untuk menebang pohon itu. Ia sadar bahwa perjuangannya yang sekarang adalah tanpa keikhlasan karena Allah, dan ia sedar perjuangan yang semacam itu tidak akan menghasilkan apa-apa selain dari kesiaan yang berlanjutan . Sebab tujuannya adalah karena harta benda, mengatasi keutamaan Allah dan agama.

"Barangsiapa di antaramu melihat sesuatu kemungkaran, hendaklah (berusaha) memperbaikinya dengan tangannya (kekuasaan), bila tidak mungkin hendaklah berusaha memperbaikinya dengan lidahnya (nasihat), bila tidak mungkin pula, hendaklah mengingkari dengan hatinya (tinggalkan). Itulah selemah-lemah iman." (Hadits Riwayat Muslim)


Di belakang pria hebat ada wanita hebat


eramuslim - Thomas Wheeler, CEO Massachusetts Mutual Life Insurance Company, dan istrinya sedang menyusuri jalan raya antarnegara bagian ketika menyadari bensin mobilnya nyaris habis. Wheeler segera keluar dari jalan raya bebas hambatan itu dan tak lama kemudian menemukan pompa bensin yang sudah bobrok dan hanya punya satu mesin pengisi bensin. Setelah menyuruh satu-satunya petugas di situ untuk mengisi mobilnya dan mengecek oli, dia berjalan-jalan memutari pompa bensin itu untuk melemaskan kaki.

Ketika kembali ke mobil, dia melihat petugas itu sedang asyik mengobrol dengan istrinya. Obrolan mereka langsung berhenti ketika dia membayar si petugas. Tetapi ketika hendak masuk ke mobil, dia melihat petugas itu melambaikan tangan dan dia mendengar orang itu berkata, “Asyik sekali mengobrol denganmu.”

Setelah mereka meninggalkan pompa bensin itu, Wheeler bertanya kepada istrinya apakah dia kenal lelaki itu. Istrinya langsung mengiyakan. Mereka pernah satu sekolah di SMA dan pernah pacaran kira-kira setahun.

“Astaga, untung kau ketemu aku,” Wheeler menyombong. “Kalau kau menikah dengannya, kau jadi istri petugas pompa bensin, bukan istri direktur utama.”

“Sayangku,” jawab istrinya, “Kalau aku menikah dengannya, dia yang akan menjadi direktur utama dan kau yang akan menjadi petugas pompa bensin.” (The Best Of Bits & Pieces, satu dari 71 Kisah dalam Buku Chicken Soup For The Couple’s Soul)

Kisah diatas memberikan satu hikmah kepada kita bahwa banyak manusia yang menjadi manusia sukses karena dukungan dari wanita yang menjadi istrinya, dan sebaliknya, tidak sedikit juga lelaki yang jatuh dan hancur oleh karena wanita yang dinikahinya itu.

Sungguh, pernikahan adalah upaya penyatuan dua kekuatan yang jika kita berhasil melakukannya maka keberhasilan pun akan kita raih, meski harus terlebih dulu –dan juga memakan waktu yang tidak sebentar- melewati berbagai halangan menghadang. Setiap debu berkali-kali menerpa bening mata kita sehingga membuat suram jalan terbentang dihadapan, ombak yang tak jarang dengan tiba-tiba menerjang mahligai rumah tangga, badai dan angin yang meliuk-liuk mengintai dan siap menghantam kokohnya bangunan cinta yang tersusun indah dalam bingkai perkawinan. Sungguh, jika bukan karena keberhasilan memadukan dua kekuatan yang dimiliki kedua insan pasangan suami istri, mungkin pernikahan hanyalah tinggal cerita.

Dan satu tonggak kokoh yang membuat kaki-kaki ini tetap berdiri melangkah bersama menyusuri perjalanan berumah tangga selama sekian puluh, bahkan sekian ratus tahun hingga Allah menetapkan kehendaknya, adalah rasa syukur dan penerimaan yang tulus terhadap sebuah hati dan jiwa yang Allah berikan untuk dipasangkan dengan kita. Sebuah qalbu indah yang begitu ikhlas menjalin kebersamaan melakukan semuanya berdua dengan kita sehingga bersamaan dengan itu, Allah pun menurunkan ketenangan, kebahagiaan dan kasih sayang (sakinah, mawaddah dan rahmah) menyertai dua hati yang menyatu itu.

Cinta, saling percaya, pengorbanan, dan berbagai tonggak lainnya seolah menjadikan biduk rumah tangga sepasang suami istri akan tetap oleng diterjang badai jika tak memiliki tonggak yang satu ini. Oleh karena itu percayalah, apapun yang kita dapatkan, kita miliki, segala keberhasilan, kesuksesan dan segala yang menjadi kebanggaan kita saat ini, bukanlah semata upaya diri sendiri. Bukankah seharusnya kita bersyukur karena Allah telah menganugerahkan sebuah jiwa yang juga begitu kuat mendorong kita dari dalam rumah, dari pembaringan dalam kamar tidur, dari meja makan, untuk bisa menjulang ke atas.

Jika pun kesuksesan itu teraih semasa sebelum kita menikah, bukankah pula seharusnya kita bersyukur karena Allah telah menghadirkan satu hati suci untuk hidup berdampingan dengan kita bukan karena ketampanan, atau kegemilangan kita. Sehingga kemudian, hatinya tidak sombong, juga tidak kikir dan bakhil. Kekasih hati yang seperti ini jugalah yang tetap menjaga hati kita untuk melihat kebawah dan mengulurkan tangan kepada yang lemah. Bersyukur pulalah, karena hatinya yang begitu bersih –yang Allah berikan untuk kita- tidak membuat kita lupa diri yang bisa-bisa menghancurkan dan membuat kita terjatuh dari puncak kejayaan. Dia senantiasa mengingatkan kita ketika khilaf mulai terobsesi dengan kepuasan dunia, dia yang juga menarik kaki ini dari lingkar batas-batas jurang keserakahan harta, dan dengan sekuat tenaganya yang lemah, dia juga berusaha menahan tubuh kita yang terkadang tanpa disadari sudah berada di pintu kesombongan, sehingga kita pun terluput dari murka Allah.

Sungguhpun ada sebagian pasangan yang harus menjalani rumah tangganya diatas lembar-lembar kekurangan, kesederhanaan dan jalinan keprihatinan. Tetaplah bersyukur karena Allah masih memberikan satu harta yang tak ternilai harganya, yakni satu mutiara yang tetap berdiri merapat dengan ikhlasnya menjalani kekurangan, kesederhanaan dan keprihatinan bersama kita. Jiwa yang begitu kuat untuk tidak tergoda dan iri dengan kegemerlapan tetangganya, bahkan terkadang ia lebih kuat dari kita sendiri, sehingga pancaran kekuatannya itulah yang membantu kita tetap berdiri. Semakin prihatin dan sulitnya kita mengarungi hidup, semakin merapat tubuhnya kepada kita. Sungguh, jangan pernah mengira bahwa kesengsaraan anda hanyalah karena anda menikah dengannya.

Adakah yang pernah menyesali pernikahan? Mungkin terlalu pahit untuk menerima kenyataan rumah tangga yang tidak terdapat didalamnya kebahagiaan, ketenangan dan kasih sayang. Kegetiran sekejap melanda batin ini tatkala biduk cinta yang dibangun tak sekuat yang direncanakan, bahwa hempasan ombak yang menerjang tak sebesar yang dibayangkan, sehingga kita pun tidak siap menerima setiap cobaan, sehingga tidak sedikit rajutan kasih sayang yang terurai berserakan. Namun, bukankah pula dari balik semua itu, Allah memberikan kita hikmah yang begitu mendalam, bahwa ada manusia yang menjadi baik dengan anugerah kebaikan dan ada manusia yang diuji kebaikannya dengan kepahitan dan kegetiran agar ia tetap menjadi baik. Selain itu, Allah yang Maha Adil dan Maha Kasih juga sudah memberi anda pelajaran tentang makna hidup lebih dari orang lain yang tidak pernah mengalami kegagalan, meski tidak jarang manusia tidak mau menerima kenyataan itu. Wallahu a’lam bishshowaab.

Sekuntum “Cinta” Pengantin Syurga

“Cinta itu mensucikan akal, mengenyahkan kekhawatiran, memunculkan keberanian, mendorong berpenampilan rapi, membangkitkan selera makan, menjaga akhlak mulia, membangkitkan semangat, mengenakan wewangian, memperhatikan pergaulan yang baik, serta menjaga adab dan kepribadian. Tapi cinta juga merupakan ujian bagi orang-orang yang shaleh dan cobaan bagi ahli ibadah,” Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam bukunya Raudah Al-Muhibbin wa Nuzhah Al-Musytaqin memberikan komentar mengenai pengaruh cinta dalam kehidupan seseorang.

Bila seorang kekasih telah singgah di hati, pikiran akan terpaut pada cahaya wajahnya, jiwa akan menjadi besi dan kekasihnya adalah magnit. Rasanya selalu ingin bertemu meski sekejab. Memandang sekilas bayangan sang kekasih membuat jiwa ini seakan terbang menuju langit ke tujuh dan bertemu dengan jiwanya.

Indahnya cinta terjadi saat seorang kekasih secara samar menatap bayangan orang yang dikasihi. Bayangan indah itu laksana air yang menyirami, menyegarkan, menyuburkan pepohonan taman di jiwa.

Dahulu di kota Kufah tinggallah seorang pemuda tampan rupawan yang tekun dan rajin beribadat, dia termasuk salah seorang yang dikenal sebagai ahli zuhud. Suatu hari dalam pengembaraannya, pemuda itu melewati sebuah perkampungan yang banyak dihuni oleh kaum An-Nakha’. Demi melepaskan penat dan lelah setelah berhari-hari berjalan maka singgahlah dia di kampung tersebut. Di persinggahan si pemuda banyak bersilaturahim dengan kaum muslimin. Di tengah kekhusyu’annya bersilaturahim itulah dia bertemu dengan seorang gadis yang cantik jelita.

Sepasang mata bertemu, seakan saling menyapa, saling bicara. Walau tak ada gerak lidah! Tak ada kata-kata! Mereka berbicara dengan bahasa jiwa. Karena bahasa jiwa jauh lebih jujur, tulus dan apa adanya. Cinta yang tak terucap jauh lebih berharga dari pada cinta yang hanya ada di ujung lidah. Maka jalinan cintapun tersambung erat dan membuhul kuat. Begitulah sejak melihatnya pertama kali, dia pun jatuh hati dan tergila-gila. Sebagai anak muda, tentu dia berharap cintanya itu tak bertepuk sebelah tangan, namun begitulah ternyata gayung bersambut. Cintanya tidak berada di alam khayal, tapi mejelma menjadi kenyataan.

Benih-benih cinta itu bagai anak panah melesat dari busurnya, pada pertemuan yang tersamar, pertemuan yang berlangsung sangat sekejab, pertemuan yang selalu terhalang oleh hijab. Demikian pula si gadis merasakan hal serupa sejak melihat pemuda itu pada kali yang pertama.

Begitulah cinta, ketika ia bersemi dalam hati… terkembang dalam kata… terurai dalam perbuatan…Ketika hanya berhenti dalam hati, itu cinta yang lemah dan tidak berdaya. Ketika hanya berhenti dalam kata, itu cinta yang disertai dengan kepalsuan dan tidak nyata…

Ketika cinta sudah terurai jadi perbuatan, cinta itu sempurna seperti pohon; akarnya terhujam dalam hati, batangnya tertegak dalam kata, buahnya menjumbai dalam perbuatan. Persis seperti iman, terpatri dalam hati, terucap dalam lisan, dan dibuktikan oleh amal.

Semakin dalam makna cinta direnungi, semakin besar fakta ini ditemukan. Cinta hanya kuat ketika ia datang dari pribadi yang kuat, bahwa integritas cinta hanya mungkin lahir dari pribadi yang juga punya integritas. Karena cinta adalah keinginan baik kepada orang yang kita cintai yang harus menampak setiap saat sepanjang kebersamaan.

Begitupun dengan si pemuda, dia berpikir cintanya harus terselamatkan! Agar tidak jadi liar, agar selalu ada dalam keabadian. Ada dalam bingkai syari’atnya. Akhirnya diapun mengutus seseorang untuk meminang gadis pujaannya itu. Akan tetapi keinginan tidak selalu seiring sejalan dengan takdir Allah. Ternyata gadis tersebut telah dipertunangkan dengan putera bapak saudaranya.

Mendengar keterangan ayah si gadis itu, pupus sudah harapan si pemuda untuk menyemai cintanya dalam keutuhan syari’at. Gadis yang telah dipinang tidak boleh dipinang lagi. Tidak ada jalan lain. Tidak ada jalan belakang, samping kiri, atau samping kanan. Mereka sadar betul bahwa jalinan asmaranya harus diakhiri, karena kalau tidak, justeru akan merusak ’anugerah’ Allah yang terindah ini.

Bayangkan, bila dua kekasih bertemu dan masing-masing silau serta mabuk oleh cahaya yang terpancar dari orang yang dikasihi, ia akan melupakan harga dirinya, ia akan melepas baju kemanusiaannya dengan menabrak tabu. Dan, sekali bunga dipetik, ia akan layu dan akhirnya mati, dipijak orang karena sudah tak berguna. Jalan belakang ’back street’ tak ubahnya seperti anak kecil yang merusak mainannya sendiri. Penyesalan pasti akan datang belakangan, menangispun tak berguna, menyesal tak mengubah keadaan, badan hancur jiwa binasa.

Cinta si gadis cantik dengan pemuda tampan masih menggelora. Mereka seakan menahan beban cinta yang sangat berat. Si gadis berpikir barangkali masih ada celah untuk bisa ’diikhtiarkan’ maka rencanapun disusun dengan segala kemungkinan terpahit. Maka si gadis mengutus seorang hambanya untuk menyampaikan sepucuk surat kepada pemuda tambatan hatinya:

”Aku tahu betapa engkau sangat mencintaiku dan karenanya betapa besar penderitaanku terhadap dirimu sekalipun cintaku tetap untukmu. Seandainya engkau berkenan, aku akan datang berkunjung ke rumahmu atau aku akan memberikan kemudahan kepadamu bila engkau mau datang ke rumahku.”

Setelah membaca isi surat itu dengan seksama, si pemuda tampan itu pun berpesan kepada kurir pembawa surat wanita pujaan hatinya itu.

“Kedua tawaran itu tidak ada satu pun yang kupilih! Sesungguhnya aku takut akan siksaan hari yang besar bila aku sampai durhaka kepada Tuhanku. Aku juga takut akan neraka yang api dan jilatannya tidak pernah surut dan padam.”

Pulanglah kurir kekasihnya itu dan dia pun menyampaikan segala yang disampaikan oleh pemuda tadi.

Tawaran ketemuan? Dua orang kekasih? Sungguh sebuah tawaran yang memancarkan harapan, membersitkan kenangan, menerbitkan keberanian. Namun bila cinta dirampas oleh gelora nafsu rendah, keindahannya akan lenyap seketika. Dan berubah menjadi naga yang memuntahkan api dan menghancurkan harga diri kita. Sungguh heran bila saat ini orang suka menjadi korban dari amukan api yang meluluhlantakkan harga dirinya, dari pada merasakan keindahan cintanya.

“Sungguh selama ini aku belum pernah menemukan seorang yang zuhud dan selalu takut kepada Allah swt seperti dia. Demi Allah, tidak seorang pun yang layak menyandang gelar yang mulia kecuali dia, sementara hampir kebanyakan orang berada dalam kemunafikan.” Si gadis berbangga dengan kesalehan kekasihnya.

Setelah berkata demikian, gadis itu merasa tidak perlu lagi kehadiran orang lain dalam hidupnya. Pada diri pemuda itu telah ditemukan seluruh keutuhan cintanya. Maka jalan terbaik setelah ini adalah mengekalkan diri kepada ’Sang Pemilik Cinta’. Lalu diapun meninggalkan segala urusan duniawinya serta membuang jauh-jauh segala sesuatu yang berkaitan dengan dunia. Memakai pakaian dari tenunan kasar dan sejak itu dia tekun beribadat, sementara hatinya merana, badannya juga kurus oleh beban cintanya yang besar kepada pemuda yang dicintainya.

Bila kerinduan kepada kekasih telah membuncah, dan dada tak sanggup lagi menahahan kehausan untuk bersua, maka saat malam tiba, saat manusia terlelap, saat bumi menjadi lengang, diapun berwudlu. Shalatlah dia dikegelapan gulita, lalu menengadahkan tangan, memohon bantuan Sang Maha Pencipta agar melalui kekuasaa-Nya yang tak terbatas dan dapat menjangkau ke semua wilayah yang tak dapat tersentuh manusia., menyampaikan segala perasaan hatinya pada kekasih hatinya. Dia berdoa karena rindu yang sudah tak tertanggungkan, dia menangis seolah-olah saat itu dia sedang berbicara dengan kekasihnya. Dan saat tertidur kekasihnya hadir dalam mimpinya, berbicara dan menjawab segala keluh-kesah hatinya.

Dan kerinduannya yang mendalam itu menyelimuti sepanjang hidupnya hingga akhirnya Allah memanggil ke haribaanNya. Gadis itu wafat dengan membawa serta cintanya yang suci. Yang selalu dijaganya dari belitan nafsu syaithoni. Jasad si gadis boleh terbujur dalam kubur, tapi cinta si pemuda masih tetap hidup subur. Namanya masih disebut dalam doa-doanya yang panjang. Bahkan makamnya tak pernah sepi diziarahi.

Cinta memang indah, bagai pelangi yang menyihir kesadaran manusia. Demikian pula, cinta juga sangat perkasa. Ia akan menjadi benteng, yang menghalau segala dorongan yang hendak merusak keindahan cinta yang bersemayam dalam jiwa. Ia akan menjadi penghubung antara dua anak manusia yang terpisah oleh jarak bahkan oleh dua dimensi yang berbeda.

Pada suatu malam, saat kaki tak lagi dapat menyanggah tubuhnya, saat kedua mata tak kuasa lagi menahan kantuknya, saat salam mengakhiri qiyamullailnya, saat itulah dia tertidur. Sang pemuda bermimpi seakan-akan melihat kekasihnya dalam keadaan yang sangat menyenangkan.

“Bagaimana keadaanmu dan apa yang kau dapatkan setelah berpisah denganku?” Tanya Pemuda itu di alam mimpinya.

Gadis kekasihnya itu menjawab dengan menyenandungkan untaian syair:

Kasih…

cinta yang terindah adalah mencintaimu,

sebuah cinta yang membawa kepada kebajikan.

Cinta yang indah hingga angin syurga berasa malu

burung syurga menjauh dan malaikat menutup pintu.

Mendengar penuturan kekasihnya itu, pemuda tersebut lalu bertanya kepadanya, “Di mana engkau berada?”

Kekasihnya menjawab dengan melantunkan syair:

Aku berada dalam kenikmatan

dalam kehidupan yang tiada mungkin berakhir

berada dalam syurga abadi yang dijaga

oleh para malaikat yang tidak mungkin binasa

yang akan menunggu kedatanganmu,

wahai kekasih…

“Di sana aku bermohon agar engkau selalu mengingatku dan sebaliknya aku pun tidak dapat melupakanmu!” Pemuda itu mencoba merespon syair kekasihnya

“Dan demi Allah, aku juga tidak akan melupakan dirimu. Sungguh, aku telah memohon untukmu kepada Tuhanku juga Tuhanmu dengan kesungguhan hati, hingga Allah berkenan memberikan pertolongan kepadaku!” jawab si gadis kekasihnya itu.

“Bilakah aku dapat melihatmu kembali?” Tanya si pemuda menegaskan

“Tak lama lagi engkau akan datang menyusulku kemari,” Jawab kekasihnya.

Tujuh hari sejak pemuda itu bermimpi bertemu dengan kekasihnya, akhirnya Allah mewafatkan dirinya. Allah mempertemukan cinta keduanya di alam baqa, walau tak sempat menghadirkan romantismenya di dunia. Allah mencurahkan kasih sayang-Nya kepada mereka berdua menjadi pengantin syurga.

Subhanallaah! Cinta memiliki kekuatan yang luar biasa. Pantaslah kalau cinta membutuhkan aturan. Tidak lain dan tidak bukan, agar cinta itu tidak berubah menjadi cinta yang membabi buta yang dapat menjerumuskan manusia pada kehidupan hewani dan penuh kenistaan. Bila cinta dijaga kesuciannya, manusia akan selamat. Para pasangan yang saling mencintai tidak hanya akan dapat bertemu dengan kekasih yang dapat memupus kerinduan, tapi juga mendapatkan ketenangan, kasih sayang, cinta, dan keridhaan dari dzat yang menciptakan cinta yaitu Allah SWT. Di negeri yang fana ini atau di negeri yang abadi nanti.

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya di antara kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Ruum : 21).